Dalam sepekan, berita-berita yang disajikan detikJatim memikat banyak pembaca. Salah satunya seorang wanita asal Surabaya ditemukan tewas di kamar mandi Pondok Nuswantoro Blitar milik Gus Samsudin.
Selain itu, kasus sejoli di Malang kepergok mesum di Kafe. Videonya pun viral di medsos. Bahkan polisi memeriksa 6 saksi.
Dan MK mengabulkan gugatan soal masa jabatan yang terpotong. Gugatan ini dilayangkan Wagub Jatim Emil Dardak. Tak hanya Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul juga turut gugat MK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut rinciannya:
1. Wanita Asal Surabaya Tewas di Padepokan Gus Samsudin Blitar
Wanita asal Morokrembangan Surabaya, Suwarti (59) ditemukan tewas di kamar mandi Pondok Nuswantoro Blitar milik Gus Samsudin. Meski keluarga korban mengaku geram dengan pelayanan di Pondok Nuswantoro, mereka memilih legawa dan tidak menuntut atau menggugat Gus Samsudin.
Hanya saja, suami Almarhumah Suwarti, Muhammad Nafi mengaku heran dengan sikap orang-orang di Pondok Nuswantoro yang terkesan tak acuh dan cenderung menyepelekan hingga jasad Suwarti akhirnya ditemukan di kamar mandi pondok pada Senin (11/12).
Selama keluarga Suwarti mencari-cari keberadaan Almarhumah, orang-orang di pondok itu terkesan sama sekali tak peduli dan tak curiga dengan pintu kamar mandi yang tertutup selama 2 hari.
"Ini kan masuk kelalaian sampai 3 hari. Bisa saja kalo saya tuntut. Tapi saya legowo saja, yang penting istri saya ketemu," kata Nafi ketika ditemui detikJatim di rumahnya, Jumat (15/12/2023).
Dwi Pujiati, anak Almarhumah Suwarti juga mengungkap kejanggalan yang dia rasakan dari sikap pihak pondok milik Gus Samsudin saat dirinya berupaya mencari keberadaan ibunya.
Dia sempat menghubungi nomor telepon pondok tetapi pihak penerima telepon itu merespons dengan sangat lambat. Petugas itu seolah-olah menyepelekan saat ditanya langsung tentang keberadaan Suwarti yang jelas-jelas berpamitan kepadanya pergi ke pondok Gus Samsudin untuk berobat.
"Tak telepon tak chat nggak dijawab. Jawabannya cuma 'masih dicek'. Masak dari kemarin cuma dicek? Tanggung jawabnya untuk pasien seperti apa? Nggak ada direspon, sampai kami berangkat ke sana," ujar Dwi yang turut mendampingi ayahnya.
Ketika keluarga mendatangi pondok, Dwi melanjutkan bahwa petugas pondok hanya berbicara bahwa sepertinya Suwarti sudah pulang ke rumah tetapi lupa tidak mengambil KTP-nya.
"Responnya kurang. Biasa saja. Padahal ada laporan. 'Mungkin ibu udah pulang', gitu doang. Pas saya tanya identitas KTP nya kok nggak diambil kalau pulang? Cuma dijawab 'banyak pasien yang lupa biasanya'," timpal Nafi, ayahnya.
Suwarti pergi ke ke pondok Gus Samsudin naik bus dari Terminal Purabaya pada Sabtu (9/12). Dia pergi ke Blitar saat keluarganya tidak berada di rumah dan menyampaikan kabar kepada putrinya ketika bus yang dia naiki tiba di kawasan Malang.
"Spontan aja kayaknya pingin berobat ke Samsudin. Ibu (Suwarti) sendiri yang pingin, tanpa komunikasi sama keluarga. Nggak berunding sebelumnya," ujar Dwi.
Nafi, suami Suwarti juga membenarkan bahwa istrinya memang pergi untuk tujuan pengobatan. Hanya saja dirinya tidak tahu kenapa istrinya memilih pergi ke pondok itu. Padahal sebelumnya sang istri telah dibawa ke sejumlah tempat pengobatan mulai dari klinik hingga rumah sakit.
"Sudah dibawa ke rumah sakit. Pertama dibawa ke Klinik Pacuan Kuda, terus Rumah Sakit Gotong Royong. Sudah dicek semua, jantungnya bagus," kata Nafi.
Dia juga menjelaskan bahwa istrinya mengalami gejala kolesterol dan darah tinggi. Mendiang Suwarti saat itu juga sempat mengeluhkan sedikit rasa sesak yang belum lama terjadi, dan istrinya itu juga tidak pernah memiliki riwayat sakit parah.
"Habis itu ada keluhan sesak dikit, nggak terlalu parah. Ya sakit tua," tutur Nafi.
Namun, dari hasil penyelidikan sementara, polisi tidak menemukan adanya tanda kekerasan pada jasad Suwarti.
"Kalau dari informasi yang kami dapatkan dari Tim Inafis dan nakes (tenaga kesehatan) dari Puskesmas, hasil pemeriksaan fisiknya tidak ditemukan adanya kekerasan dan dari keluarga korban juga menolak untuk dilakukan autopsi," ujarnya saat ditemui di Mapolda Jatim.
Kabid Sumber Daya Kesehatan Dinkes Blitar Suhandono menyebutkan pihaknya telah meminta keterangan dan kejelasan terkait kejadian yang menimpa Suwarti kepada Gus Samsudin.
"Kami minta penjelasan atau klarifikasi (ke Gus Samsudin) dan dijawab bahwa betul tamu dari Surabaya itu datang silaturahmi ke pondok Pak Samsudin. Katanya tamu itu mengeluhkan pusing dan sesak napas," terangnya.
Kepada Handono Gus Samsudin mengaku tidak memberikan obat, pijatan, maupun terapi kepada Suwarti. Dia mengaku hanya memberikan petuah atau nasihat kepada korban. Termasuk memberi dukungan motivasi agar kembali sehat dan bisa tertib dalam salat.
"Kami tanya apakah ada dikasih obat, tindakan, atau pijatan dan sebagainya? Jawabannya (Gus Samsudin) tidak ada. Hanya dikasih support, nasihat, agar salat tertib dan petuah-petuah," jelas Handono.
Berita selengkapnya bisa dibaca di sini
![]() |
2. Sejoli Mesum di Kafe 'Malang Gaya Bebas' hingga Polisi Periksa 6 Saksi
Aksi mesum sejoli di sebuah kafe Malang viral di media sosial. Keduanya tetap bermesraan meski suasana kafe sedang ramai. Dalam video itu disertai narasi 'Malang Gaya Bebas'. Sejoli itu mesum di sofa kafe.
Si pria menggunakan kaus berwarna putih dalam posisi duduk di sofa. Sedangkan si perempuan memakai pakaian berwarna krem dalam posisi rebahan di pangkuan sang pria.
Mereka terlihat saling bercumbu. Sementara tangan si pria tampak meraba bagian perut si perempuan. Belakangan diketahui video itu direkam di Kafe Qita, Jalan Ngasri, Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
Pemilik Kafe Qita, Zen menyebut perbuatan mesum yang dilakukan pengunjung kafe terjadi Sabtu (16/12/2023) malam sekitar pukul 22.00 WIB. Dia baru tahu perbuatan sejoli itu setelah videonya viral.
"Kita awalnya tidak mengetahui (perbuatan mesum tersebut). Kita baru tahunya ketika videonya sudah di-posting di Instagram dan viral," ujarnya saat dihubungi detikJatim, Senin (18/12/2023).
Baca juga: Putus Urat Malu Sejoli Mesum di Kafe Malang |
Zen sangat menyayangkan perbuatan mesum itu. Sebab, itu akan berdampak negatif pada citra kafe dan mencoreng masyarakat Malang secara lebih luas.
"Kita cukup menyayangkan perbuatan itu karena mencemari nama baik kita, nama baik warga sekitar maupun nama baik masyarakat Malang. Kenapa harus berbuat tidak senonoh di kafe?" ungkapnya.
Kejadian tersebut merupakan yang pertama kali dan tentu akan merugikan Kafe Qita. Sebab, bisa memicu penilaian negatif dari masyarakat terhadap kafenya.
"Dengan kejadian ini tentu berdampak. Memang saat ini dampaknya belum terlihat, cuma banyak yang bilang macam-macam dan tentu orang jadi nggak mau nongkrong di sini lagi karena dikira digunakan untuk tak perbuatan senonoh," terangnya.
Zen menuntut sejoli yang mesum di tempatnya itu untuk minta maaf. Tak hanya kepada kafe, namun juga kepada masyarakat.
"Kami meminta yang bersangkutan menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia dan juga kepada pihak manajemen kafe karena sudah berbuat asusila di lokasi kafe," ujarnya.
Ia sebagai perwakilan manajemen kafe mengungkapkan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, terutama kepada masyarakat Malang atas perbuatan mesum yang dilakukan sejoli tersebut di kafenya.
"Manajemen akan mengevaluasi dalam hal pengawasan agar kafe bebas dari tindakan asusila," ungkapnya.
Sementara polisi telah memeriksa 6 saksi. Mereka yakni pemilik kafe, manager dan sejumlah pengunjung. Polisi juga memeriksa CCTV kafe tersebut.
Hasil penyelidikan sementara menduga kuat perekam video adalah pengunjung kafe. Sedangkan identitas sejoli itu terus diselidiki. Jika berhasil terungkap, petugas akan mengidentifikasi sesuai dengan peranan masing-masing.
"Kami masih mendalami peranan masing-masing apa. Unsur-unsur pasal nanti yang terpenuhi apa? Intinya saat ini polisi bergerak dengan adanya video viral di masyarakat. Sehingga kemudian kami menerbitkan laporan informasi, diikuti administrasi penyelidikan," pungkasnya.
Berita selengkapnya bisa dibaca di sini
3. MK Kabulkan Gugatan Emil Dardak soal Masa Jabatan Terpotong
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak Dkk soal masa jabatan yang terpotong. Masa jabatan Emil sebagai Wagub Jatim resmi sampai Februari 2024.
Masa jabatan Gubernur Khofifah-Wagub Emil Dardak akan berakhir pada 13 Februari 2024. Hal ini sesuai Keputusan Presiden RI No 2/P Tahun 2019 tentang Pengesahan Pemberhentian Dengan Hormat Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur Masa Jabatan 2014-2019 dan Pengesahan Pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur Masa Jabatan 2019-2024.
Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, menegaskan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023.
Mengacu pada peraturan tersebut, tugas dan wewenang Gubernur Khofifah dan Wagub Emil Dardak sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur akan berakhir di tanggal 31 Desember 2023. Namun, peraturan ini tak jadi dilaksanakan usai dikabulkan gugatan Emil Dardak dkk oleh MK.
Emil pun buka suara soal dikabulkan gugatannya tersebut. Ia mengaku sempat kaget tiba-tiba melihat di berita bahwa gugatannya dikabulkan.
"Tentu kaget, karena sejak awal kan saya ikut menggugat sebagai solidaritas juga bersama teman-teman kepala daerah. Saya baru tahu malah dari berita," kata Emil saat dikonfirmasi detikJatim, Kamis (21/12/2023).
Dia menegaskan, sejak awal dirinya menghormati dan menganggap bahwa tanggal purna tugas adalah 31 Desember.
"Saya menghormati peraturan, dan saya sudah siap purna tugas 31 Desember 2023," tambahnya.
Emil menyampaikan, sebagai mantan pengurus asosiasi, kedekatannya dengan rekan-rekan asosiasi bupati dan asosiasi pemerintah daerah, mendorongnya untuk bersolidaritas ikut mendukung ikhtiar rekan-rekannya yang lebih jauh terpotong masa jabatannya.
"Jatim tidak jauh berbeda, hanya 1 bulan lebih. Saya bersimpati pada rekan-rekan yang purna 5 bulan lebih sebelum genap 5 tahun masa jabatannya," ujarnya.
"Tentu ada solidaritas karena kami pernah bersama-sama di kepengurusan asosiasi pemda dan kepala daerah, dan terbiasa ikut memperjuangkan aspirasi bersama. Tapi sekali lagi, semua tetap didasari rasa hormat atas kebijakan pemerintah pusat dan segala peraturan perundang-undangan," jawab pria yang pernah menjadi wakil ketua umum Asosiasi Pemkab Seluruh Indonesia (Apkasi) semasa menjabat bupati Trenggalek ini.
Wakil Ketua MK Saldi Isra membeberkan sejumlah alasannya. "Pengaturan transisi terkait dengan pemungutan suara secara serentak tidak dapat mengabaikan pengaturan terkait pelantikan kepala daerah dan wakilnya sehingga pengaturan tentang pemungutan suara secara serentak harus diikuti oleh norma yang mengatur tentang pelantikan secara serentak," ujarnya.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa buka suara soal gugatan Emil Dardak soal masa jabatan kepala daerah yang dikabulkan MK. Khofifah menyebut Emil sudah bilang ke dirinya untuk ikut menggugat peraturan tersebut.
"Mas Emil pernah sampaikan bahwa beliau diajak Pak Gubernur Maluku, Gubernur Lampung. Kebetulan Lampung akhir masa jabatannya Juni, Maluku akhir masa jabatannya April, dan Jawa Timur Februari," kata Khofifah usai melantik 4 pejabat Eselon II di Gedung Negara Grahadi, Jumat (22/12/2023) malam.
"Dari mereka itulah, mereka mengajak Jawa Timur. Lalu saya bilang, 'ah Mas Emil saja lah (yang menggugat)' itu yang saya bilang," tambahnya.
Khofifah menyambut baik putusan dari MK tersebut. Sebab, masa jabatan kepala daerah seharusnya tidak boleh dipotong-potong.
"Ya, itu masa jabatan harusnya nggak boleh dikurangi biar satu hari pun. Aturannya begitu," tegasnya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi turut merespons gugatan Emil Dardak dkk yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Emil bersama sejumlah kepala daerah menggugat terkait masa jabatan yang terpotong.
Eri menyebut, putusan MK itu berlaku untuk kepala daerah yang terpilih dalam Pilkada 2018. Sedangkan untuk Pilkada 2021, tidak berlaku.
"Kalau yang zaman saya (Pilkada) tahun 2021 tidak berdampak dengan itu (putusan MK). Kami tetap dipotong sampai dengan tahun 2024. Tapi ini yang tahun 2018, dia dikabulkan dan diperpanjang sesuai dengan masa pelantikan dia, tapi tidak termasuk yang angkatan saya," tegas Eri dihubungi detikJatim melalui telepon, Jumat (22/12/2023).
Catatan detikJatim, ketiga kepala daerah yang terkena dampak dikabulkannya gugatan itu antara lain Wali Kota/Wakil Wali Kota Probolingo, Wali Kota/Wakil Wali Kota Madiun, dan Bupati/Wakil Bupati Sampang.
Berita selengkapnya bisa dibaca di sini
Simak Video "2025 Wajib Melek Financial, Belajar di Sini! Gratis"
[Gambas:Video 20detik]
(hil/fat)