5 Fakta Ojek Bromo Getok Wisatawan hingga Rp 400 Ribu

5 Fakta Ojek Bromo Getok Wisatawan hingga Rp 400 Ribu

Irma Budiarti - detikJatim
Senin, 27 Mei 2024 12:00 WIB
Gunung Bromo diserbu wistawan pada akhir pekan
Gunung Bromo diserbu wistawan pada akhir pekan. Foto: M Rofiq/detikJatim
Pasuruan -

Ojek Bromo getok tarif hingga Rp 400 ribu viral di media sosial. Belum diketahui secara pasti di mana lokasi kejadian persisnya, dan oknum ojek masih dalam pencarian.

Kasus yang mencoreng nama wisata Bromo mengungkap sisi lain tidak adanya paguyuban ojek Bromo. Hal inilah yang memicu sering terjadi masalah ojek Bromo.

Berikut fakta-fakta ojek Bromo viral getok wisatawan:

1. Ojek Bromo Getok Harga Viral di Media Sosial

Kasus ini berawal dari video yang diunggah wisatawan ke media sosial. Wisatawan tersebut mengaku merasa dirugikan pelaku jasa ojek menembak tarif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau naik ojek ke sini, jangan sampai ketipu ya gays. Tadi perjanjian cepek (seratus ribu)... Sampai sini kita ditembak empat ratus (ribu)," kata wisatawan tersebut dalam video viral yang dilihat detikJatim, Minggu (26/5/2024).

Namun, wisatawan itu tidak menjelaskan secara detail soal di mana lokasi pasti kejadian. Juga tidak menyebutkan apakah tarif Rp 400 ribu yang dimaksud untuk satu orang atau empat orang. Pasalnya, dalam video memperlihatkan ada empat wisatawan.

ADVERTISEMENT

2. Oknum Ojek Sedang Dicari

Camat Tosari Hendi Candra Wijaya mengaku telah mengetahui video viral itu, dan sedang proses pencarian. Menurutnya, mencari oknum pelaku jasa ojek ini lebih susah dibanding jasa wisata lain. Sehingga pihaknya juga meminta bantuan Forum Komunikasi Pariwisata di Tosari.

"Kami sedang mencari agar bisa dipastikan kebenarannya. Karena kan ini juga soal nama baik pelaku wisata dan daerah. Sumbernya ini kan harus jelas kasih info. Ojek wisata itu belum ada paguyuban, jumlahnya tidak tercatat (jadi lebih susah mencarinya)," kataHendi.

3. Belum Ada Paguyuban Ojek Bromo

Hendi mengungkapkan saat ini belum ada paguyuban yang menaungi jasa ojek wisata Bromo. Hal ini tak jarang menimbulkan masalah-masalah yang merugikan wisatawan dan membuat citra buruk pariwisata.

"Beda dengan hardtop, PKL, asongan dan pelaku wisata lainnya yang sudah ada paguyubannya, ojek wisata itu belum ada paguyuban," kata Hendi.

Hendi mengakui tidak adanya paguyuban jasa ojek berpotensi merugikan wisatawan. Jumlah tukang jasa ojek Bromo juga tidak terbatas dan tidak tercatat.

"(Jasa ojek) Bisa aji mumpung. Misal (warga) sedang ke ladang, ada orang butuh, ya ngojek," ungkapnya.

4. Tarif Ojek Belum Ada Aturan Baku

Tidak adanya paguyuban ojek wisata Bromo juga mengakibatkan belum adanya aturan baru tentang tarif ojek. Tak hanya itu, ojek Bromo juga tidak memiliki aturan resmi tentang operasionalnya.

"Karena belum ada paguyuban sehingga terkesan tidak ada aturan atau tidak ada kesepakatan, termasuk tarif, termasuk standar kendaraan yang dipakai itu belum tersentuh," jelas Hendi.

5. Paguyuban Ojek Mendesak Didirikan

Oleh karena itu, Hendi menegaskan pembentukan paguyuban jasa ojek wisata sangat mendesak. Pihaknya pun berkomunikasi dengan TNBTS untuk mewujudkannya.

"Ini yang kami upayakan. Kami menuju ke arah itu, jadi semua pelaku jasa wisata harus ada paguyuban. Hardtop, PKL, asongan, ada. Ojek belum terbentuk," tandasnya.

Saat ini, untuk sementara waktu hingga terbentuknya paguyuban ojek, pengelola wisata Bromo mengupayakan membuat papan pengaduan di beberapa titik.

"Jadi wisatawan bisa mengadukan semua terkait wisata Bromo dan jasa wisata di Bromo dengan lengkap," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(irb/fat)


Hide Ads