Respons Rektor Unair soal Kritikan Sejumlah Guru Besar Jelang Pemilu

Demi Indonesia Cerdas Memilih

Respons Rektor Unair soal Kritikan Sejumlah Guru Besar Jelang Pemilu

Esti Widiyana - detikJatim
Selasa, 06 Feb 2024 20:27 WIB
Rektor Unair Prof Dr Mohammad Nasih
Rektor Unair Prof Dr Mohammad Nasih. (Foto: Rachman Haryanto/detikcom)
Surabaya -

Beberapa waktu belakangan sivitas akademika sejumlah kampus yang mengkritisi situasi demokrasi di Indonesia saat ini. Terutama para guru besar, termasuk di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Rektor Unair Prof Dr Mohammad Nasih merespons itu.

Hal itu dijawab oleh Prof Nasih ketika mendapatkan pertanyaan dari salah seorang mahasiswanya di acara #DemiIndonesia Cerdas Memilih bertema #PemiluDamai2024, Selasa (6/2/2024). Mahasiswa itu bertanya soal sikap beberapa sivitas akademika hingga guru besar yang mengatasnamakan Unair.

"Situasi pemilu, 'Unair Memanggil' bukan hanya bawa nama kampus, ada gubes diadakan di lingkungan kampus. Bagaimana pandangan Prof (Nasih), sivitas akademika terhadap kegiatan tersebut?" tanya mahasiswa tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada prinsipnya, institusi pendidikan di Indonesia tidak mengeluarkan statement apapun. Kecuali akan dilakukan oleh pimpinan perguruan tinggi dan organ-organ perguruan tinggi," kata Prof Nasih menjawab pertanyaan mahasiswanya.

Prof Nasih menegaskan bahwa guru besar harusnya bersikap bijak dan sesuai koridor. Kalaupun ada guru besar yang menyampaikan pertanyaan, kata Prof Nasih, hal itu tidak merepresentasikan institusi pendidikan.

ADVERTISEMENT

Prof Nasih menambahkan, meski kemarin Senin (5/2) di Unair ada pernyataan sikap bertajuk 'Unair Memanggil' dengan nama dan logo Unair, itu sesungguhnya dilakukan orang-orang tertentu. Artinya sejumlah guru besar tidak mewakili semua guru besar Unair.

"Anggap saja di Unair kami punya 300 guru besar dan yang ngomong hanya 2 atau 3, itu bukan representasi dunia pendidikan. Tolong tidak digeneralisasi, bahwa suara itu murni dari institusi atau mewakili institusi pendidikan. Kami tahu pasti para gubes, profesor, punya pandangan, sikap, punya gambaran, dan pendapat berbeda-beda," ujarnya.

Ia menyebut bahwa guru besar di FISIP dan Fakultas Hukum sangat sedikit berbicara terkait pemilu. Maka dia meminta tolong agar memilah mana suara individu dan mana suara institusi.

"Lebih banyak guru besar yang tidak bersuara daripada yang bersuara. Justru nanti membingungkan masyarakat," katanya.

Baginya pada suara awal mungkin terlihat jernih. Intinya diminta memilah. Bila ada suara-suara guru besar, sekalipun bila itu mendiskreditkan orang-orang sampai persoalan individu, maka dia meminta melewatinya.

Sebab, kata Prof Nasih, jiwa seorang guru besar pasti tidak akan sampai ke sifat-sifat mendiskreditkan seseorang atau melakukan hal-hal yang tidak masuk akal.

"Guru besar adalah orang-orang yang wise, bijaksana, sehingga ide dan pendapatnya pasti mengikuti koridor kebijaksanaan yang tidak sampai pada penilaian subjektif dan mendiskreditkan orang per orang," tegasnya.

"Misalnya ada pendapat-pendapat guru besar yang bagus, tentu bisa digunakan sebagai dasar dan referensi kita semuanya. Tapi kalau ada guru besar yang sampai mendiskreditkan, maka tolong itu segera di-skip, karena pasti tidak bagus perilaku, akhlak guru besar seperti itu. Guru besar itu fungsinya memberikan penerangan bagi semua, tanpa harus menjelakkan satu dan lain hal. Guru besar harusnya hadir untuk memberikan perbaikan-perbaikan dan ini yang kita dorong di perguruan tinggi," tambahnya.

Terkait kejadian-kejadian di banyak perguruan tinggi, baginya hal itu menunjukkan sejumlah ide dan pendapat yang muncul. Dia ingatkan agar tak lupa ada ide dan pendapat lain yang juga bisa muncul.

"Keseluruhan perguruan tinggi itu sangat beragam. Pilihannya pun beragam, sehingga kawan-kawan para mahasiswa, pemilih pemula serta masyarakat, tentu jangan gebyah uyah, begitu saja melihat atau menggunakan itu sebagai bahan referensi untuk proses pemilihan," pungkasnya.

Talkshow #DemiIndonesia menghadirkan Menteri Komunikasi dan Informatika sebagai Keynote Speech. Acara yang terbuka untuk umum dan gratis ini juga menghadirkan sejumlah narasumber tokoh-tokoh terbaik daerah.

Ada Ketua KPU Jatim Choirul Anam dan Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Jatim Rusmifahrizal Rustam. Hadir pula Kapolda Jatim Irjen Imam Sugianto, Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Rafael Granada Baay.

Selain itu turut hadir sebagai narasumber Kajati Jatim Mia Amiati dan Rektor Unair Mohammad Nasih dengan dipandu oleh moderator Alfito Deannova Gintings.

Sebagai informasi, #DemiIndonesia Cerdas Memilih adalah talkshow kerja sama antara detikcom dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), BAKTI Kominfo, dan Telkomsel.

#DemiIndonesia Cerdas Memilih hadir untuk memperkaya wawasan masyarakat dengan literasi Pemilu yang komprefensif. Masyarakat juga diajak menjaga harmoni sosial dan tidak termakan provokasi dan menyebarkan informasi soal Pemilu damai.




(dpe/dte)


Hide Ads