Lampu lalu lintas berdasarkan Undang Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan merupakan alat pemberi isyarat lalu lintas atau disingkat APILL. Lampu ini berfungsi sebagai pengendali arus lalu lintas yang dipasang di persimpangan jalan. Seperti perempatan dan pertigaan, tempat untuk menyeberang pejalan kaki, serta tempat arus lalu lintas lainnya.
Pengaturan lalu lintas di persimpangan jalan dibuat untuk mengatur pergerakan kendaraan pada masing-masing jalur agar bisa bergantian. Sehingga tidak membuat macet arus lalu lintas. Lampu lalu lintas bisa dikatakan sebagai penanda kapan kendaraan harus berhenti dan berjalan bergantian dari berbagai arah.
Menariknya, alat pemberi isyarat lalu lintas ini memiliki warna yang sama di seluruh dunia yaitu merah, kuning dan hijau. Masing-masing warna juga memiliki arti yang sama, merah menandakan untuk berhenti, kuning agar berhati-hati dan hijau sebagai isyarat untuk berjalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu mengapa tiga warna tersebut yang dipilih? Bagaimana kisah di baliknya?
Sejarah Lampu Lalu Lintas
Rupanya, lampu lalu lintas dengan sistem listrik ditemukan pertama kali oleh polisi Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat bernama Lester Farnsworth Wire di tahun 1912. Ide ini muncul saat dia melihat tabrakan mobil dengan kereta kuda di persimpangan jalan. Ia kemudian memikirkan cara bagaimana mengatur lalu lintas yang efektif dan aman bagi seluruh kendaraan.
Sebenarnya sebelum ditemukan Lester, sistem pengaturan lalu lintas pada persimpangan sudah ada di London, Inggris pada tahun 1868 dengan sinyal stop and go. Sinyal lalu lintas ini dipasang pertama kali di persimpangan antara Great George Street dan Bridge Street dekat Gedung Parlemen dan Jembatan Westminster.
Sinyal lalu lintas ini mulanya dikendalikan petugas kepolisian yang berjaga. Namun baru satu bulan proyek ini berlangsung, terjadi sebuah peristiwa. Petugas jaga saat itu mengalami nasib apes ketika salah satu lampu meledak tepat di wajahnya karena kebocoran pipa gas. Hal inilah yang kemudian membuat sinyal stop and go tidak digunakan lagi.
Berangkat dari peristiwa yang dilihat dan mengadopsi sistem persinyalan London itulah kemudian Lester melakukan inovasi. Kala itu ia merasa sinyal stop and go punya kelemahan. Yakni tidak ada interval waktu bagi pengendara untuk bersiap berhenti, sehingga masih kerap terjadi kecelakaan.
Kemudian, dia membuat lampu lalu lintas berbentuk rumah burung berisi empat atau seperti huruf T. Lampu ini kemudian diletakkan di tengah persimpangan dengan tenaga kabel troli di atas kepala. Untuk mengubah arah lampu, ada seorang petugas kepolisian yang harus melakukan secara manual.
Penemuan ini kemudian disempurnakan James Hoge dengan membuat lampu lalu lintas yang menyala bergantian dengan tanda stop dan go di tahun 1914. Berbeda dengan Lester yang meletakkan di tengah persimpangan, Hoge memasangnya di masing-masing empat sudut persimpangan menggunakan sebuah tiang.
Selain itu, sistem yang dibuat Hoge ini disambungkan sedemikian rupa sehingga pemadam kebakaran dan petugas polisi bisa menyesuaikan ritme lampu saat terjadi situasi darurat. Atas penyempurnaannya, Ia menerima paten sistem ini di tahun 1918.
Berlanjut di 1917, William Ghiglieri asal San Fransisco kemudian berinovasi dengan hanya menggunakan isyarat lampu merah dan hijau tanpa tulisan di tahun 1917. Sistem yang kemudian ia patenkan ini memiliki opsi otomatis dan manual.
Penemuan warna kuning terjadi di tahun 1920. Seorang perwira polisi Detroit, William Potts-lah yang menciptakan warna ini untuk memberi isyarat hati-hati ke pengguna jalan. Saat itu, dia kerap melihat kendaraan yang melintasi rel kereta api dan tak memperhatikan lampu lalu lintas.
Dengan penemuannya, para pengguna jalan seperti pengendara mobil, petani dan pemilik gerobak hewan dapat berhati-hati saat di persimpangan maupun ketika hendak menyeberang rel kereta api.
Kemudian, sistem yang saat ini digunakan di seluruh dunia termasuk di Indonesia diciptakan pada tahun 1923 oleh Garrett Morgan.
Ia membuat sinyal lalu lintas otomatis elektrik menggunakan tiang berbentuk T dengan tiga posisi. Sistem otomatis elektrik yang dibuat Morgan bisa memberikan jeda yang menghentikan lalu lintas ke segala arah. Sehingga pengendara memiliki waktu untuk melewati persimpangan atau berhenti. Setelah itu, baru sinyal hijau dan merah difungsikan untuk mengatur perjalanan.
Kenapa Lampu Lalu Lintas Berwarna Merah, Kuning dan Hijau?
Pemilihan warna merah untuk menandakan berhenti disebabkan budaya di berbagai daerah. Warna ini kerap dijadikan sebagai tanda peringatan bahaya. Selain itu, cahaya merah punya panjang gelombang paling panjang dibandingkan warna lain pada spektrum yang terlihat. Sehingga dari kejauhan warna ini akan tetap terlihat yang diharapkan dapat meminimalisir kecelakaan.
Kemudian warna hijau dipilih karena nampak sangat kontras dengan warna merah. Visibilitasnya yang tinggi setelah warna merah dan kuning menjadikan cahaya hijau juga dapat dilihat dari jarak jauh. Awalnya, warna hijau juga dibuat sebagai penanda hati-hati, namun diubah setelah adanya kecelakaan dua kereta besar tahun 1914.
Si bungsu dalam penemuan lampu lalu lintas, kuning, dipilih sebab visibilitasnya yang baik. Selain itu, warna ini juga memiliki panjang gelombang terpanjang kedua setelah warna merah di spektrum warna. Sekalipun berada di kondisi dengan pencahayaan sekitar yang buruk, cahaya kuning akan tetap mudah terlihat mata. Sehingga warna kuning dianggap sebagai pilihan tepat untuk menandakan hati-hati.
(irb/fat)