Kata Akademisi UB Soal Silent Majority yang Disebut Dongkrak Suara Paslon

Kata Akademisi UB Soal Silent Majority yang Disebut Dongkrak Suara Paslon

Muhammad Aminudin - detikJatim
Jumat, 16 Feb 2024 21:16 WIB
ilustrasi nyoblos pemilu
Foto: Getty Images/Herwin Bahar
Malang -

Pemilu 2024 telah selesai. Hasil hitung cepat menunjukkan pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meraih perolehan suara di kisaran 57-59%.

Disusul oleh pasangan calon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan kisaran angka 23-25% dan pasangan calon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan kisaran angka 16-17%.

Angka angka hasil hitung cepat ini kemudian memunculkan istilah silent majority atau pemilih yang selama ini bersikap diam dan memberikan pembuktian saat pemungutan suara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya Dr Verdy Firmantoro mengungkapkan silent majority ini adalah orang yang memilih pasif dalam perdebatan publik tapi bisa membuat besar raihan suara paslon.

"Ini yang disebut sebagai silent majority, di mana orang-orang grass root yang tentunya mereka tidak banyak mewarnai perdebatan publik tapi mereka menjadi pemilih aktif, dan betul-betul datang ke TPS menyuarakan aspirasinya. Itulah yang sepertinya menjadi penyebab mendulangnya angka bagi paslon 02," ujar Verdy kepada wartawan, Jumat (16/2/2024).

ADVERTISEMENT

Doktor lulusan Universitas Indonesia ini menilai silent majority ini berasal dari kalangan grassroot yang mendapatkan bantuan sosial, orang yang merasakan sentuhan-sentuhan kesejahteraan pada level bawah.

"Masyarakat kalangan itu yang sebetulnya mampu mempengaruhi suara publik, makanya suara 02 besar," sambung Verdy.

Verdy menyatakan tipologi masyarakat Indonesia sebenarnya tidak siap kalau ada pertarungan demokrasi secara liberal.

"Artinya, ada pertarungan terbuka, saling menyerang, saling berbeda pandangan, saling memberi sentimen yang masyarakat Indonesia tidak terlalu, justru orang yang diberikan sentimen negatif itu malah mendapat pantulan positif," papar Verdy.

Pria asal Lumajang ini menyatakan sentimen negatif ke kubu 02 berbuah suara ke masyarakat, karena masyarakat merasa iba atau kasihan.

"Tentu dalam konteks beliau (Prabowo Subianto) sudah 4 kali mencalonkan diri dan inilah yang membuat masyarakat kalangan bawah atau grassroot ingin memberikan kesempatan ke beliau atas 'perjuangan' yang dilakukan," imbuh Verdy.

Di sisi lain, suara-suara kritis yang mengulik kasus di Mahkamah Konstitusi (MK) dan yang lainnya, kata Verdy, itu relatif dianggap sebagai persoalan elite yang familiar dengan suara kritis dan pertimbangan yang rasional dan tidak tersentuh ke level masyarakat bawah atau grassroot.

Fenomena silent majority juga makin membesar karena politik kontemporer yang dilakukan oleh paslon 02 dengan selebgram dan influencer yang mampu menggerakkan anak muda dalam menikmati politik itu seolah-olah bagian dari hal yang entertain.

"Hal itu yang akhirnya membuat mereka tertarik dengan figur gemoy, cara-cara yang lebih entertain, itulah yang dikontestasi kali ini cukup membuktikan membawa dampak elektoral bagi bergeraknya anak muda dalam mencoblos," pungkas Verdy.




(mua/iwd)


Hide Ads