Tahun kabisat erat kaitannya dengan sistem penanggalan Masehi. Kabisat hanya terjadi empat tahun sekali.
Pada tahun kabisat, bulan Februari terdiri dari 29 hari. Lantas, apa alasan di balik adanya tahun kabisat?
Alasan Adanya Tahun Kabisat
Bumi membutuhkan waktu sekitar 365 hari untuk mengorbit matahari dan 24 jam untuk berputar pada porosnya. Meski begitu, waktu proses pergerakan bumi ini bukanlah waktu pasti. Masih ada waktu yang tersisa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dirangkum dari laman Sampoerna Academy, pembulatan angka 365 hari dan 24 jam dilakukan untuk mempermudah manusia. Lalu, ke mana sisanya?
Sisa dari waktu tersebut tidaklah hilang begitu saja. Melainkan, sisa itu diakumulasikan setiap empat tahun agar menjadi satu hari utuh. Satu hari ini ditambahkan pada bulan Februari.
Kehadiran tahun kabisat sangat penting bagi keberlangsungan hidup. Jika tidak ada tahun kabisat, waktu yang tersisa akan semakin bertambah menjadi hari, minggu, hingga bulan. Hal ini bisa berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan, salah satunya perhitungan pergantian musim.
Sejarah Tahun Kabisat
Tahun kabisat ternyata sudah ada sejak masa kepemimpinan Julius Caesar pada tahun 44 SM. Pada saat itu, sistem pengkalenderan bangsa Romawi hanya memiliki 355 hari.
Melansir dari laman Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), sistem penanggalan Romawi yang belum pasti dan kerap berubah kala itu membuat kalender Romawi tidak dapat dipatenkan.
Durasi musim dingin yang bervariasi dan hanya memiliki 11 bulan menjadi penyebabnya. Sehingga festival musim dingin yang digelar setiap tahunnya tidak diadakan pada tanggal yang sama.
Baca juga: Sejarah Panjang Kalender Masehi |
Untuk mengatasinya, bangsa tersebut memutuskan menambahkan bulan Januari dan Februari. Sistem ini didasarkan pada pergerakan matahari yang dalam setahun terdiri dari 365 hari. Selain itu, Julius Caesar yang sempat hidup di Mesir juga mengakui keunggulan dari sistem kalender di Negeri Piramida itu.
Sistem penanggalan Mesir memiliki 365 hari dengan adanya bulan selingan. Bulan selingan ini dimasukkan di bulan tertentu oleh astronot ketika mereka mengamati bintang.
Sebenarnya, sistem perhitungan ini sudah dilakukan juga oleh astronom Romawi saat itu bernama Sosigenes. Ia menghitung bahwa memerlukan 365 hari, 5 jam, 48 menit, dan 5 detik bagi bumi untuk mengitari matahari. Dalam kata lain, masih terdapat sisa sekitar 5 jam setiap tahunnya.
Sosigenes mengatasi hal tersebut dengan menambahkan satu hari pada bulan Februari yang hanya memiliki 28 hari. Satu hari ini ditambahkan setiap empat tahun sekali. Tahun inilah yang kita kenal sekarang sebagai tahun kabisat.
Cara Menghitung Tahun Kabisat
Untuk mengetahui suatu tahun termasuk tahun kabisat atau bukan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Berikut beberapa cara menghitung tahun kabisat.
- Jika angka dari suatu tahun habis dibagi 400, maka bisa dipastikan tahun tersebut adalah tahun kabisat.
- Jika angka dari suatu tahun tidak habis dibagi 400, tetapi habis dibagi 100, maka bisa dipastikan tahun tersebut bukanlah tahun kabisat.
- Jika angka dari suatu tahun tidak habis dibagi 400 dan 100, tetapi habis dibagi 4, maka bisa dipastikan tahun tersebut adalah tahun kabisat.
- Jika angka dari suatu tahun tidak habis dibagi ketiga angka tersebut, maka bisa dipastikan tahun tersebut bukanlah tahun kabisat.
Februari 2024
Berdasarkan penghitungan tahun kabisat, tahun 2024 tidak habis dibagi angka 400 maupun 100. Namun, tahun 2024 habis dibagi dengan angka 4.
Dengan begitu, 2024 termasuk tahun kabisat. Sehingga bulan Februari 2024 memiliki 29 hari dalam satu bulan kalender Masehi.
Itulah penjelasan singkat mengenai alasan mengapa tahun kabisat hanya terjadi empat tahun sekali. Semoga bermanfaat.
Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/sun)