Kota Surabaya menjadi kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta. Maka tak heran, Surabaya mengalami perkembangan yang begitu pesat. Adanya peningkatan populasi dan pertumbuhan ekonomi di Surabaya berdampak pada banyak hal, termasuk keberlangsungan mobilitas di kota.
Hal ini mendorong pemerintah untuk terus mengoptimalkan pembangunan infrastruktur jalan. Oleh karena itu, banyak perbaikan infrastruktur dan tatanan jalur kendaraan dilakukan untuk memastikan mobilitas dan transportasi yang lancar.
Jika dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya, pembangunan yang telah dilakukan itu sudah mulai dapat dirasakan perubahannya. Berikut ini beberapa jalur utama di Kota Surabaya yang mengalami perubahan selama 10 tahun terakhir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perubahan Jalan Utama Surabaya 1 Dekade Terakhir
Data ini diperoleh melalui penelusuran menggunakan Google Street View, yang kemudian dibandingkan dengan foto-foto jalan terbaru yang diambil langsung ke lokasi. Berikut perubahan beberapa jalan utama di Surabaya selama 10 tahun terakhir.
1. Jalan Mayjen Sungkono
Salah satu jalan utama yang mengalami perubahan dalam 10 tahun terakhir adalah Jalan Mayjen Sungkono. Jalan tersebut berada di kawasan Surabaya Barat. Dari penelusuran detikJatim, pada 2014, Jalan Mayjen Sungkono masih memiliki dua ruas jalan.
Sementara pada 2024, Jalan Mayjen Sungkono telah memiliki underpass. Underpass tersebut menghubungkan Jalan HR Muhammad dan Mayjen Sungkono.
Jalan underpass Mayjen Sungkono mulai dibangun pada September 2015. Sementara peresmian proyek jalan pada 2019 yang dilakukan Wali Kota Surabaya pada saat itu, Tri Rismaharini.
Underpass tersebut menjadi underpass pertama yang dikerjakan Pemerintah Kota Surabaya. Tujuan underpass tersebut untuk memecah kepadatan lalu lintas di bundaran satelit. Sebab, Surabaya Barat menjadi kawasan yang berkembang dengan pesat sehingga memiliki banyak traffic.
Panjang underpass tersebut yakni 350 meter, sementara lebarnya 17,5 meter. Adapun anggaran yang digunakan untuk membangun jalan tersebut sebesar Rp 71 miliar.
![]() |
2. Jalan Rajawali
Selanjutnya, perubahan tampak terjadi pada jalan utama yang berada di kawasan Surabaya Utara, yakni Jalan Rajawali. Meskipun tidak mengalami perubahan signifikan, beberapa fasilitas dan bangunan di jalan tersebut tampak berubah.
![]() |
Perubahan pertama terlihat pada fasilitas trotoar. Pada 2024, terlihat ada bulatan-bulatan besar permanen terpasang di sepanjang trotoar Jalan Rajawali. Selain itu, tampak stand bollard di sisi sebelah kanan. Diketahui, alat-alat tersebut bernama bollard.
Bollard berfungsi sebagai pembatas antara jalan dan trotoar. Tujuannya sebagai penunjang keamanan serta kenyamanan untuk para pejalan kaki yang sedang melintas di trotoar.
![]() |
Diketahui, Jalan Rajawali dulunya bernama Heerenstraat. Jalan tersebut menjadi salah satu jalan utama pada masa pemerintahan Hindia Belanda hingga masa sekarang.
Pada 1905, Jalan Rajawali menjadi kawasan pusat Kota Surabaya. Jadi, kawasan ini menjadi pusat perdagangan dan pusat pemerintahan. Sehingga ada banyak bangunan tua yang dulunya berfungsi sebagai perkantoran di Jalan Rajawali.
Saat ini, Jalan Rajawali dikenal menjadi bagian dari kawasan Kota Tua Surabaya. Pemerintah Kota Surabaya mulai revitalisasi kawasan wisata Kota Tua. Sejumlah bangunan peninggalan bernilai sejarah di kawasan Eropa Kota Surabaya mulai dipercantik. Jalan Rajawali sebagai bagian dari kawasan Kota Tua tersebut akhirnya juga ikut dipercantik.
Revitalisasi Kota Tua Surabaya juga berdampak pada Jalan Garuda yang menjadi penghubung antara Jalan Rajawali dengan Jalan Garuda bagian utara. Kini, jalan tersebut berubah menjadi pedestrian. Kawasan ini hanya diperuntukkan bagi jalan kaki, sementara kendaraan seperti sepeda motor di larang masuk.
![]() |
3. Jalan Ahmad Yani
Perubahan juga terjadi di Surabaya Selatan, tepatnya di Jalan Ahmad Yani. Sejak zaman Belanda, Jalan Ahmad Yani dikenal sebagai jalanan tersibuk di Surabaya. Hingga saat ini, jalan yang berfungsi sebagai arteri primer ini memiliki volume lalu lintas yang terus meningkat.
Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, jalanan ini telah mengalami beberapa perubahan signifikan. Jalan Ahmad Yani mengalami banyak perubahan dari tahun 2014 hingga 2024.
![]() |
Sebelumnya, jalan ini hanya memiliki dua jalur berlawanan yang dibatasi taman pembatas, seperti pada gambar di atas. Terlihat pula mobil dan sepeda motor yang tampak memadati ruas jalan. Pada gambar tersebut juga menunjukkan adanya pembangunan di sisi bagian barat jalan.
Sedangkan pada 2024, tampak pembangunan di sisi barat itu sudah rampung. Proyek tersebut adalah frontage road atau jalur lambat yang dibangun Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kala itu. Pembangunan yang dimulai pada 2012-2016 itu dilakukan pemerintah guna meningkatkan kelancaran arus lalu lintas di sepanjang Jalan Ahmad Yani.
![]() |
Diketahui, proyek tersebut memakan dana Rp 79,6 miliar untuk pembebasan lahan. Panjang frontage road membentang sejauh 4,3 kilometer dengan lebar jalan rata-rata sekitar 17,5 meter, dan terdiri dari empat lajur searah, serta lebar pedestrian sekitar 4,5 meter.
Tak hanya itu, para pengendara juga harus mematuhi peraturan khusus, terutama pengendara roda dua. Pemotor harus melewati frontage road karena terdapat rambu yang dilarang melintasi jalur tengah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemacetan dan risiko kecelakaan.
Selain pembangunan infrastruktur dan pelebaran jalan, pemerintah juga menambah jalur penyeberangan untuk pejalan kaki. Jadi, pejalan kaki tidak perlu khawatir saat menyeberangi Jalan Ahmad Yani yang luas. Terobosan ini diharapkan berdampak pada kestabilan lalu lintas dan pertumbuhan ekonomi Surabaya.
![]() |
4. Jalan Ngagel
Pembangunan infrastruktur yang cukup krusial juga terjadi di sekitar Jalan Ngagel. Jalan Ngagel merupakan jalan utama yang ada di bagian selatan Surabaya. Diketahui pada zaman kolonialisme sekitar tahun 1900-an, wilayah ini dikenal sebagai pusat industri kota Surabaya.
Seiring berjalannya waktu, jalanan ini juga mengalami banyak perubahan signifikan terutama pada infrastrukturnya. Salah satu perubahan yang mencolok adalah adanya pembangunan jembatan baru di kawasan tersebut.
![]() |
Seperti yang tampak pada gambar di atas, pada 2014, masih terlihat adanya bangunan di sisi bagian barat Jalan Ngagel. Namun beberapa tahun kemudian, bangunan tersebut sudah dihilangkan dan diganti jembatan yang dikenal sebagai Jembatan Ratna atau Jembatan Ujung Galuh.
Jembatan ini merupakan inisiasi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada masa pemerintahannya. Diketahui, jembatan ini dibangun untuk mengurangi kemacetan yang kerap terjadi di Ngagel.
Pembangunan jembatan ini dilakukan sekitar tahun 2017 dan mulai diresmikan pada awal Mei 2018. Jembatan yang memiliki panjang 36,11 meter ini juga menghubungkan Jalan Darmokali dan Jalan Ngagel.
![]() |
Selain itu, jembatan ini juga dilengkapi kamera pengawas dan traffic light. Jembatan dengan lebar 19,40 meter ini dilengkapi trotoar luas yang ramah untuk pejalan kaki. Selain itu, terdapat fasilitas khusus seperti jogging track sepanjang kurang lebih 2 kilometer yang berada di bawah jembatan, serta taman kecil yang ada di sisi utara jembatan.
Pembangunan infrastruktur ini tentunya memiliki dampak yang cukup signifikan bagi masyarakat sekitar. Selain digunakan sebagai jalur alternatif, jembatan ini juga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian di wilayah selatan Surabaya. Terlebih lagi, jembatan ini juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi.
![]() |
5. Jalan Yos Sudarso
Jalan Yos Sudarso merupakan salah satu jalur utama di Surabaya Pusat. Jalan ini menghubungkan Alun-alun Surabaya dengan Balai Kota Surabaya, sehingga menjadi rute penting bagi kendaraan yang melintasi pusat kota.
Sebelum pembangunan Alun-alun Surabaya yang dimulai sekitar tahun 2019 hingga 2020, Jalan Yos Sudarso yang menghubungkan perempatan Jalan Ketabang Kali ke Jalan Wali Kota Mustajab berlaku satu arah, yaitu ke arah utara.
Masyarakat yang ingin menuju Jalan Wali Kota Mustajab dari Jalan Ketabang Kali dapat menggunakan jalur kiri maupun kanan, semuanya menuju arah utara. Setelah itu, mereka bisa berbelok ke kiri menuju Jalan Wali Kota Mustajab ke arah barat, karena dahulu jalan ini masih dua arah.
![]() |
Namun, setelah pembangunan Alun-alun Surabaya selesai, sekitar tahun 2020 hingga 2021, kembali terjadi perubahan lajur lalu lintas di Jalan Yos Sudarso. Jalan ini diubah menjadi dua arah.
Di mana, jalur barat digunakan untuk pengendara dari arah utara ke selatan. Pada 2022, tampak persimpangan Jalan Ketabang Kali juga ditambahkan separator jalan serta rambu penunjuk ke arah kiri/barat.
Dengan perubahan ini, masyarakat yang berkendara dari arah selatan atau Alun-alun Surabaya dan Taman Air Mancur ke arah utara, memiliki dua pilihan jalur. Jalur kiri digunakan untuk belok ke arah barat menuju Jalan Ketabang Kali, sedangkan jalur kanan untuk lurus ke arah Jalan Wali Kota Mustajab.
Perubahan ini juga berdampak pada Jalan Wali Kota Mustajab yang sekarang menjadi satu arah, tidak seperti sebelumnya yang dua arah di bagian barat. Sayangnya, perubahan jalan utama yang terjadi di Surabaya Pusat ini terbilang sedikit, yaitu hanya berupa pengalihan arus lalu lintas dan penataan ulang untuk mempercantik visualnya.
![]() |
6. MERR (Middle East Ring Road)
Proyek pembangunan Jalan Middle East Ring Road (MERR) di Surabaya merupakan salah satu proyek infrastruktur yang paling signifikan dan ambisius di kota ini. Jalan yang kini dinamai Ir Soekarno ini membentang sepanjang 10,75 kilometer dari Jalan Kenjeran hingga perbatasan Surabaya-Sidoarjo di Gunung Anyar.
![]() |
Pembangunan jalan ini dimulai pada 1996 dan baru rampung sepenuhnya pada 2020 setelah melalui berbagai tahap dan tantangan. MERR terdiri dari tiga segmen utama, yaitu MERR IIA, MERR IIB, dan MERR IIC.
MERR IIA menghubungkan Jalan Kenjeran dengan perempatan Unair Kampus C, sedangkan MERR IIB menghubungkan perempatan Unair Kampus C dengan perempatan Jalan Arief Rahman Hakim. Segmen terakhir, MERR IIC, menghubungkan perempatan Jalan Arief Rahman Hakim dengan Gunung Anyar.
Berakhirnya pembangunan Jalan MERR IIC, menandai finisnya rencana pembangunan jalan arteri ini. Dulunya, jalan ini masih berupa area semak belukar, dengan menyisakan satu ruas jalan kecil yang menghubungkan MERR IIB ke arah selatan, yaitu Jalan Gunung Anyar Lor.
![]() |
Pembangunan MERR menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Surabaya 2016-2021. Wali Kota Tri Rismaharini memegang peran kunci dalam memastikan jalan ini tetap menjadi jalan umum yang bisa diakses semua warga, termasuk pemotor, dengan menolak usulan menjadikannya jalan tol.
Pembangunan jalan ini bertujuan mempermudah akses masuk dan keluar kota Surabaya, serta mengurangi kemacetan di jalan-jalan utama seperti Jalan Ahmad Yani. Selain itu, MERR juga diharapkan dapat membuka peluang ekonomi baru bagi warga sekitar, seperti membuka usaha yang dapat menciptakan lapangan kerja.
Untuk pembebasan lahan, pembangunan jalan arteri ini telah menelan anggaran Rp 326.197.126.971, sementara biaya untuk pembangunan fisik di Merr IIC mencapai Rp 99.781.610.526. Dengan demikian, total pengeluaran untuk membangun Jalan Ir Soekarno (MERR) mencapai lebih dari Rp 425,9 miliar, atau hampir setengah triliun.
Jalan MERR dilengkapi 28 CCTV yang memantau aktivitas sepanjang jalan selama 24 jam, memastikan keamanan, dan kelancaran arus lalu lintas. Dengan selesainya proyek ini, MERR tidak hanya menjadi simbol kemajuan infrastruktur Kota Surabaya, tetapi juga menjadi sarana penting yang mendukung mobilitas dan pertumbuhan ekonomi kota.
![]() |
Artikel ini dibuat oleh Albert Benjamin Febrian Purba, Allysa Salsabillah Dwi Gayatri, dan Jelita Nurisia Fajrina sebagai proyek akhir dari program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/irb)