Guru Besar Geofisika Universitas Brawijaya Profesor Adi Susilo mengungkap penyebab fenomena panas yang melanda wilayah Indonesia beberapa waktu terakhir. Hal itu dikarenakan pertumbuhan awan yang sangat minim. Sehingga terjadi paparan sinar matahari langsung tanpa ada penghalang apapun.
"Tapi bukan berarti di musim panas ini anomali iklim El Nino ini tidak ada hujan, tetap ada potensi terjadi hujan. Namun, bukan hujan yang bisa menyebabkan banjir atau sebagainya," ujar Adi Susilo kepada wartawan, Senin (27/5/2024).
Adi Susilo menyebut kondisi ini akan berlaku cukup lama. Bahkan menurut perhitungan, fenomena ini akan berlangsung hingga Oktober 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dampak panas yang terjadi di Indonesia, kata Adi Susilo, dari segi pandang kehidupan praktis adalah panasnya yang sangat menyengat tidak sehat untuk kesehatan ataupun beraktivitas di luar. Jadi, jika ingin keluar ruangan harus menggunakan baju berlengan.
Namun, hindari memakai baju-baju berwarna gelap atau hitam. Karena baju dengan warna tersebut bisa menyerap panas, yang akan membuat panas terperangkap di dalam dan membuat keringat keluar lebih mudah dan mengakibatkan dehidrasi.
"Lalu siapkan payung dan topi untuk menghindari paparan langsung terhadap sinar matahari," imbuhnya.
Adi Susilo menyebut cuaca panas ekstrem tengah melanda negara-negara di ASEAN belakangan ini. Suhu di beberapa negara Asia meningkat drastis, terutama daerah-daerah perkotaan sangat merasakan dampaknya.
Pada akhir April, Kota Manila, yang merupakan wilayah metropolitan di Filipina dengan populasi lebih dari 14 juta jiwa, menyentuh suhu 38,8 derajat celsius yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah mereka. Pada 22 April, suhu panas yang tinggi juga terjadi di Bangladesh, mencapai 43 derajat celsius yang mengakibatkan pemerintah menutup sekolah-sekolah dasar di sana.
Di bulan yang sama, Laos juga mencatat rekor suhu tertinggi sepanjang masa dengan suhu mencapai 43,2 derajat celsius. Di Thailand sendiri dampak yang ditimbulkan sudah sangat serius, terdapat 61 orang tewas akibat heatstroke yang disebabkan suhu panas menyentuh angka 52 derajat celsius.
Namun, hal ini masih belum menunjukkan dampak yang signifikan di Indonesia sendiri. Badan Meteorogi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan cuaca panas yang terjadi di Indonesia disebabkan peralihan musim dari musim penghujan menuju musim kemarau.
"Suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya," terangnya.
Gelombang panas akhir-akhir ini disebabkan beberapa faktor, antara lain karena gerakan semu matahari akhir April dan awal Mei berada di atas lintang 10 derajat Lintang Utara, bertepatan dengan wilayah-wilayah Asia Tenggara daratan.
Hal ini menyebabkan penyinaran matahari sangat terik dan memberikan kondisi yang panas. Rangkaian faktor selanjutnya adalah anomali iklim El Nino 2022/2024, analisis data historis menunjukkan saat terjadi El Nino, dan akan mengalami anomali suhu hingga mencapai 2 derajat di atas normal.
"Adapun faktor berikutnya merupakan pengaruh pemanasan global, yang menyebabkan suhu terus meningkat dari tahun ke tahun," pungkasnya.
(irb/fat)