Biografi Soenario Sastrowardoyo dan Perannya dalam Sumpah Pemuda

Biografi Soenario Sastrowardoyo dan Perannya dalam Sumpah Pemuda

Savira Oktavia - detikJatim
Jumat, 27 Okt 2023 12:30 WIB
soenario sastrowardoyo
Soenario Sastrowardoyo. Foto: Istimewa sumpah pemuda
Madiun -

Sumpah Pemuda merupakan peristiwa bersejarah dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Berikut peran Soenario Sastrowardoyo, tokoh pemuda asal Madiun.

Soenario Sastrowardoyo adalah pengurus Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO) dan Persatuan Antara Pandu-Pandu Indonesia (PAPI) dari Kepanduan.

Pada momen tersebut, seluruh pemuda dari berbagai kesatuan mengikrarkan diri dalam satu sumpah pada 28 Oktober 1928. Peristiwa ini membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia tentang pentingnya persatuan dan kesatuan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Biografi Soenario Sastrowardoyo

Soenario Sastrowardoyo lahir pada 28 Agustus 1902 di Madiun. Ia anak dari pasangan Sutejo Sastrowardoyo, seorang Wedana di Uteran Geger. Soenario menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Frobelschool di Madiun pada 1908-1909.

ADVERTISEMENT

Kemudian ia melanjutkan ke ELS (Europeesche Lagere School) pada 1909-1916 dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Madiun pada 1917. Tahun 1917, Soenario menetap di Batavia dan tinggal di rumah pamannya.

Ia mengenyam pendidikan di sekolah hukum setingkat SMK Rechschool selama 6 tahun. Di samping belajar dasar dan prinsip hukum serta bahasa Prancis, Soenario juga memanfaatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam organisasi kepemudaan, yakni anggota Jong Java.

Melalui organisasi tersebut, ia mendapat kesempatan mengenyam pendidikan Ilmu Hukum di Universitas Leiden Belanda. Ia lalu melanjutkan pendidikan doktoral di universitas yang sama dan meraih gelar Mr. atau Meester in de Rechten.

Selama di Belanda, ia menjadi anggota Perhimpunan Indonesia. Pada 1924, Indische Veeerniging berganti nama menjadi Indonesisiche atau Perhimpoenan Indonesia.

Melalui organisasi tersebut, Soenario bertemu para pelajar dan mahasiswa, seperti Ahmad Subardjo, Sutomo, Hermen Karstowisatro, Iwa Koesoema Soemantri, dan Nadzir Pamuntjak.

Perjalanan Karier Soenario Sastrowardoyo

Dilansir dari situs ESI Kemendikbud, pada 1926, Soenario berhasil menyelesaikan pendidikan di Leiden. Ia kembali ke Indonesia dan aktif sebagai pengacara untuk membantu rakyat. Soenario memegang prinsip tidak ingin bekerja sama dengan pemerintah kolonial.

Pada 1927, Soenario bersama para sahabatnya membentuk partai politik yang diberi nama Partai Nasional Indonesia. Tokoh-tokoh yang tergabung, antara lain Sukarno, Cipto Mangunkusumo, Raden Mas Sartono, dan Iskak Cokrodisuryo.

Soenario juga memiliki andil besar terhadap perumusan Manifesto Politik yang dirilis Perhimpunan Indonesia dari Belanda. Manifesto Politik 1925 berisi prinsip-prinsip perjuangan, yaitu unity (persatuan), equality (kesetaraan, dan liberty (kemerdekaan).

Ia memimpin Indonesische Nationale Padvindery Organisatio (INPO), salah satu organisasi kepanduan yang berpusat di Batavia atau Jakarta. Soenario pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri periode 1953-1955 bersamaan dengan jabatannya sebagai Ketua Delegasi RI dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955.

Saat menjadi Menlu, Soenario menandatangani Perjanjian tentang dwi kewarganegaraan etnis Cina dengan Chou En Lai. Ia juga menjabat sebagai Duta Besar untuk Inggris periode 1956-1961.

Bahkan, Soenario diangkat menjadi guru besar politik dan hukum internasional, serta rektor Universitas Diponegoro, IAIN Al-Jami'ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah (1960-1972).

Peran Soenario Sastrowardoyo dalam Sumpah Pemuda

Mengutip dari buku Memahami Sumpah Pemuda karya Kartono & Susi Dyah Fatmawati, Soenario merupakan sosok yang menggambarkan kegigihan pemuda untuk bekerja keras mengusahakan persatuan bangsa, sebagaimana dilakukan para pemimpin bangsa secara aktif bergerak dalam bidang politik.

Sebagai pembicara, ia mengimbau Kongres Pemuda II sebagai sendi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam arti luas. Ia juga menganjurkan supaya persatuan yang diupayakan para pemuda tersebar luas hingga ke desa-desa sampai seluruh pelosok tanah air.

Kemudian Kongres Pemuda II yang diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa. Pergerakan pemuda harus dapat menjadi penggerak persatuan Indonesia yang sebenarnya.

Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/sun)


Hide Ads