Sejarah Wukuf di Arafah

Sejarah Wukuf di Arafah

Auliyau Rohman - detikJatim
Sabtu, 08 Jun 2024 13:01 WIB
Umat Islam dari berbagai negara melaksanakan wukuf di Jabal Rahmah, Arafah, Arab Saudi, Selasa (27/6/2023).
Jemaah haji wukuf di Arafah. Foto: Wahyu Putro A / Antara
Surabaya -

Salah satu rukun dalam ibadah haji yang harus dilaksanakan seluruh jemaah haji adalah wukuf di Padang Arafah. Simak sejarah wukuf di Arafah di bawah ini.

Umat Islam telah memasuki bulan Zulhijah. Bulan terakhir tahun Hijriah ini tergolong spesial. Sebab, di dalamnya terdapat hari-hari istimewa.

Di antara hari yang istimewa itu ada hari Arafah, yaitu hari kesembilan di bulan Zulhijah. Di hari tersebut, jemaah haji melaksanakan wukuf di Arafah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wukuf di Arafah merupakan salah satu rukun dalam ibadah haji yang harus dilakukan seluruh jemaah haji. Lantas, bagaimana sejarah wukuf di arafah? Berikut selengkapnya.

Sejarah dan Makna Wukuf

Melansir detikHikmah, disyariatkannya melakukan wukuf di Arafah saat menunaikan haji diungkap dalam salah satu riwayat hadis. Dikutip dari buku Sejarah Ibadah Menelusuri Asal-usul, Memantapkan Penghambaan tulisan Syahruddin El Fikri, saat melaksanakan ibadah haji, Rasulullah SAW didatangi seseorang dari suku Nejd yang bertanya,

ADVERTISEMENT

"Wahai Rasulullah, apa itu ibadah haji?"

Beliau menjawab, "Inti dari ibadah haji adalah wukuf (berdiam diri) di Arafah. Barangsiapa yang tiba sebelum salat pada malam yang menginap di Muzdalifah, maka hajinya telah sempurna." (HR Ahmad, al-Bayhaqi, dan al-Hakim)

Menurut buku Mecca the Blessed & Medina the Radiant oleh Seyyed Hossein Nasr, Padang Arafah menjadi tempat bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa. Dituliskan, Nabi Adam saat diturunkan di bumi berada di Pulau Sandib atau Sri Langka dan Hawa berada di Arabia.

Setelah Nabi Adam mendapat kalimat pertobatan sebagaimana dijelaskan dalam surah Al A'raf ayat 23 dan diperintah untuk mengelilingi Baitul Makmur sebanyak tujuh kali, Malaikat Jibril meminta Nabi Adam untuk mengarahkan pandangannya ke arah bukit yang luas tersebut. Bukit itu adalah Padang Arafah.

Ratusan tahun keduanya dipisahkan, Nabi Adam dipertemukan dengan Siti Hawa di Padang Arafah. Kisah ini pun menjadi keajaiban di Padang Arafah karena merupakan bagian penting dalam sejarah pertemuan manusia pertama dengan pasangannya.

Keduanya pun berpelukan hingga Nabi Adam melihat satu titik yang di masa kini dikenal dengan Ka'bah. Dari bukit tersebut, keluarlah lafaz pertama, "Allah," dari manusia atau hal ini juga dikenal sebagai ma'rifat Nabi Adam (Nabi Adam mengenal Tuhannya).

Senada dengan itu, dalam buku Haji dan Umrah karya M Quraish Shihab, nama Arafah diambil dari kata yang memiliki arti 'mengenal' atau 'mengakui'. Sebab, di lokasi ini setiap manusia harus mengenal jati dirinya dan menyadari setiap dosa yang telah diperbuat.

Wukuf memiliki arti berhenti atau berdiam diri. Hal ini mencerminkan kontemplasi atas kehidupan dan segala ciptaan Allah SWT.

Dalam bukunya, al-Hajj, Ali Syariati menjelaskan wukuf di Arafah adalah usaha untuk merenungkan hakikat penciptaan alam semesta, mengevaluasi perbuatan yang telah dilakukan, dan menjadikan tempat tersebut sebagai tempat penghisaban.

Dia juga menambahkan, Arafah memiliki makna mengenal, mengetahui, atau menyadari. Dari makna tersebut, Arafah mencerminkan gambaran dari Padang Mahsyar di akhirat kelak, sebagai tempat di mana segala amal perbuatan manusia di dunia akan dihisab.

Oleh karena itu, di lokasi ini, para jemaah haji dianjurkan untuk banyak berdoa, memohon ampunan, dan melakukan introspeksi atas segala perbuatan yang pernah dilakukan.

Kemudian, di masa Rasulullah SAW, Padang Arafah dijadikan sebagai salah satu lokasi rukun dalam ibadah haji. Setiap 9 Zulhijah, para jemaah akan mendatangi Padang Arafah dan berdiam diri di sana mulai dari matahari sudah tergelincir dari tengah hari hingga terbitnya fajar di 10 Zulhijah.

Wukuf di Arafah 2024

Mahkamah Agung Arab Saudi sudah mengumumkan 1 Zulhijah jatuh pada 7 Juni 2024. Keputusan itu dibuat karena hilal Zulhijah sudah terlihat di Kerajaan pada Kamis petang. Dengan demikian, Mahkamah Agung Arab Saudi juga menetapkan hari Arafah jatuh pada 15 Juni 2024.

"Hari Arafah jatuh pada hari Sabtu 15 Juni 2024, sedangkan Minggu 16 Juni 2024 akan menjadi hari pertama Idul Adha," bunyi pernyataan tersebut.

1. Waktu Wukuf di Arafah

Wukuf dimulai dari hari Arafah yang bertepatan dengan 9 Zulhijah, setelah matahari tergelincir. Jemaah menetap di Arafah hingga terbit fajar hari selanjutnya (10 Zulhijah). Adapun berdasarkan hasil pemantauan hilal di Arab Saudi, tahun ini hari Arafah atau 9 Zulhijah jatuh pada Sabtu 15 Juni 2024.

2. Doa Wukuf di Arafah

Ada beberapa doa yang bisa dipanjatkan jemaah haji ketika wukuf di Arafah. Masih dari kitab Fiqh as-Sunnah, berikut doa ketika wukuf berdasarkan sunah Rasulullah SAW.

Doa Wukuf 1

Doa ini diriwayatkan dari kakek Amr bin Syuaib.

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Latin: La ilaha illallahu wahdahů lå syarîka la-hú, la-hul-mulku wa la-hul- hamdu, bi-yadihil-khairu wa huwa 'alâ kulli sya'in qadir.

Artinya: "Tiada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah, la Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, la memiliki segala kerajaan dan segala pujian, di tangan-Nyalah segala kebaikan dan la Maha Kuasa atas segala sesuatu." (HR Tirmidzi)

Doa Wukuf 2

Diriwayatkan dari Ali RA, Rasulullah SAW bersabda mengenai doa berikut.

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَالَّذِي نَقُوْلُ وَخَيْرًا مِمَّا نَقُوْلُ، اللَّهُمَّ لَكَ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي وَإِلَيْكَ مَا بِي وَلَكَ رَبِّ تُرَائِي، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَوَسْوَسَةِ الصَّدْرِ وَشَتَاتِ الْأَمْرِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَهُبُّ بِهِ الريح.

Latin: Allâhumma lakal-hamdu kalladzi naqûlu wa khairan min mâ naqûlu. Allâhumma la-ka shalāti, wa nusuki wa mahyāya wa mamâti wa ilaika ma abî wa laka rabbî turâtsî. Allâhumma innî a'ūdzu bika min 'adzâbil- qabrî wa waswasatish-shadri wa syatâtil-amri. Allâhumma innî a'ûdzu bi- ka min syarri mâ tahubbu bi-hi ar-rihu.

Artinya: "Ya Allah, untuk-Mu segala puji seperti pujian yang kami ucapkan kepada-Mu dan lebih baik daripada pujian yang kami ucapkan untuk-Mu. Ya Allah, hanya untuk-Mu salat, ibadah, hidup, dan mati hamba. Hanya kepada-Mu tempat kembali hamba dan hanya untuk-Mu, wahai Tuhanku, segala warisan hamba. Ya Allah, sungguh hamba memohon perlindungan kepada-Mu dari siksa kubur, bisikan nafsu, dan tercerai-berainya perkara. Ya Allah, hamba memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan tiupan angin." (HR Tirmidzi).




(irb/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads