Puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban yang harus dikerjakan oleh umat Islam. Pada bulan ini pula, doa seorang hamba akan diijabah oleh Allah SWT.
Pada bulan Ramadan, umat Islam berlomba-lomba untuk melakukan ibadah sebaik-baiknya. Akan tetapi, di sisi lain, seseorang juga memiliki kewajiban untuk menafkahi anak dan istrinya.
Terkadang, sebuah kewajiban untuk menjalankan ibadah puasa tersebut, berbenturan dengan kewajiban memberikan nafkah kepada anak dan istrinya. Misalnya, tentang pekerjaan beberapa umat Islam yang cukup berat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan begitu, apakah umat Islam tersebut boleh untuk tidak berpuasa? Simak penjelasannya berikut!
Adakah Pekerjaan yang Memperbolehkan untuk Tidak Berpuasa?
Pimpinan Pondok Sabilillah Surabaya, KH Muhammad Basuni mengatakan, syarat dari orang yang menjalankan ibadah puasa adalah kuat. Apapun aktivitas umat Islam, seberat apapun pekerjaannya, seperti tukang becak, tukang bangunan, dan sebagainya, apabila masih kuat, maka wajib seorang muslim untuk berpuasa.
Seringan apapun sebuah pekerjaan, akan tetapi menjadikan seorang muslim tidak kuat untuk berpuasa, maka tidak wajib bagi mereka untuk puasa. Seseorang harus tetap berniat, akan tetapi apabila tidak kuat, mereka boleh membatalkannya. Namun, umat Islam wajib untuk mengqadhanya selepas bulan Ramadan.
"Intinya sebuah pekerjaan yang boleh membuat seseorang untuk membatalkan puasanya adalah ketika dia tidak kuat untuk menjalankan ibadah puasa dikarenakan pekerjaan itu. Ukuran berat dan tidaknya, ukuran tentang jenis pekerjaannya, itu tidak dijadikan sebuah permasalahan. Akan tetapi, kuat tidaknya kita dalam menjalankan ibadah puasa," jelas KH Muhammad Basuni
Melansir dari MUI, hal tersebut juga selaras dengan pendapat Abu Bakar al-Ajiry tentang hukum puasa bagi pekerjaan berat yakni sebagai berikut:
قَالَ أَبُو بَكْرٍ الآجِرِي: مَنْ صَنَعَتْهُ شَـاقَـةٌ : فَـإِنْ خَافَ بِالصَّوْمِ تَلَفاً ، أَفطَرَ وَقَضَى إِنْ ضَرَّهُ تَرْكُ الصَنْعَةِ ، فَإِنْ لَمْ يَضُرُّهُ تَرْكُهَـا ، أَثِمَ بِالفِطْرِ ، وَإِنْ لَمْ يَنْتَفِ التَّضَرُّرُ بِتَرْكِهَا ، فَلاَإِثْمَ عَلَيْهِ بِـالفِطْرِ لِلْعُـذْرِ . وَقَرَّرَ جُمْهُورُ الفُقَهَاءِ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى صَاحِبِ العَمَلِ الشَّاقِّ كَالحَصَّادِ والخَبَّازِ وَالحَدَّادِ وعُمَّالِ المنَاجِمِ أَنْ يَتَسَحَّرَ وَيَنْوِيَ الصَّوْمَ ، فَإِنْ حَصَلَ لَهُ عَطَشٌ شَدِيْدٌ أَوْ جُوْعٌ شَدِيْدٌ يَخَافُ مِنْـهُ الضَّرَرُ ، جَازَ لَهُ الفِطْرُ ، وَعَلَيْهِ القَضَـاءُ ، فَـإِنْ تَحَقَّقَ الضَّرَرُ وَجَبَ الفِطْرُ
"Abu Bakar al-Ajiri berpendapat seorang pekerja berat bila dia amat khawatir akan keselamatan nyawanya, boleh berbuka, akan tetapi tetap menggantinya dengan catatan pekerjaan tersebut memang benar-benar tidak bisa ditinggalkan (bila ditinggalkan akan berakibat fatal, mudharat)."
Dalam pendapat tersebut menyimpulkan, bahwa pekerja berat tetap harus melakukan sahur dan niat seperti biasanya. Akan tetapi apabila puasa tersebut terasa berat untuk dijalankan, pekerjaan juga tidak bisa tinggalkan, maka boleh baginya untuk membatalkan puasa dan tidak ada dosa baginya
Hanya saja mereka wajib untuk mengganti puasa tersebut di hari lain. Apabila ketika berpuasa ada hal yang menyebabkan nyawa terancam atau keadaan yang genting, maka wajib bagi umat islam untuk membatalkan puasanya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah berikut :
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Mahapenyayang kepadamu" (QS An Nisa [4] : 29).
(hil/dte)