- Struktur Teks Editorial 1. Pengenalan Isu (Tesis) 2. Penyampaian Pendapat (Argumentasi) 3. Penegasan
- Ciri-ciri Teks Editorial
- Jenis-jenis Teks Editorial 1. Interpretative Editorial 2. Controversial Editorial 3. Explanatory Editorial
- Contoh Teks Editorial 1. Hari Hipertensi Dunia 2. Membuka Data Penerima Bantuan Sosial 3. Kado Tahun Baru
Teks editorial merupakan jenis teks berupa artikel yang dapat ditemui dalam surat kabar. Teks editorial berisi pendapat atau pandangan redaksi terhadap suatu peristiwa yang sifatnya aktual atau sedang menjadi perbincangan hangat ketika surat kabar itu diterbitkan.
Isu atau permasalahan aktual itu dapat berupa masalah politik, sosial, maupun masalah ekonomi yang berkaitan dengan politik. Misalnya, kenaikan bahan bakar mesin, kebijakan impor, dan sebagainya. Teks ini biasanya ditemukan di koran atau majalah.
Baca juga: Teks Esai: Struktur, Ciri-ciri dan Contohnya |
Struktur Teks Editorial
Teks editorial terdiri dari beberapa struktur umum, meliputi pengenalan isu (tesis), argumentasi, dan penegasan. Berikut penjelasannya dikutip dari Modul Pembelajaran SMA Bahasa Indonesia oleh Kemendikbud.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Pengenalan Isu (Tesis)
Pengenalan isu adalah bagian pendahuluan teks editorial yang berisi pengenalan isu atau permasalahan yang hendak dibahas dalam bagian selanjutnya. Pada bagian ini menyajikan peristiwa persoalan yang aktual, fenomenal, dan kontroversial. Bagian ini juga berisi sudut pandang penulis mengenai masalah yang akan dibahas, dan diperkuat dengan teori.
2. Penyampaian Pendapat (Argumentasi)
Bagian ini adalah bagian inti yang berisi tanggapan redaksi terhadap isu yang sudah dijelaskan sebelumnya. Argumentasi berupa alasan atau bukti yang digunakan untuk memperkuat pernyataan umum atau data hasil penelitian, pernyataan para ahli, hingga fakta-fakta berdasarkan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
3. Penegasan
Penegasan merupakan bagian yang mengungkap simpulan, saran atau rekomendasi yang terselip harapan redaksi kepada para pihak terkait dalam menghadapi atau mengatasi persoalan yang terjadi dalam suatu isu tersebut yang didukung fakta untuk memperkuat atau menegaskan keseluruhan isi teks editorial.
Ciri-ciri Teks Editorial
- Teks editorial mengangkat topik yang selalu hangat atau sedang berkembang dan dibicarakan secara luas oleh masyarakat, serta sifatnya aktual dan faktual.
- Sifatnya sistematis dan logis.
- Berisi opini atau pendapat yang sifatnya argumentatif.
- Menarik untuk dibaca karena tersusun dengan struktur kalimat yang singkat, padat, dan jelas.
Jenis-jenis Teks Editorial
Menurut e-Modul Bahasa Indonesia Kelas 12 oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Kemendikbud, teks editorial diklasifikasikan menjadi tiga jenis di antaranya sebagai berikut.
1. Interpretative Editorial
Jenis teks editorial ini berisi penjelasan isu dengan menyertakan fakta dan figur untuk memberikan wawasan.
2. Controversial Editorial
Jenis teks editorial ini berisi kalimat yang meyakinkan pembaca terhadap keinginan atau membangkitkan rasa percaya pembaca terhadap suatu isu. Dalam teks ini biasanya pendapat yang menunjukkan perlawanan akan digambarkan lebih buruk.
3. Explanatory Editorial
Jenis teks editorial ini berisi sajian masalah atau isu untuk memperoleh penilaian dari pembaca. Biasanya teks ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu permasalahan dan membuka pemikiran masyarakat agar memperhatikan suatu isu.
Contoh Teks Editorial
Jika kamu sedang menggarap teks editorial dan kesulitan memulainya, berikut ada beberapa contoh teks editorial yang bisa dijadikan referensi.
1. Hari Hipertensi Dunia
Di sebuah harian nasional, Selasa (22/5), Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Indonesian Society for Hypertension) memasang sebuah iklan dengan judul dalam bahasa Inggris: World Hypertension Day, May 17, 2019, sebuah momentum yang digalang World Hypertension Leage dengan tema "Healthy Life Style-Healthy Blood Pressure". Sebagai orang awam tentu banyak dari kita yang bertanya, apa penting dan signifikansinya memperingati Hari Hipertensi Dunia, yang tepat jatuh pada pekan lalu itu?
Bagi masyarakat Indonesia yang belakangan ini dilanda berbagai persoalan sosial, mulai dari larangan konser Lady Gaga hingga berbagai kasus korupsi yang tiada hentinya, persoalan hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi) seperti tenggelam tak ada gaungnya. Apakah karena dianggap kurang menarik sehingga tidak ada yang mau peduli?
Padahal, kalau melihat angka penderita hipertensi di Indonesia, haruslah kita waspada dan sangat peduli. Prevalensi penyakit ini di Indonesia mencapai 31,7 persen, artinya diperkirakan satu dari tiga penduduk berusia di atas 18 tahun adalah penderita hipertensi. Hal ini berarti puluhan juta penduduk Indonesia dipastikan menderita hipertensi.
Kalau hipertensi tanpa dampak, kita mungkin patut abai dan tenang-tenang saja. Persoalannya, hipertensi dapat memicu berbagai penyakit lain sebagai akibat rusaknya berbagai organ tubuh, seperti otak, ginjal, dan jantung kalau tidak ditangani dengan baik.
Secara global, penyakit hipertensi memiliki angka kematian yang cukup mencemaskan, yakni mencapai 7 juta orang meninggal per tahunnya di dunia. Hingga kini, diperkirakan lebih dari 1 miliar penduduk bumi menderita hipertensi.
Pada keluarga yang anggotanya menderita gagal ginjal, tentu sudah merasakan betapa beratnya biaya dan beban hidup yang harus ditanggung untuk cuci darah misalnya, meski mungkin sudah dibantu asuransi.
Salah satu penyebab gagal ginjal adalah hipertensi. Penyakit lain yang juga bisa dipicu oleh hipertensi adalah stroke dan jantung koroner. Berbeda dengan demam berdarah yang penderitanya bisa meninggal dunia seketika, berbagai penyakit yang dipicu oleh hipertensi tersebut bisa berlangsung berkepanjangan dan bahkan menguras biaya yang sangat besar.
Bila hipertensi tidak diperhatikan, dirawat, ataupun dicegah, dipastikan akan menimbulkan berbagai penyakit lain yang bakal mengurangi kesejahteraan dan produktivitas. Dengan demikian, bermula dari masalah kesehatan dalam keluarga akan dapat menimbulkan masalah lain, yaitu problem ekonomi dan sosial. Maka, melalui tajuk rencana ini masyarakat diingatkan untuk tidak mengabaikan kesehatan. Masyarakat diimbau untuk selalu menjaga gaya dan pola hidup yang sehat.
Imbauan ini harus pula dibarengi dengan berbagai kampanye dan penyuluhan untuk berbagi pengetahuan tentang kesehatan. Hal ini dapat membangun dan menyadarkan masyarakat mengenai perlunya gaya dan pola hidup yang sehat. Tujuannya agar warga terhindar dari hipertensi dan berbagai penyakit turunannya.
Dengan demikian, kampanye dan penyuluhan seperti yang dilakukan Perhimpunan Hipertensi Indonesia ini harus dihargai, mengingat risiko dan kerugian yang ditimbulkan penyakit ini sangat besar. Bukan saja menyebabkan beban bagi anggota keluarga penderita hipertensi, tetapi juga bagi masyarakat. Risiko ini dapat dikurangi kalau masyarakat memiliki pemahaman yang cukup baik mengenai hal itu.
2. Membuka Data Penerima Bantuan Sosial
Seorang anggota DPRD Kabupaten Wonogiri mengusulkan data penerima bantuan sosial dibuka kepada publik sebelum bantuan sosial disalurkan. Pembukaan data bisa dilakukan secara online atau ditempelkan di balai desa atau kantor kelurahan, kalau perlu hingga di rukun tetangga.
Usulan ini menarik karena selama ini data penerima bantuan sosial, yang berisi data warga miskin yang memenuhi kriteria layak menerima bantuan sosial, tidak pernah dipublikasikan untuk diuji oleh publik. Pembukaan data jelas berefek baik: transparansi dan akuntabilitas data akan lebih terjamin.
Data yang terbuka akan membuat masyarakat mudah berpartisipasi mengoreksi data yang salah, misalnya ada warga miskin tak masuk data dan malah ada warga mampu yang masuk data. Sebenarnya proses pendataan warga miskin yang layak menerima bantuan sosial, dalam kapasitas individu atau keluarga, pasti
dimulai dari bawah.
Usulan pasti berawal dari akar rumput yang naik ke pemerintah desa/kelurahan, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten/kota, hingga ke tingkat pusat di bawah kementerian terkait atau lembaga negara terkait. Faktanya proses yang bertingkat ini selalu saja memunculkan data-data yang invalid sehingga bantuan
sosial salah sasaran.
Kementerian Sosial telah menyediakan sistem pencarian data penerima bantuan sosial tunai, yaitu di laman cekbansos.siks.kemensos.go.id. Untuk melihat status peserta, masyarakat harus memiliki nomor induk kependudukan dan nomor kartu keluarga.
Pengecekan bias dilakukan dengan memilih identitas kepesertaan yang diinginkan, mamasukkan nomor kepesertaan dari identitas yang dipilih, dan seterusnya. Persoalannya ketika analisis data yang muncul menunjukkan anomali, misalnya ada warga punya Kartu Keluarga Sejahtera tapi tak masuk database, penduduk tidak miskin malah masuk data penerima bantuan sosial, dan penduduk yang benar-benar miskin malah tidak masuk dalam database tidak ada sistem yang real time untuk mengoreksi. Publikasi data sejak di tingkat bawah bisa mencegah kesalahan demikian ini.
3. Kado Tahun Baru
Pertamina mengirim kado tahun baru yang pahit kepada masyarakat. Menaikkan harga elpiji tabung 12 kg lebih dari 50 persen. Akibatnya sampai di tingkat konsumen harganya menjadi Rp 125.000 hingga Rp 130.000 Bahkan di lokasi yang relatif jauh dari pangkalan, mencapai Rp 150.000-Rp 200.000.
Sungguh, kenaikan harga itu merupakan kado yang tidak simpatik, tidak bijak, dan tidak logis. Masyarakat sebagai konsumen menjadi terkaget-kaget karena kenaikan tanpa didahului sosialisasi.
Pertamina memutuskan secara sepihak seraya mengiringinya dengan alasan yang terkesan logis. Merugi Rp 22 triliun selama 6 tahun sebagai dampak kenaikan harga di pasar internasional serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Kenaikan harga itu mengharuskan Presiden Republik Indonesia yang sedang melakukan kunjungan kerja di Jawa Timur meminta Wakil Presiden Republik Indonesia menggelar rapat mendadak dengan para menteri terkait.
Mendengarkan penjelasan Direksi Pertamina dan pandangan Menko Ekuin, yang kesimpulannya dilaporkan kepada Presiden. Berdasar kesimpulan rapat itulah, Presiden kemudian membuat keputusan harga elpiji 12 kg yang diumumkan pada Minggu kemarin.
Kita mengapresiasi langkah cekatan pemerintah dalam mengapresiasi kenaikan harga elpiji non-subsidi 12 kg itu seraya mengiringinya dengan pertanyaan. Benarkah pemerintah tidak tahu atau tidak diberi tahu mengenai rencana Pertamina menaikkan secara sewenang-wenang.
Pertamina merupakan perusahaan negara yang diamanati undang-undang sebagai pengelola minyak dan gas bumi untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Rasanya mustahil kalau pemerintah, dalam hal ini Menko Ekuin dan Menteri BUMN tidak tahu, tidak diberi tahu, serta tidak dimintai pandangan, pendapat, dan pertimbangannya.
Kalau dugaan kita yang seperti itu benar adanya, bisa saja di antara kita menengarai langkah pemerintah itu sebagai reaksi semu. Reaksi yang muncul sebagai bentuk kekagetan atas reaksi keras yang ditunjukkan pimpinan DPR RI, DPD RI, dan masyarakat luas.
Malah boleh jadi ada politisi yang mengategorikannya sebagai reaksi yang cenderung bersifat pencitraan sehingga terbangun kesan bahwa pemerintah memperhatikan kesulitan sekaligus melindungi kebutuhan rakyat.
Kita tidak bisa menerima sepenuhnya alasan merugi Rp 22 triliun selama 6 tahun menjadi regulator elpiji sehingga serta-merta Pertamina menaikkan harga elpiji? Dalam peran dan tugasnya yang mulia inilah Pertamina tidak bisa semata-mata menjadikan harga pasar dunia sebagai kiblat dalam membuat keputusan. Sebab di sisi lain perusahaan memperoleh keuntungan besar atas hasil tambang minyak dan gas yang dieksploitasi dari perut bumi Indonesia.
Keuntungan besar itulah yang seharusnya digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Caranya dengan mengambil atau menyisihkan sepersekian persen keuntungan untuk menyubsidi kebutuhan bahan bakar kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/sun)