- Kumpulan Contoh Khutbah Idul Adha
- Khutbah #1: 6 Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim
- Khutbah #2: Keutamaan Kurban bagi Orang Beriman
- Khutbah #3: Nilai-nilai Kepasrahan Diri dalam Salat Id, Kurban dan Haji
- Khutbah #4: Hikmah Kurban Ikhlas di Dunia dan Akhirat
- Khutbah #5: Kurban Membentuk Keluarga Surgawi
Hari Raya Idul Adha 1445 H/2024 akan segera tiba. Pada momen istimewa ini, salah satu amalan saat Idul Adha adalah mengerjakan salat sunah Id secara berjamaah.
Setelah menunaikan salat id, khatib akan menyampaikan khutbah Idul Adha. Bagi para dai atau khatib yang bertugas menyampaikan kutbah, berikut ini referensi naskah kutbah Idul Adha.
Kumpulan Contoh Khutbah Idul Adha
Khutbah Idul Adha menjadi salah satu bagian penting ketika Hari Raya Idul Adha. Melansir dari berbagai sumber, berikut kumpulan contoh naskah khutbah tema Idul Adha:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khutbah #1: 6 Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللّٰهِ، وَرَحْمَتُهُ الْمُهْدَاةُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الأَمِيْنِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ
مَّا بَعْدُ، فَأُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ، القَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُࣖ .الكوثر
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbhah id pada pagi hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala, kapan pun dan di mana pun kita berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah ta'ala.
Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu, Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Keluarga Nabi Ibrahim adalah keluarga yang saleh. Sang ayah, yaitu Ibrahim, serta istri dan kedua putranya, semuanya adalah hamba-hamba yang saleh. Saleh (shalih) artinya memenuhi hak Allah dan hak sesama hamba. Kesalehan tidak akan dicapai kecuali dengan ilmu dan amal. Tanpa ilmu, seseorang tidak akan mampu beramal dengan benar sesuai tuntunan syariat. Dan ilmu tanpa amal tidak akan mendekatkan diri kepada Allah dan tidak akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang saleh.
Ada banyak sekali sisi kesalehan keluarga Nabi Ibrahim yang dapat kita teladani. Di antaranya adalah hal-hal sebagai berikut.
Pertama, Nabi Ibrahim sangat kuat memegangteguh akidah dan syariat.
Allah ta'ala berfirman:
مَاكَانَ اِبْرٰهِيْمُ يَهُوْدِيًّا وَّلَا نَصْرَانِيًّا وَّلٰكِنْ كَانَ حَنِيْفًا مُّسْلِمًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ (آل عمران: ٦٧)
Artinya: Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, melainkan dia adalah seorang yang memegang teguh Islam. Dia bukan pula termasuk (golongan) orang-orang musyrik. (QS Ali 'Imran: 68)
Nabi Ibrahim sebagaimana nabi-nabi yang lain adalah ma'shum (selalu dijaga oleh Allah) dari kufur atau syirik, dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil yang menunjukkan kehinaan jiwa, baik sebelum maupun setelah diangkat menjadi nabi.
Nabi Ibrahim tidak pernah sedikit pun meragukan ketuhanan Allah. Beliau tidak pernah menyembah selain Allah, tidak pernah menyembah bulan, bintang dan matahari. Nabi Ibrahim tidak pernah menjual berhala bersama ayahnya. Nabi Ibrahim tidak pernah memintakan ampunan dosa kepada Allah untuk ayahnya yang musyrik. Dan Nabi Ibrahim tidak pernah meragukan sifat qudrah (Mahakuasa) Allah ta'ala. Beliau juga tidak pernah berdusta dalam setiap ucapannya.
Kedua, berdakwah dengan penuh hikmah.
Hal itu tercermin tatkala Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk masuk ke dalam agama Islam sebagaimana diceritakan dalam QS al-An'am ayat 41-44. Nabi Ibrahim dengan menjaga adab seorang anak kepada orang tuanya menjelaskan dengan santun kepada ayahnya yang menyembah berhala bahwa berhala tidaklah dapat mendengar doa penyembahnya dan tidak dapat melihat penyembahnya.
Yang demikian itu, bagaimana mungkin ia dapat memberi manfaat kepada penyembahnya, memberi rezeki kepadanya atau menolongnya. Ibrahim mengajak ayahnya untuk menyembah kepada Allah semata, satu-satunya Tuhan yang berhak dan wajib disembah.
Ketiga, berilmu, memiliki hujjah yang kuat dan beramar ma'ruf nahi mungkar dengan penuh keberanian. Nabi Ibrahim telah diberi hujjah yang kuat oleh Allah ta'ala sehingga selalu dapat mematahkan berbagai dalih yang dilontarkan oleh musuh-musuh Islam ketika berdebat.
Allah ta'ala berfirman:
وَتِلْكَ حُجَّتُنَآ اٰتَيْنٰهَآ اِبْرٰهِيْمَ عَلٰى قَوْمِهٖۗ (الأنعام: ٨٣)
Artinya: Itulah hujjah yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. (QS al-An'am: 83).
Karena memiliki hujjah yang kuat inilah, Nabi Ibrahim berhasil membungkam para penduduk daerah Harraan yang menganggap bulan, bintang dan matahari sebagai tuhan. Ibrahim menjelaskan kepada mereka bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak disembah karena mereka adalah makhluk yang mengalami perubahan, terbit lalu tenggelam.
Sesuatu yang berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lain pasti bukan tuhan. Karena sesuatu yang berubah pasti membutuhkan kepada yang mengubahnya. Sesuatu yang membutuhkan kepada yang lain, berarti ia lemah. Dan sesuatu yang lemah tidak mungkin disebut tuhan yang layak disembah.
Perkataan Nabi Ibrahim kepada kaumnya: هذا ربي seperti dikisahkan dalam QS al-An'am ayat 76-78 adalah dalam konteks mendebat kaumnya dan menjelaskan bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak disembah. Perkataan tersebut tidak berarti Ibrahim menetapkan bulan, bintang, dan matahari sebagai tuhan. Karena Nabi Ibrahim tidak pernah mengalami fase kebingungan mencari-cari Tuhan.
Sebelum perdebatan itu, bahkan sebelum diangkat menjadi nabi, beliau telah mengetahui dan meyakini bahwa satu-satunya Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah. Dialah satu-satunya pencipta segala sesuatu, Tuhan yang menghendaki terjadinya segala sesuatu dan yang berbeda dengan segala sesuatu.
Allah ta'ala berfirman:
وَلَقَدْ اٰتَيْنَآ اِبْرٰهِيْمَ رُشْدَهٗ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهٖ عٰلِمِيْنَ (الأنبياء: ٥١)
Artinya: Sungguh, Kami benar-benar telah menganugerahkan kepada Ibrahim petunjuk sebelum masa kenabiannya dan Kami telah mengetahui dirinya (QS al-Anbiya': 51).
Perkataan Nabi Ibrahim: هذا ربي ketika melihat bulan, bintang dan matahari adalah bermakna istifham inkari, yakni beliau bertanya kepada kaumnya dengan maksud mengingkari bukan dengan tujuan menetapkan: "Inikah Tuhanku?".
Seakan-akan beliau ingin mengatakan: "Wahai kaumku, inikah tuhanku seperti yang kalian sangka?. Ini jelas bukan tuhanku karena ia berubah, terbit lalu terbenam." Demikianlah yang dikatakan oleh para ulama tafsir. Ibrahim adalah seorang nabi yang ma'shum dari kemusyrikan sebelum maupun setelah menjadi nabi.
Keempat, dalam berjuang menegakkan agama Allah, tidak ada yang perlu ditakuti dan dikhawatirkan. Rezeki telah diatur. Ajal sudah termaktub.
Hal itu dibuktikan ketika Raja Namrud hendak melemparkannya ke dalam api yang berkobar-kobar, Nabi Ibrahim tidak gentar sedikit pun. Ia yakin sepenuhnya bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang memperjuangkan agama-Nya.
Kelima, tawakal sepenuhnya kepada Allah tanpa meninggalkan ikhtiar.
Hal itu tercermin pada peristiwa di mana Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail yang masih bayi di Makkah yang tandus dan tiada sumber air. Karena takwa dan tawakal yang tertanam kuat di hati Ibrahim dan Hajar, akhirnya Ibrahim meninggalkan keduanya karena menjalankan perintah Allah, dan Hajar rela ditinggal di tempat itu.
Keenam, bersegera menjalankan perintah Allah, seberat dan sebesar apapun risikonya.
Setelah penantian yang begitu panjang, akhirnya Allah mengaruniakan kepada Ibrahim seorang putra yang kemudian diberi nama Ismail. Putra yang sangat dicintainya itu setelah tumbuh menjadi seorang remaja, Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelihnya.
Dengan ketundukan yang total kepada Allah, Ibrahim bersegera menjalankan perintah itu tanpa ada keraguan sedikit pun. Sang putra juga menyambut perintah itu dengan kepasrahan yang total tanpa ada protes sepatah kata pun. Masya Allah!.
Sebuah potret keluarga saleh yang lebih mengutamakan perintah Allah dibandingkan dengan apa pun selainnya. Ayah dan anak saling menolong dan menyemangati untuk melaksanakan perintah Allah.
Dialog indah antara keduanya terekam dalam Al-Qur'an sebagaimana dikisahkan oleh Allah:
قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ (الصافات: ١٠٢)
Artinya: Ibrahim berkata: Duhai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?. (QS ash-Shaffat: 102).
Sebagaimana kita tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sedangkan perkataan Nabi Ibrahim kepada putranya, "Maka pikirkanlah apa pendapatmu?," bukanlah permintaan pendapat kepada putranya apakah perintah Allah itu akan dijalankan ataukah tidak, juga bukanlah sebuah keragu-raguan.
Nabi Ibrahim hanya ingin mengetahui kemantapan hati putranya dalam menerima perintah Allah subhanahu wa ta'ala. Lalu, dengan kemantapan dan keteguhan hati, Nabi Ismail menjawab dengan jawaban yang menunjukkan bahwa kecintaannya kepada Allah jauh melebihi kecintaannya kepada jiwa dan dirinya sendiri:
قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ (الصافات: ١٠٢)
Artinya: Ismail menjawab: Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, in sya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabra. (QS ash-Shaffat: 102).
Jawaban Ismail yang disertai "In sya Allah" menunjukkan keyakinan sepenuh hati dalam dirinya bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah. Apa pun yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki Allah pasti tidak akan terjadi.
Allahu Akbar (3x) walillahilhamdu, ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demi mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrahim lantas menciumnya dengan penuh kasih sayang sembari menangis terharu dan mengatakan kepada Ismail:
نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللّٰهِ
Artinya: Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allah, duhai putraku.
Nabi Ibrahim kemudian mulai menggerakkan pisau di atas leher Ismail. Akan tetapi pisau itu sedikit pun tidak dapat melukai leher Ismail. Hal ini dikarenakan pencipta segala sesuatu adalah Allah subhanahu wa ta'ala. Pisau hanyalah sebab terpotongnya sesuatu.
Sedangkan pencipta terpotongnya sesuatu dan pencipta segala sesuatu tiada lain adalah Allah ta'ala. Sebab tidak dapat menciptakan akibat. Baik sebab maupun akibat, keduanya adalah ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala.
Hadirin yang berbahagia,
Berkat takwa, sabar dan tawakal serta ketundukan total yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail serta Hajar, Allah kemudian memberikan jalan keluar dan mengganti Ismail dengan seekor domba jantan yang besar dan berwarna putih yang dibawa malaikat Jibril dari surga. Hal itu dikisahkan dalam QS ash-Shaffat: 106-107.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Akhirnya kita berdoa, semoga Allah menganugerahkan kepada kita kekuatan untuk meneladani kesalehan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Amin Ya Rabbal 'alamin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah #2: Keutamaan Kurban bagi Orang Beriman
الحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَى الْمُتَّقِيْنَ الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ وَفَضَّلَهُمْ بِالْفَوْزِ الْعَظِيْمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا أَفْضَلُ الْمُرْسَلِيْنَ، اللّهُمَّ فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ذِي الْقَلْبِ الْحَلِيْمِ وَآلِهِ الْمَحْبُوْبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ الْمَمْدُوْحِيْنَ وَمَنْ تَبِعَ سُنَّتَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَبَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ وَنَجَا الْمُطِيْعُوْنَ.
فَقَالَ الله تَعَالىٰ :يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
فَـصَـلِّ لـِرَّبِّـكَ وَانْـحَـرْ.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan limpahan nikmatNya kepada kita. Di antara limpahan nikmat tersebut adalah nikmat umur panjang dan nikmat kesehatan. Ini adalah nikmat terbesar yang diberikan Allah. Kita yakin dan percaya tanpa adanya dua nikmat ini, kita pasti tak akan bisa atau mampu melangkahkan kaki, mengayunkan tangan datang ke tempat ini untuk bersujud kepada Allah SWT.
Maka, selagi Allah SWT memberikan dua nikmat ini kepada kita, maka jangan sia-siakan untuk meningkatkan ibadah kita kepada Allah SWT.
Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada Rasulullah Saw.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
Kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Wujud dari rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan adalah dengan bertaqwa kepada Allah SWT yaitu dengan menjalankan segala yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangannya.
Kemudian menjalankan segala yang diperintahkannya itu, juga mesti diiringi dengan rasa keimanan yang tinggi, bahwa tiada satu pun yang berhak disembah kecuali Allah SWT. Kemudian juga diiringi dengan rasa diawasi oleh Allah sehingga diri ini merasa malu ketika enggan menjalankan segala yang diperintahkan. Kemudian rasa takut, karena di balik perintah tersebut pasti ada yang akan ditimpakan ketika kita enggan menjalankan perintah tersebut.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.
Kaum muslimiin yang dirahmati Allah,
Jika ketakwaan ini sudah tertanam dan mendarah daging dalam diri kita, yakinlah terhadap janji yang Allah berikan kepada kita berupa kelapangan dan keberkahan rezeki, kemudahan dalam segala urusan. Serta, jalan keluar atau kemudahan terhadap persoalan kehidupan yang kita jalani akan kita dapatkan.
Allah berfirman dalam surat At-Talaq:
وَمَنْ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا
Artinya: Barang siapa betakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ...
Artinya: Dan Dia memberikan rezekinya dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, Niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. (QS. At-Thalaq:2-3)
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
Kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Allah SWT tidak memandang memandang dan menilai seseorang dari suku dia berasal, atau dari kepemilikan harta, kedudukan, pangkat dan jabatan. Begitu pula dari rupa dan paras seseorang. Tapi Allah SWT menilai dari ketaqwaan kita.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
Kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Tanpa disangka-sangka Allah SWT kembali mempertemukan kita di hari Idul Adha atau dalam istilah lainnya juga dikenal dengan udhiyah yang artinya hewan yang disembelih pada hari raya idul adha.
Idul Adha merupakan ibadah sembelihan hewan kurban yang kita laksanakan sebagai bentuk wujud rasa syukur kita kepada Allah yang telah memberikan nikmat yang banyak kepada kita, yang diawali dengan salat dua rakaat yang telah kita kerjakan barusan ini.
Allah SWT berfirman:
فَـصَـلِّ لـِرَّبِّـكَ وَانْـحَـرْ
Maka dirikanlah salat dan berkurbanlah.(QS.Al-kautsar:2).
Selain dari ayat di atas, syariat Idul kurban juga dapat kita lihat dalam surat Al-Hajj ayat 36.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَا لْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَـكُمْ مِّنْ شَعَآئِرِ اللّٰهِ لَـكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖفَا ذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَآ فَّۚفَاِ ذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَ طْعِمُوا الْقَا نِعَ وَا لْمُعْتَـرَّۗكَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَـكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya: Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur. (QS. Al-Hajj :36)
Selain Al-Quran seperti yang disebutkan dua ayat di atas, tata pelaksanaan ibadah kurban juga didasari oleh hadis dari Rasulullah. Bahkan salah satu dari hadisnya memberikan peringatan bagi kita yang enggan menjalankan ibadah kurban.
Dari Abi hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih kurban, janganlah mendekati tempat shalat kami". (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim)
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
Kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Hadis di atas, setidaknya memberikan sinyal yang menunjukan kepada kita betapa pentingnya ibadah kurban itu kita laksanakan.
Oleh karena itu khatib mengajak kita semua kalau pada saat kita tidak mampu untuk berkurban, maka setelah ini kita mulai meniatkan dan membulatkan tekat kita untuk melaksanakan kurban di tahun besok. Kita harus menargetkan dan memaksakan diri kita tahun depan saya harus berkurban.
Kalau tidak bisa kita lakukan secara tunai, maka dapat kita lakukan dengan cara membayarnya secara berangsur-angsur. Sebab dia merupakan ibadah yang paling dicintai Allah. Di hari kiamat nanti Allah syafaat bagi mereka yang berkurban.
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan darah itu di sisi Allah SWT segera menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah. (HR. Tirmizy 1493 dan Ibnu Majah 3126).
Selain itu, ibadah kurban termasuk merupakan ibadah yang utama. Sisi keutamaannya pada kita adalah dengan bersandingnya dua perintah yaitu salat dan berkurban sekaligus dalam surat al-Kautsar ayat 2.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menafsirkan ayat ini menguraikan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih kurban. Hal ini menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu', merasa butuh kepada Allah SWT, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah SWT, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.
Oleh sebab itulah, dalam surat lain Allah SWT menggandengkan keduanya dalam firman-Nya:
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
Artinya: Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam. (QS. Al-An'am: 162).
Walhasil, shalat dan menyembelih kurban adalah ibadah paling utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Beliau juga menegaskan: "Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih kurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat."
Wahai orang-orang beriman yakinlah ibadah kurban yang kita kerjakan ini, tidak akan membuat kita rugi. Karena Allah pasti memberikan balasan, kebaikan, serta keselamatan dan keberkahan bagi kita yang selalu menjalankan segala yang diperintahkannya.
نَصْرٌ مِّنَ اللّٰهِ وَفَـتْحٌ قَرِيْبٌ,وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ
Khutbah #3: Nilai-nilai Kepasrahan Diri dalam Salat Id, Kurban dan Haji
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ، أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمُ
Ma'asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Tiada ungkapan lain yang harus kita ucapkan selain kalimat Alhamdulillahirabbil alamin atas anugerah nikmat yang telah dikaruniakan kepada kita semua. Di antara nikmat yang tak bisa kita hitung satu persatu ini adalah kasih sayang Allah pada kita berupa umur panjang dan kesehatan sehingga kita masih bisa bertemu dengan Hari Raya Idul Adha.
Banyak saudara-saudara kita yang telah mendahului kita menghadap Allah SWT dan juga mereka yang saat ini terbaring dalam kondisi sakit sehingga tidak bisa bersama-sama dengan kita beribadah di tempat yang mulia ini.
Selain bersyukur, mari kita maksimalkan nikmat-nikmat ini untuk menjalankan misi utama kita diciptakan di dunia ini yakni beribadah, menyembah Allah SWT. Langkah ini juga merupakan wujud syukur dalam tindakan yang akan menjadikan nikmat-nikmat ini akan tetap kita nikmati dan lebih dari itu, akan ditambah oleh Allah SWT. semoga kita bisa menjadi jiwa-jiwa yang pandai bersyukur berupa syukur dalam ucapan, hati, dan tindakan kita atas semua nikmat ini.
Selain rasa syukur, wasiat takwa juga menjadi kewajiban untuk senantiasa khatib sampaikan kepada jamaah, wabil khusus kepada diri khatib pribadi, agar kehidupan kita di dunia ini menjadi semakin terarah.
Mari kita tingkatkan dan kuatkan takwa kita dalam wujud menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Kehidupan kita akan terarah karena takwa merupakan bekal yang paling penting dalam mengarungi kehidupan di dunia sehingga akan menjadikan kita sukses dalam kehidupan akhirat yang kekal dan abadi nanti.
Allah SWT berfirman:
وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
Artinya: Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat. (QS Al-Baqarah: 197).
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Ma'asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Pada setiap Hari Raya Idul Adha, kita tidak akan bisa terlepas dari tiga ibadah yang mampu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt. ibadah tersebut adalah Shalat Id, Kurban, dan Ibadah Haji.
Selain memupuk ketakwaan dan keimanan kepada Allah swt, tiga ibadah ini mengandung banyak nilai-nilai dan hikmah yang mampu menjadikan kita pribadi yang baik dan semakin dicintai oleh Allah. di antara nilai tersebut adalah kepasrahan diri atau tawakal secara totalitas kepada Allah SWT.
Tawakal adalah memasrahkan setiap perkara kepada Allah. Pasrah kepada Allah bermakna memilih menjadikan Allah sebagai Dzat yang memutuskan hasil dari setiap perkara yang dihadapi seorang hamba. Kepasrahan ini menjadi sebab dicintainya kita oleh Allah sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an surah Al Imran, ayat 159:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Pada kesempatan ini, mari kita resapi nilai-nilai kepasrahan diri atau tawakal kepada Allah dari tiga ibadah yang identik dengan Hari Raya Idul Adha.
Pertama adalah Shalat Id. Ibadah sunnah ini serasa harus dan wajib dilakukan oleh umat Islam pada momentum Idul Adha. Jamaah, mulai dari tua, muda, anak-anak, berbondong-bondong menuju masjid dan tanah lapang untuk melaksanakan shalat dua rakaat ini.
Sejak awal melaksanakannya, kita sudah memasang komitmen kepasrahan diri serta menegaskan bahwa shalat yang kita lakukan semuanya hanya karena dan untuk Allah swt. Dalam shalat kita fokus dan menyerahkan shalat, hidup, dan mati kita hanya kepada Allah swt. Dalam Al-Qur'an disebutkan:
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Al-An'am: 162).
Nilai-nilai kepasrahan ini juga yang harus kita teruskan di luar shalat dan dalam setiap aktivitas kehidupan kita sehari-hari. Tentunya kepasrahan ini juga harus tetap diiringi dengan ikhtiar atau usaha. Bukan hanya pasrah begitu saja. Jika kita sudah berusaha dan pasrah pada Allah swt maka yakinlah Allah akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Ath-Thlaaq ayat 3:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Artinya: Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Ma'asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Kedua, adalah ibadah kurban. Kurban merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah sebagai pengingat bahwa kita sudah diberikan nikmat yang banyak dalam kehidupan ini. Hal ini tertuang dalam surat Al-Kautsar ayat 1-2:
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ
Artinya: Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
Artinya: Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!
Selain memiliki dimensi vertikal yakni semakin mendekatkan diri kepada Allah, kurban juga memiliki dimensi sosial yakni berbagi rezeki dengan orang lain. Dalam ibadah ini, kita harus mengeluarkan uang untuk membeli hewan kurban dan dibagi-bagikan kepada orang lain. Tentu tidak semua orang mau mengeluarkan hartanya untuk melakukan hal ini. Masih banyak orang yang tidak rela dan perhitungan dengan hartanya sehingga tidak mau berkurban di Hari Raya Idul Adha.
Padahal perhitungan seperti ini yang seharusnya kita kikis. Kita harus yakin bahwa dengan kepasrahan harta yang kita gunakan untuk berkurban di jalan Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih banyak lagi. Allah berfirman:
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Baqarah: 261).
Terlebih infak untuk ibadah kurban yang memiliki banyak keutamaan sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya:
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Artinya: Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya. (HR Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah).
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Ma'asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Ketiga, adalah Ibadah Haji. Dalam ibadah yang menjadi rukun Islam kelima ini, kita juga diajarkan nilai-nilai kepasrahan kepada Allah. Bagaimana tidak? Saat menjalankan ibadah haji, kita harus jauh-jauh pergi ke tanah Suci Makkah meninggalkan orang-orang yang kita cintai dan memasrahkan semuanya kepada Allah. Selain itu, kita juga harus merelakan diri untuk mengeluarkan banyak harta agar bisa pergi ke Baitullah menyempurnakan keislaman kita dengan berhaji.
Bukan hanya dari sisi materi, saat ini kita juga mengetahui bersama, betapa panjangnya waktu antrean sampai dengan puluhan tahun agar kita bisa berangkat haji. Ini mengandung hikmah bahwa kita harus tetap berusaha untuk bisa berangkat ke tanah suci dengan upaya mendaftarkan diri lalu setelah itu kita pasrahkan semuanya kepada Allah SWT.
Senada dengan kepasrahan untuk mengeluarkan harta dan lamanya waktu tunggu ini, Allah mengawali perintah haji dengan kata-kata "Lillah" (untuk Allah). hal ini termaktub dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 97:
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
Artinya: (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu) mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.
Ma'asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Demikianlah nilai-nilai kepasrahan diri kepada Allah yang terkandung dalam tiga ibadah di hari Raya Idul Adha. Semoga kita senantiasa bisa mempraktikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah #4: Hikmah Kurban Ikhlas di Dunia dan Akhirat
Allahu Akbar (3x)
ُأَكْبَرُ كَبِيْرًا, وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْراً, وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ, لاَإِلهَ إِلاَّالله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ, لَاإِلهَ إِلاَّالله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحمدُ لله ربِّ العالمين، الحمدُ لله الذي بنعمته تتمُّ الصالحات، وبعَفوِه تُغفَر الذُّنوب والسيِّئات، وبكرَمِه تُقبَل العَطايا والقُربَات، وبلُطفِه تُستَر العُيُوب والزَّلاَّت، الحمدُ لله الذي أماتَ وأحيا، ومنَع وأعطَى، وأرشَدَ وهدى، وأضحَكَ وأبكى؛ ﴿ وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا)
فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ وَالمُؤْمِناَتِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا الله َحَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ فَضِيْلٌ وَعِيْدٌ شَرِيْفٌ جَلِيْلٌ. قَالَ اللهُ تَعَالى فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الَّرجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الَّرحمن الرحيم. إِنّا أَعْطَيْنَاكَ الكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَالأَبْتَرُ
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Waliilahil Hamd
Marilah kita senantiasa bersyukur dan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya. Kita masih diberi nikmat iman dan Islam, kesehatan dan kesempatan untuk melaksanakan berbagai ibadah kepada Allah SWT, termasuk melaksanakan shalat Idul Adha pada pagi hari ini.
Kemudian shalawat serta salam, kita haturkan ke pangkuan baginda Nabi Besar Muhammad SAW, seorang manusia mulia dan nabi terakhir yang dipilih Allah SWT untuk menjadi teladah (uswah) bagi seluruh umat manusia sepanjang masa.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum muslimin jama'ah Iedil Adha rahimakumullah.
Pada pagi hari ini, kaum Muslimin yang menunaikan ibadah haji sebagai tamu Allah SWT, dhuyufurrahman, telah berkumpul melaksanakan wuquf di 'Arafah dan sedang berada di Mina untuk melaksanakan Jumratul 'Aqabah. Mereka dengan pakaian ihramnya, berasal dari berbagai belahan dunia.
Mereka datang dengan latar belakang bangsa, ras, warna kulit, budaya dan strata sosial yang berbeda satu sama lain. Namun, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu memenuhi panggilan Allah SWT untuk menjadi tamu-Nya dan bertauhid meng-Esakan Allah SWT semata.
Bagi kaum Muslimin yang belum memiliki kemampuan menjadi tamu Allah SWT, mereka melaksanakan shalat Idul Adha dan ibadah kurban, sesuai dengan kemampuannya di manapun mereka berada. Ibadah kurban yang dilaksanakan kaum muslimin, sebagai salah satu upaya mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.
Deskripsi kehidupan kaum muslimin ini, menggambarkan interelasi kuat antara orang yang menunaikan ibadah haji, dengan saudara-saudaranya yang tidak pergi ke Baitullah. Oleh karena itu, kita melaksanakan shalat Idul Adlha dan ibadah kurban pada hakikatnya sebagai bentuk kesadaran memenuhi perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum Muslimin sidang jama'ah Idil Adha rahimakumullah.
Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah penting dalam ajaran Islam. Ibadah ini memiliki pondasi kuat dan memiliki akar sejarah panjang dalam tradisi rasul-rasul terdahulu. Ajaran kurban dan praktiknya telah ditunjukkan secara sinergik oleh para nabi dan rasul hingga Nabi Muhammad SAW Nabi Ibrahim AS. dikenal sebagai peletak batu pertama ibadah ini.
Peristiwa penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS terhadap putranya Nabi Isma'il AS merupakan dasar bagi adanya ibadah kurban. Nabi Ibrahim AS dengan penuh iman dan keikhlasan bersedia untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail hanya semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT. Peristiwa yang mengharukan ini, dilukiskan dengan indah oleh Allah SWT dalam Al-Quran surat as-Shaffat ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّيْ أَرَى فِيْ المَنَامِ أَنِّيْ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَآأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَابِرِيْنَ
Artinya: Tatkala anak itu sampai umurnya dan sanggup berusaha bersamasama Ibrahim. Ibrahim berkata ; Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. la menjawab, wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
Ini adalah ujian ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah. Di kemudian hari, pengorbanan ini menjadi anjuran bagi umat Islam untuk menyembelih hewan kurban, setiap 10 Dzulhijah dan pada hari tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Deskripsi historis ini menggambarkan bahwa, keteguhan hati, keyakinan akan kebenaran perintah Allah, keikhlasan, ketaatan, dan kesabaran adalah esensi yang melekat dari ibadah kurban. Nilai-nilai ini telah diimplementasikan dengan baik oleh Nabi Ibrahim dan Ismail AS dalam peristiwa yang mengharukan itu.
Kesanggupan Nabi Ibrahim AS. menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail AS., bukan semata-mata didorong oleh perasaan taat setia yang membabi buta (taqlid), tetapi meyakini bahwa perintah Allah SWT itu harus dipatuhi.
Bahkan, Allah SWT memberi perintah seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang bahwa adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah SWT. Dan adakah mereka juga sanggup memikul amanah sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd Kaum muslimin yang berbahagia
Dalam studi fiqh, kurban sering disebut dengan istilah udhhiyah, karena penyembelihan binatang ternak dilakukan pada saat matahari pagi sedang menaik (dhuha). Oleh karenanya, Ibn Qayyim al-Jauziyah memahami makna kurban dengan tindakan seseorang menyembelih hewan ternak pada saat dhuha, guna menghasilkan kedekatan dan ridha Allah SWT.
Binatang kurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi tadlhiyah yakni pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. (taqarruban wa qurbanan).
Jika menyembelih udlhiyah merupakan ibadah material yang ritual, maka taldhiyah/pengorbanan di jalan Allah SWT merupakan ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas
Dalam ibadah kurban, nilai yang paling esensial adalah sikap batin berupa keikhlasan, ketaatan dan kejujuran. Tindakan lahiriyah tetap penting, kalau memang muncul dari niat yang tulus. Sering kita digoda syetan agar tidak melaksanakan ibadah kurban karena khawatir tidak ikhlas.
Imam al Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumiddin-nya berkata, bahwa syaitan selalu membisiki kita: "Buat apa engkau beribadah kalau tidak ikhlas, lebih baik sekalian tidak beribadah".
Ibadah kurban bukan hanya mementingkan tindakan lahiriyah, berupa menyedekahkan hewan ternak kepada orang lain terutama fakir miskin, tetapi yang lebih penting adalah nilai ketulusan guna mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam beberapa ayat Al-Quran, Allah SWT memperingatkan bahwa yang betul-betul membuahkan kedekatan dengan-Nya (kurban), bukanlah fisik hewan kurban, melainkan nilai takwa dan keikhlasan yang ada dalam jiwa kita. Dalam surat al-Hajj ayat 37, Allah SWT menyebutkan:
لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلأَ دِمَاءُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَقْوَى مِنْكٌم
Artinya: Tidak akan sampai kepada Allah daging (hewan) itu, dan tidak pula darahnya, tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah takwa dari kamu.
Penegasan Allah SWT ini mengindikasikan dua hal. Pertama, penyembelihan hewan ternak sebagai kurban, merupakan bentuk simbolik dari tradisi Nabi Ibrahim AS, dan merupakan syi'ar dari ajaran Islam. Kedua, Allah SWT hanya menginginkan nilai ketakwaan, dari orang yang menyembelih hewan ternak sebagai ibadah kurban.
Indikasi ini sejalan dengan peringatan Rasulullah SAW:
Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat bentuk luarmu dan harta bendamu, tetapi Dia melihat hatimu dan perbuatanmu. (HR Bukhari dan Muslim).
Usaha mendekatkan diri kepada Tuhan terutama melalui kurban, kita lakukan secara terus menerus. Karena itulah agama Islam disebut sebagai jalan (syari'ah, thariqah, dan shirat) menuju dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Melakukan kurban bersifat dinamis dan tiada pernah berhenti, menempuh jalan yang hanya berujung kepada ridha Allah SWT. Dengan demikian, wujud yang paling penting dari kurban adalah seluruh perbuatan baik.
Sehubungan dengan perintah untuk berkurban di atas, maka Rasulullah SAW setiap tahun selalu menyembelih hewan kurban dan tidak pernah meninggalkannya. Meskipun dari sisi ekonomi beliau termasuk orang yang menjalani hidup sederhana, tidak mempunyai rumah yang indah nan megah, apalagi mobil yang mewah. Bahkan tempat tidurnya hanya terbuat dari tikar anyaman daun kurma.
Oleh karena itu, orang Muslim yang telah mempunyai kemampuan untuk berkurban tetapi tidak mau melaksanakannya boleh dikenakan sanksi sosial, ialah diisolasi dari pergaulan masyarakat muslim.
Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw. dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra.:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرِبَنَّ مُصَلاَّناَ
Artinya: Barangsiapa yang mempunyai kemampuan menyembelih hewan kurban tetapi tidak melaksanakannya, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat shalat kita. (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd. Kaum muslimin yang berbahagia
Kalau ibadah kurban dilaksanakan dengan ikhlas demi mengharap ridla Allah SWT akan memberi hikmah dan manfaat bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat. Di antaranya:
· Meningkat keimanan kepada Allah SWT. Ibadah kurban yang dilaksanakan oleh orang muslim dapat melatih kepatuhan dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Orang-orang yang dekat dengan Allah akan memperoleh predikat muqarrabin, muttaqin serta mendapat kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat
· Membersihkan diri dari sifat-sifat bahimiyyah. Pada saat hewan kurban jatuh kebumi maka saat itulah sifat kebinatangan harus sirna, seperti rakus, serakah, kejam dan penindas
· Menanamkan rasa kasih sayang dan empati kepada sesama. Ibadah kurban dalam Islam tidak sama dengan persembahan (offering) dalam agama-agama selain Islam. Islam tidak memerintahkan pemujaan dalam penyembelihan hewan, tetapi Islam memerintahkan agar dagingnya diberikan kepada orang miskin agar ikut menikmati lezatnya daging hewan. Sehingga timbul rasa empati, berbagi, memberi, dan ukhuwah islamiyah antar sesama
Di akhir khutbah ini, dengan penuh khusyu' dan tadharru', kita berdoa kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup kita senantiasa terhindar dari segala keburukan yang menjerumuskan umat Islam. Semoga dengan doa ini pula, kiranya Allah SWT berkenan menyatukan kita dalam kebenaran agama-Nya dan memberi kekuatan untuk memtaati perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Amin Ya Rabbal 'Alamain
Khutbah #5: Kurban Membentuk Keluarga Surgawi
Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuhi
Jemaah sholat Idul Adha yang dirahmati Allah!
Setiap orang mendambakan keluarga harmonis, bahagia dan masuk surga bersama. Untuk meraih tujuan itu berbagai daya dan upaya dikerahkan agar apa yang dicita-citakan bisa direalisasikan.
Membentuk keluarga surgawi harus dilandasi dengan iman dan akhlak. Nabi bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya: Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. (HR. Tirmidzi no.1162).
Nabi Ibrahim juga mendapat julukan uswatun hasanah, disaksikan langsung oleh Allah. Allah SWT berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
Artinya: Sungguh telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya. (QS.Al-Mumtahanah: 60/4).
Ibadah Kurban sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. hanya kepada Allah seluruh ibadah ditujukan dan hanya kepada Allah kita berserah diri. Allah berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. (QS.Al-An'am: 6/162).
Jemaah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah!
Bagaimana cara membentuk keluarga surgawi?
Tentunya kita patut meneladani karakter nabi Ibrahim dalam membentuk keluarga surgawi. Allah berfirman QS. An-Nahl: 16/120-123:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: Sungguh Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang menyekutukan Allah). QS. An-Nahl: 16/120.
Pertama, Al-Ummah, yang dapat dijadikan teladan
Nabi Ibrahim adalah sosok kepala keluarga yang menjadikan istrinya, anaknya dan semua yang dimilikinya sebagai sarana mengajarkan kebaikan dan menggapai keridhaan Allah.
Berikut ini do'a wajib setiap kepala keluarga:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Artinya: Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan hidup dan keturunan sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. (QS.Al-Furqan: 25/74).
Nabi Ibrahim bersama keluarganya menghimpun banyak karakter kebaikan. Sosok pribadi yang menjadi inspirator kebaikan. Sehingga kebaikannya banyak diikuti oleh manusia sepanjang zaman hingga saat ini.
Kedua, Qonitan Lillah, tunduk taat perintah Allah
Nabi Ibrahim selalu bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah Allah. Allah SWT berfirman:
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهدِيَنَّهُم سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلمُحسِنِينَ
Artinya: Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam (mencari keridhaan) kami, maka kami (Allah) akan menunjukkan pada jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang berbuat baik. (QS. Al-Ankabut: 69).
Subhanallah. Ketika nabi Ibrahim diperintah Allah, tidak ada protes, kalimat bantahan, atau mencari-cari alasan untuk tidak menerima perintah yang tidak masuk akal itu.
Maka, Nabi Ibrahim seraya berdoa kepada Allah.
رَّبَّنَآ إِنِّىٓ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجْعَلْ أَفْـِٔدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِىٓ إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya: Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, agar mereka bersyukur. (QS. Ibrahim: 37)
Dari lembah yang tandus, Mekah hari ini menjadi tempat di dunia yang paling banyak dikunjungi jutaan umat manusia untuk melakukan ibadah haji dan umrah serta berkah rezeki yang melimpah.
Jamaah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah!
Ketiga, Al-Hanif, pribadi yang lurus
Karakter Nabi Ibrahim yang ketiga adalah al-Hanif. Telah terbukti beliau adalah pribadi yang lurus dan bukan tergolong orang musyrik.
Kita tahu bagaimana perjuangan Nabi Ibrahim memerangi kemusyrikan dan membebaskan masyarakatnya dari belenggu kemusyrikan. Beliau menghancurkan 72 berhala Raja Namrud, hingga rela harus dibakar hidup-hidup.
Nabi Ibrahim selamat setelah dilemparkan ke dalam lautan api oleh Raja Namrud, seraya berdoa:
یٰنَارُ کُوۡنِیۡ بَرۡدًا وَّ سَلٰمًا عَلٰۤی اِبۡرٰہِیۡمَ
Artinya: Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim. (QS. Al-Anbiya': 21/69).
Alhasil, maka Allah melindungi Ibrahim dari panas api tersebut dengan cara mencabut sifat panas dan membakar, dari api yang sedang menyala sehingga Ibrahim tidak merasa panas ketika dibakar dan tidak terbakar dalam api unggun yang menyala-nyala.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda:
حَسْبُنَا ٱللَّهُ وَنِعْمَ ٱلْوَكِيلُ
Artinya: Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. (HR. Bukhori).
Demikianlah pertolongan dan perlindungan yang pasti diberikan Allah kepada para nabi dan hamba yang saleh, kemudian selalu berbuat kebaikan peduli dan berbagi. Dan selalu mengharap ridho ilahi.
Jamaah Salat Idul Adha yang dirahmati Allah!
Keempat, Syakiran Lian'umihi, pandai bersyukur
Karakter Ibrahim yang keempat adalah "syaakiran li an'umihi," yakni seseorang yang senantiasa bisa mensyukuri nikmat-nikmat Allah kepadanya.
Kurban sendiri berasal dari kata qaraba atau qaruba yang secara harfiah bermakna mendekatkan diri yang diwujudkan dengan rasa syukur.
Mari kita tengok, bagaimana dengan keadaan kita? Sudahkah kita jadi hamba Allah yang bersyukur?
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
Artinya: Berkurban bentuk mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan selama ini, jika kita pandai bersyukur pasti Allah akan tambahkan nikmat, tapi sebaliknya jika kita kufur pasti adzab yang pedih menghampirinya. (QS Ibrahim: 7)
Jamaah Salat Idul Adha yang dirahmati Allah!
Dengan keempat karakter itulah, Ibrahim dipilih sebagai wali Allah bergelar kholilullah dan menjadi Bapak para Nabi dan Rasul.
اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya: Allah telah memilihnya dan menunjuknya ke jalan yang lurus. QS. An-Nahl: 16/121.
وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً ۖ وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya: Dan kami berikan kebaikan di dunia. Dan termasuk orang yang soleh. (QS. An-Nahl: 16/122).
Jamaah salat Idul Adha yang dirahmati Allah!
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: Kemudian kami wahyukan kepadamu "Muhammad": Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif. Dan dia bukan orang-orang yang menduakan Allah. QS. An-Nahl: 16/123.
Jamaah salat Idul Adha yang dirahmati Allah!
Pertama, kurban adalah saran untuk mendekatkan diri kepada Allah dan dilandasi dengan iman, ikhlas untuk meraih ridha ilahi.
Pertama, meneladani empat karakter Nabi Ibrahim dalam membentuk keluarga surgawi, yaitu: Al-Ummah, Pemimpin yang dapat dijadikan teladan dan contoh; Qonitan Lillah, Tunduk patuh dalam melaksanakan perintah Allah; Al-Hanif, Lurus istiqomah dan tidak menduakan Allah (berbuat syirik); Syaakiran Lian'umihi, Pandai bersyukur jika mendapat nikmat. Pandai bersabar jika ditimpa musibah.
Kedua, dengan empat karakter tersebut Nabi Ibrahim dipilih sebagai wali Allah bergelar Khalilullah, kekasih Allah. Karena selalu mendahulukan perintah Allah daripada kepentingan pribadi.dan menjadi bapak para Nabi dan Rasul.
Ketiga, mari kita bangun keluarga yang surgawi, tunduk patuh dengan perintah Allah dan selalu mendahulukan perintah Allah daripada kepentingan pribadi dan golongan.
Artikel ini ditulis oleh Najza Namira Putri, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/fat)