Punahnya Harimau Jawa, Korban Penggundulan Hutan hingga Rampogan Macan

Punahnya Harimau Jawa, Korban Penggundulan Hutan hingga Rampogan Macan

Albert Benjamin Febrian Purba - detikJatim
Kamis, 22 Feb 2024 08:15 WIB
Ilustrasi harimau Jawa
Ilustrasi harimau jawa/Foto: Ilustrator: Edi Wahyono
Surabaya -

Harimau jawa adalah salah satu dari sekian banyak hewan endemik dari Pulau Jawa. Kucing besar ini dinyatakan punah sejak tahun 1980-an, meskipun beberapa warga meyakini pernah melihatnya lagi.

Hewan bernama latin Panthera tigris sondaica ini dinyatakan punah oleh IUCN pada tahun 2003. Harimau jawa merupakan salah satu dari sedikit jenis harimau pulau, bersama dengan harimau sumatera dan harimau bali.

Harimau jawa yang seharusnya menjadi kebanggaan warga Indonesia ini ternyata punah karena manusia. Mereka punah akibat dari perburuan, pembukaan hutan, hingga tradisi yang mendorong kepunahan harimau loreng itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Harimau Jawa Dinyatakan Punah

Dikutip laman resmi Mongabay, situs yang menyuarakan permasalahan lingkungan, harimau jawa resmi diakui telah punah sejak tahun 1980-an. Pernyataan tersebut juga dipastikan oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources).

Selain itu, kesimpulan serupa juga dilayangkan dalam pertemuan CITIES (Conservation on International Trade in Endangered Species od Wild Fauna dan Flora) di Fort Lauderdale, Florida, Amerika Serikat pada Desember 1996.

ADVERTISEMENT

Kebijakan Membuka Hutan untuk Perkebunan Oleh Belanda

Berbagai faktor menjadi penyebab kepunahan pemuncak rantai makanan di Pulau Jawa itu. Salah satu awal mula kepunahan harimau loreng itu adalah penggundulan hutan secara luas untuk keperluan pertanian dan perkebunan pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

Dalam laman Mongabay diterangkan pengembangan perkebunan di pertengahan abad ke-19 menjadi pemicu perubahan signifikan dalam perpindahan penduduk dan dampak ekologi. Penggunaan senjata untuk memburu harimau dan mangsanya mendorong perubahan dalam ekosistem hutan Jawa.

Pada waktu yang bersamaan, laporan mengenai harimau yang memangsa ternak hingga mengancam manusia pun meningkat. Itu kemudian menjadi alasan manusia untuk berlomba-lomba berburu harimau jawa.

Pada 1822, Pemerintah Kolonial Belanda terpaksa mengontrak individu untuk melakukan perburuan harimau. Kemudian, antara tahun 1830 hingga 1870, Pemerintah Belanda memulai upaya besar-besaran dalam membuka hutan untuk perkebunan di Pulau Jawa.

Seiring dengan ekspansi tersebut, terjadi peningkatan konflik antara harimau jawa dan manusia. Harimau tidak lagi memiliki lingkungan yang aman selama masa kolonialisme tersebut. Belanda yang tanpa mempedulikan mitos lokal, menetapkan harimau jawa sebagai target pemburuan yang harus dieliminasi.

Tradisi Rampogan Macan

Dikutip situs yang sama, ritual Rampogan Macan adalah sebuah pertunjukan yang menampilkan pertarungan antara manusia dengan harimau jawa, yang melambangkan penyelarasan kembali tatanan.

Awalnya, tradisi ini merupakan sebuah upacara yang sakral, namun prinsip tersebut berubah seiring berjalannya waktu. Ritual ini tak lagi dipandang sebagai upacara, melainkan menjadi semacam hiburan belaka.

Ritual Rampongan Macan terdiri dari dua babak. Babak awal melibatkan pertempuran antara harimau, kerbau (Bubalus bubalis), dan Banteng (Bos sundaicus). Sedangkan babak kedua menampilkan pertarungan antara harimau dan ribuan manusia yang bersenjatakan tombak.

Luas Hutan yang Tersisa di Jawa

Luas hutan Jawa mengalami penurunan yang sangat signifikan. Itu bisa disebabkan oleh berbagai faktor, namun yang paling berdampak adalah alih fungsi hutan.

Tingginya jumlah pertumbuhan populasi di Pulau Jawa, membuat berhektare-hektare hutan beralih fungsi menjadi permukiman warga. Selain itu, ada pula lahan pertanian, industri, hingga infrastruktur yang turut andil dalam penggundulan hutan.

Dikutip laman Forest Digest, saat ini hutan di Jawa hanya 24% dari total luas pulau. Setara dengan 129.600,71 kilometer persegi.

Pada dekade 1940-an, populasi harimau jawa diperkirakan tinggal 200 hingga 300 ekor. Namun, beberapa dekade berikutnya, keberadaan harimau Jawa seolah menghilang tanpa jejak.

Oleh karena itu, hingga saat ini harimau jawa belum pernah dijumpai kembali. Meskipun beberapa masyarakat menyatakan pernah melihatnya lagi, namun belum ada bukti fisik yang kuat untuk membuktikan keberadaan harimau jawa saat ini.

Artikel ini ditulis oleh Albert Benjamin Febrian Purba, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(sun/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads