Forum Penyelamat Pemilu Jurdil (FPPJ) yang terdiri dari ratusan ulama deklarasi di Surabaya menolak hasil Pemilu 2024. Mereka juga menuntut pencoblosan ulang dan mengeluarkan mosi tidak percaya.
Penolakan hasil Pemilu dilatarbelakangi dugaan kecurangan Pemilu 14 Februari 2024. Mereka menyebut Pemilu Serentak 2024 penuh kecurangan dan intimidasi untuk memenangkan paslon tertentu.
"Pertama kami menolak hasil Pemilu 2024 yang penuh kecurangan, ketidakadilan, intervensi, dan pengancaman," kata deklarator FPPJ 2024 Zainal Arifin di Surabaya, Sabtu (24/2/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka pun mendesak DPR menggunakan hak angket yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut FPPJ, Jokowi mengintervensi masyarakat agar mendukung paslon 02 Prabowo-Gibran.
"Dua, kami mendesak DPR RI untuk melaksanakan hak angket meminta pertanggungjawaban pemerintah," tegasnya.
Selain pernyataan tersebut, FPPJ sekaligus membacakan mosi tidak percaya kepada KPU sebagai penyelenggara Pemilu 2024 dan Presiden Jokowi. Menurut Zainal, selama proses pemilu, Jokowi tidak menunjukkan sikapnya sebagai negarawan dan malah mendukung paslon tertentu.
"Kami menyatakan mosi tidak percaya kepada penyelenggara Pemilu tahun 2024. Kami juga menyatakan mosi tidak percaya kepada presiden Indonesia yang tidak memberi teladan yang baik dalam pelaksanaan Pilpres 2024, dan kami mendesak DPR RI untuk memakzulkan presiden Indonesia," tambahnya.
Zainal memastikan pihaknya akan mendatangi beberapa lembaga negara seperti DPR RI dan KPU. FPPJ akan menuntut lembaga negara tersebut agar menggelar Pemilu 2024 secara adil dan transparan.
"Kami berkumpul bukan soal angka-angka, tetapi ingin Pemilu jurdil agar proses tersebut menghasilkan pemimpin yang baik," katanya usai acara.
Para relawan juga mengaku menemukan bukti kecurangan Pemilu 2024. Mereka akan mengumpulkan berbagai bukti dugaan kecurangan tersebut untuk segera ditindaklanjuti dan diproses di Bawaslu.
"Bersama kawan-kawan akan melakukan audiensi dengan DPR dan mendorong penyelenggara mereka berlaku adil. Kami menemukan kecurangan ada intimidasi dari penyelenggara negara. Biarkan masyarakat menentukan pilihannya tanpa intimidasi," pungkasnya.
(irb/sun)