Selama Januari-Mei 2024 tercatat 30 kasus kekerasan terhadap perempuan di Surabaya. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Surabaya menyiapkan shelter khusus.
Data DP3A-PPKB Surabaya menunjukkan 30 laporan selama periode tersebut terbagi dalam kategori Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan kategori non-KDRT.
Dalam kategori KDRT, terdapat 8 laporan kekerasan fisik yang masuk, kemudian 8 laporan kekerasan berbasis gender online (KBGO), 3 laporan penelantaran ekonomi, dan 10 laporan kekerasan psikis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk kategori non-KDRT, rinciannya terdapat 2 laporan kekerasan fisik, 1 laporan KBGO, 3 laporan kekerasan psikis, dan 2 laporan kekerasan seksual. Sehingga total keseluruhan ada 30 laporan kasus.
Sementara pada 2023, kasus kekerasan perempuan mencapai 82 laporan. Kasus KDRT terbanyak 63 laporan meliputi kategori fisik 28 laporan, penelantaran ekonomi 13 laporan, psikis 21 laporan, dan seksual 1 laporan.
Sedangkan untuk kasus kekerasan kategori non-KDRT pada periode yang sama ada 19 laporan terdiri dari 9 kekerasan fisik, 1 penelantaran ekonomi, 3 kekerasan psikis dan 6 kekerasan seksual.
Banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan itu, DP3A menyiapkan shelter khusus untuk para korban. Di shelter itu ada pelayanan rehabilitasi dari sisi psikologi hingga pengobatan pada luka fisik yang didapatkan.
"Tempat perlindungan ini sebagai wujud perlindungan kepada perempuan yang menjadi korban kekerasan, kami fasilitasi untuk rehabilitasi psikologi," kata Kepala DP3A-PPKB Ida Widayanti, Jumat (28/6/2024).
Nantinya shelter itu berada di kawasan Semolowaru dengan kapasitas 5-7 orang yang akan beroperasi selama 24 jam. Korban atau saksi bisa melapor kapan saja agar cepat ditangani.
"Operasional rumah aman bagi perempuan bekerja sama dengan LSM. Makanya korban kami taruh di sini, kami kuatkan semuanya supaya bisa pulih," jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga melakukan pencegahan kasus kekerasan perempuan hingga ke tingkat RT/RW. Ada 10 orang satgas di setiap kecamatan dan 4 satgas perlindungan perempuan serta anak.
"Kami juga memperkuat pemahaman masyarakat soal potensi munculnya kekerasan pada perempuan. Bagaimana kampung itu memenuhi hak perempuan dan anak secara otomatis. Bila ada kekerasan, masyarakat langsung sigap dan peduli," ujarnya.
(dpe/iwd)