Presiden EM UB Rafly Rayhan Al Khajri mengatakan, dengan mundurnya Mahfud Md sebagai Menko Polhukam, menunjukkan bahwa negara telah kehilangan marwah. Sebab, salah satu tokoh hukum terbaik yang dimiliki Indonesia telah mundur dari jabatannya.
Ia menilai, Mahfud Md mundur bukan karena kewajibannya sebagai calon wakil presiden, tetapi justru karena pilihan politiknya yang tak lagi sejalan dengan kekuasaan.
Rafly mengaku pernah menanyakan langsung status pejabat negara Mahfud Md yang sekaligus menjadi peserta pemilu. Menurut Rafly, jawaban Mahfud Md saat itu sangat normatif. Karena bagi Mahfud, dirinya mengaku sangat dilematis.
"Hal tersebut lantaran mempertahankan statusnya sebagai pejabat negara dianggap tidak etis. Namun di sisi lain, ketika meninggalkan jabatannya sebagai Menko Polhukam, Mahfud Md akan membiarkan kekuasaan semakin mengabaikan nilai-nilai etis," terang Rafly kepada wartawan, Kamis (1/2/2024).
Menurut Rafly, pernyataan ini tidak terlepas dari problematika hukum yang belakangan terjadi di kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Lembaga negara yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pengawasan serta penegakan hukum selama pemilu, telah kehilangan fungsinya.
Jokowi juga dianggap mempermainkan hukum dengan mengatakan dirinya memiliki hak kampanye.
"Jokowi dan para pembisiknya tidak tau cara membaca undang-undang. Setiap hari penuh blunder dan klarifikasi," tegas Rafly.
Rafly juga menegaskan, dengan mundurnya Mahfud Md sebagai Menko Polhukam adalah sinyal bahwa kekuasaan sudah tidak lagi dikontrol oleh hukum.
"Hari ini saatnya bergerak, negara telah kehilangan marwah. Bukan tidak mungkin reformasi jilid II akan terjadi," pungkasnya.
(hil/fat)