Ramadan merupakan momentum yang tepat bagi umat Muslim untuk meningkatkan ibadah dan memperbanyak amal baik. Ramadan juga menjadi waktu terbaik dalam menyelesaikan urusan utang piutang sebagai bagian dari upaya melunasi kewajiban sebelum menunaikan ibadah puasa.
Dalam agama Islam, hukum membayar utang merupakan suatu kewajiban yang sangat diutamakan. Namun, menagih utang dengan amarah tidak sesuai dengan nilai-nilai Ramadan yang mengajarkan kebaikan, kemurahan hati dan pengampunan.
Selain menahan haus dan lapar, puasa juga mengharuskan kita untuk mengendalikan emosi marah. Terkadang, persoalan utang piutang kerap kali menjadi sumber munculnya amarah, utamanya ketika sedang berpuasa. Lantas, bagaimana hukum menagih utang dengan amarah ketika berpuasa?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Menagih Utang dengan Amarah Saat Puasa
Dikutip dari penjelasan Pengasuh Madrasah Diniyah Hidayatul Mibtadiin Surabaya, Moh Abdul Mughis menyatakan, membayar utang dan menagih utang hukumnya wajib. Orang yang ditagih utang hendaknya berterima kasih dan bersyukur kepada peminjam utang karena telah mengingatkan kewajiban yang harus ditunaikan.
Namun pada kenyataannya, sebagian orang merasa tersinggung dan marah ketika diingatkan untuk membayar utang. Lantas bagaimana jika saat menagih utang, pihak yang ditagih justru merespons dengan kemarahan bahkan menimbulkan perdebatan antarkeduanya?
Moh Abdul Mughis menyebutkan, jika emosi yang muncul sudah berada di tahap saling membenci, maka hal tersebut dapat merusak dan mengurangi pahala puasa mereka.
Oleh karena itu, orang yang berutang sudah seharusnya memenuhi kewajiban untuk melunasi utang dan bersyukur atas pengingatnya. Dalam hukum Islam, utang yang tidak dibayarkan dapat memberatkan manusia karena kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat.
Hukum Menagih Utang dalam Islam
Hukum utang piutang dianggap sebagai ibadah berpahala karena menolong saudara sesama muslim yang sedang mengalami kesulitan. Syariat Islam memperbolehkan pemberi utang untuk menagih harta yang dipinjamkan, asalkan orang yang berutang sudah mampu membayar utangnya.
Namun, Islam melarang untuk menagih utang kepada orang yang berada dalam keadaan belum mampu untuk melunasinya. Dengan begitu, pemberi pinjaman wajib menunggu hingga orang yang berutang berada dalam kondisi lapang dan mampu.
Anjuran untuk tidak menagih utang kepada orang yang tidak mampu telah disampaikan dalam Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 280, sebagaimana Allah SWT berfirman:
وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَن تَصَدَّقُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: "Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS Al-Baqarah: 280).
Adab Menagih Utang dalam Islam
Ketika menagih utang kepada orang lain, terdapat beberapa adab yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan sebuah perdebatan. Melansir dari laman Kemenag, berikut adab dalam Islam yang perlu diperhatikan saat menagih utang:
- Menagih utang saat jatuh tempo sudah sesuai dengan kesepakatan
- Menagih utang dengan menggunakan cara yang baik
- Jika orang yang berhutang belum mampu membayar, maka dianjurkan untuk menunggu hingga mampu melunasi atau diberi kebebasan atas utangnya
- Tidak boleh mengambil keuntungan dari utang yang dipinjamkan.
Artikel ini merupakan ulasan dari Kurma (Kuliah Ramadhan). Kurma merupakan kumpulan video pendek produksi detikJatim yang tayang khusus di bulan suci Ramadan. Kurma menghadirkan pendakwah yang mengulas seputar puasa dipadu dengan video sketsa. Memasuki season 2, tahun ini Kurma memberikan sentuhan berbeda dengan mengajak kiai-kiai kampung dan menjelajahi spot ngabuburit di Jatim. Saksikan terus 30 episode Kurma hanya di detikJatim!
(hil/dte)