Salat tarawih termasuk ke dalam salat malam yang dikerjakan semasa bulan Ramadan. Ibadah ini dilakukan umat Islam sebagai upaya untuk menghidupkan malam Ramadan.
Tarawih dilakukan seusai melaksanakan salat isya dan ditutup dengan salat witir. Ternyata, salat tarawih telah dilakukan Rasulullah SAW sejak tahun kedua hijriah. Bagaimana asal mula pelaksanaan salat tarawih?
Simak informasinya berikut ini:
Sejarah Salat Tarawih
Merangkum dari laman Nahdlatul Ulama (NU), periode sejarah dalam pelaksanaan tarawih terbagi menjadi dua linimasa yang meliputi zaman Rasulullah SAW serta zaman khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Salat tarawih pada masa Rasulullah SAW
Rasulullah SAW mengerjakan salat tarawih pada tanggal 23 Ramadan tahun kedua hijriah. Pada masa itu, Rasulullah SAW tidak selalu mengerjakan salat tarawih di masjid. Ini dijelaskan dalam hadis berikut.
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: "Dari 'Aisyah Ummil Mu'minin radliyallahu 'anha, sesungguhnya Rasulullah pada suatu malam shalat di masjid, lalu banyak orang shalat mengikuti beliau. Pada hari ketiga atau keempat, jamaah sudah berkumpul (menunggu Nabi) tapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam justru tidak keluar menemui mereka. Pagi harinya beliau bersabda, 'Sunguh aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidak datang ke masjid karena aku takut sekali bila shalat ini diwajibkan pada kalian." Sayyidah 'Aisyah berkata, 'Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan'." (HR Bukhari dan Muslim)
Hadis tersebut menerangkan bahwa Rasulullah SAW pernah melaksanakan tarawih pada malam-malam awal Ramadan. Namun, Rasulullah SAW memilih mengurungkan niatnya untuk pergi ke masjid karena antusiasme para sahabat yang begitu tinggi.
Hal ini dilakukan karena Rasulullah SAW mengkhawatirkan apabila diturunkan perintah kewajiban salat tarawih yang nantinya akan memberatkan umat Islam. Selain itu, beliau juga khawatir akan timbulnya salah persepsi di kalangan umat bahwa tarawih merupakan ibadah wajib karena tidak pernah ditinggalkan Rasulullah SAW.
2. Salat tarawih pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, umat Islam mengerjakan tarawih secara sendiri-sendiri (munfarid) atau dalam kelompok kecil berjumlah tiga, empat, atau enam orang. Saat itu belum ada salat tarawih berjamaah dengan satu imam di masjid. Terlebih, ketentuan pelaksanaan salat tarawih belum tertuang secara jelas.
Keadaan tersebut berubah ketika zaman Umar bin Khattab. Beliau berinisiatif untuk menggelar tarawih secara berjamaah agar dapat lebih kondusif. Ini sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
Artinya: "Dari 'Abdirrahman bin 'Abdil Qari', beliau berkata: 'Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu 'anh ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjamaah. Lalu Sayyidina Umar berkata: 'Saya punya pendapat andai mereka aku kumpulkan dalam jamaah satu imam, niscaya itu lebih bagus." Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka'ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata, 'Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjamaah)." (HR Bukhari)
Dari sini dapat disimpulkan bahwa Umar bin Khattab merupakan orang yang pertama kali mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan salat tarawih secara berjamaah. Adapun jumlah rakaat yang dilakukan adalah sebanyak 20 rakaat.
عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَنِ عُمَرَرضي الله عنه فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً
Artinya: "Dari Yazid bin Ruman telah berkata, 'Manusia senantiasa melaksanakan shalat pada masa Umar radliyallahu 'anh di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat (20 rakaat tarawih, disambung 3 rakaat witir)," (HR Malik)
Bukti lain dari keterangan tersebut adalah hadist yang diriwayatkan Sa'ib bin Yazid.
عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً (رواه البيهقي وَصَحَّحَ إِسْنَادَهُ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ)
Artinya: "Dari Sa'ib bin Yazid, ia berkata, 'Para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat." (HR. Al-Baihaqi, sanadnya dishahihkan oleh Imam Nawawi dan lainnya)
Anjuran Salat Tarawih
Meski hukumnya sunah, Rasulullah SAW sangat menganjurkan untuk mengerjakan salat tarawih. Anjuran melaksanakan tarawih disampaikan Rasulullah SAW melalui sabdanya. Ini karena tarawih dapat menghapus dosa bagi yang mengerjakannya.
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: "Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau." (HR al-Bukhari, Muslim, dan lainnya)
Anjuran ini juga tertuang dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dengan redaksi berbeda.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: "Dari Abi Hurairah radliyallahu 'anh Rasulullah gemar menghidupkan bulan Ramadhan dengan anjuran yang tidak keras. Beliau berkata: 'Barangsiapa yang melakukan ibadah (shalat tarawih) di bulan Ramadhan hanya karena iman dan mengharapkan ridha dari Allah, maka baginya di ampuni dosa-dosanya yang telah lewat" (HR Muslim)
Para ulama sepakat bahwa kalimat qama ramadlana di dalam hadis tersebut merujuk pada makna salat tarawih. Meski begitu, ada perbedaan dalam memaknai jenis dosa yang diampuni.
Menurut Imam Al-Haramain, hanya dosa-dosa kecil yang diampuni, sementara dosa besar hanya dapat diampuni dengan bertaubat. Sedangkan menurut Imam Ibnu Al-Mundzir, kata dosa dalam hadis di atas termasuk kategori lafadh (kata umum) yang berarti dapat mencakup baik dosa kecil maupun besar.
Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(hil/fat)