Setiap tahun, masyarakat Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 2 Mei. Peringatan Hardiknas bertujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi setiap insan.
Hardiknas biasa dirayakan dengan melaksanakan upacara bendera di berbagai instansi pendidikan. Lantas, mengapa 2 Mei dipilih sebagai peringatan Hardiknas? Simak penjelasannya berikut ini.
Baca juga: Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei |
Alasan 2 Mei Diperingati Hari Pendidikan Nasional
Ternyata, ada alasan tersendiri di balik perayaan Hardiknas setiap 2 Mei. Tanggal tersebut dipilih karena bertepatan dengan hari lahir Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sosok Ki Hajar Dewantara dikenal atas dedikasinya yang tinggi terhadap pendidikan di Indonesia. Hal tersebut membuat Presiden Soekarno menetapkan Hari Pendidikan Nasional sebagai salah satu hari nasional bukan tanggal merah dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres RI) Nomor 67 Tahun 1961.
Sejarah Hari Pendidikan Nasional
Dilansir dari berbagai sumber, Ki Hajar Dewantara lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga bangsawan dari pasangan GPH Soerjaningrat dan Raden Ayu Sandiah sekaligus cucu dari Sri Paku Alam III.
Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh yang aktif menyuarakan hak-hak kesetaraan pribumi, khususnya dalam bidang pendidikan. Pada masa kolonial Belanda, dia beserta Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo yang dikenal dengan julukan Tiga Serangkai mendirikan organisasi politik Indische Partij.
Organisasi tersebut bertujuan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Saat hendak mendaftarkan Indische Partij agar berstatus badan hukum, pemerintah Belanda menolak karena dianggap berpotensi membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk melawan pemerintahan kolonial.
Meski begitu, hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya. Ki Hajar Dewantara kemudian menulis buku berjudul Als Ik Een Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Eeen voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga).
Dua buku tersebut berisi kritiknya terhadap kebijakan pendidikan semasa pemerintah Hindia Belanda. Kritikan tersebut membuat Ki Hajar Dewantara diasingkan ke Belanda. Momen pengasingan itu dimanfaatkannya untuk memperdalam ilmu pendidikan agar bisa diimplementasikan di Indonesia.
Sekembalinya Ki Hajar Dewantara ke Tanah Air pada 1918, ia mengajar di sekolah binaan saudaranya. Kemudian pada 3 Juli 1922, ia mendirikan lembaga pendidikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa).
Lembaga ini menjadi penanda keseriusannya meningkatkan kualitas pendidikan rakyat Indonesia. Ketika Taman Siswa berdiri, ia memutuskan mengganti namanya dari Raden Mas Soewardi menjadi Ki Hajar Dewantara karena tidak ingin gelar kebangsawanannya menjadi pembatas untuk lebih dekat dengan rakyat.
Dedikasi Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pengajaran pertama di Indonesia Presiden Soekarno. Ki Hajar Dewantara juga menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada pada 19 Desember 1956.
Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/fat)