Apa Itu Karmin yang Diharamkan Bahtsul Masail NU Jatim?

Apa Itu Karmin yang Diharamkan Bahtsul Masail NU Jatim?

Savira Oktavia - detikJatim
Rabu, 27 Sep 2023 19:23 WIB
Pewarna Makanan dari Serangga Halal atau Haram? Ini Kata MUI
Karmin adalah zat pewarna makanan dari serangga. Foto: Istimewa
Surabaya -

PW Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jatim mengharamkan penggunaan karmin sebagai bahan makanan atau minuman. Aapa itu Karmin dan bagaimana hukum penggunaannya dalam Islam?

Karmin atau carmyne adalah salah satu zat pewarna alami yang banyak ditemukan di berbagai produk konsumsi, seperti es krim, produk berbahan dasar susu, dan makanan ringan anak-anak. Karmin juga banyak digunakan dalam produk-produk kecantikan, seperti sampo, pelembab kulit, hingga riasan wajah.

Karmin

Karmin diharamkan penggunaannya sebagai bahan makanan dan minuman karena terbuat dari bangkai serangga. LBM NU Jatim menyebut bangkai serangga najis dan menjijikkan sehingga karmin haram digunakan sebagai bahan pembuatan produk-produk tertentu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut penjelasan singkat tentang karmin yang diharamkan oleh Bahtsul Masail NU Jatim. Mulai dari proses pembuatan karmin hingga hukumnya dari berbagai mazhab.

1. Bahan Karmin dari Kutu Daun

Zat pewarna alami ini didapatkan dari kutu daun atau yang lebih dikenal dengan nama cochineal. Hewan ini menghasilkan asam carminic yang kemudian diekstraksi dan diolah menjadi pewarna alami karmin.

ADVERTISEMENT

Cochineal atau nama latinnya Dactylopius Coccus adalah binatang sejenis serangga yang memiliki banyak kesamaan dengan belalang, dan tidak mempunyai aliran darah. Serangga ini banyak ditemukan di kawasan Amerika Tengah dan Selatan, terutama Peru yang dikenal sebagai penghasil karmin terbesar di dunia.

Para peternak cochineal menggunakan tanaman kaktus pir berduri (Genus Opuntia) sebagai sumber makanan, karena memiliki kelembapan dan nutrisi tanaman yang cocok untuk membudidayakan serangga tersebut.

Cara budidaya cochineal dengan menginduksi pasangan cochineal pada kaktus, sehingga cochineal betina akan berkembang biak dan menjadi dewasa. Ini ditandai dengan adanya perubahan bentuk tubuh menjadi lebih besar dan berisi.

Setelah serangga tersebut mengalami perubahan massa tubuh, para peternak akan memanennya dengan cara disikat, dikeringkan dengan panas matahari, dan ditampi untuk menghilangkan bulunya.

2. Penggunaan Karmin dalam Produk Konsumsi

Proses pengolahan karmin dalam produk konsumsi diawali dengan cochineal dijemur hingga kering dan dibersihkan dari bulu. Kemudian dihancurkan menggunakan mesin sampai menjadi serbuk berwarna merah tua cerah.

Biasanya ekstrak cochineal ini digabungkan dengan larutan alkohol asam, bahan pelapis, hingga pengemulsi untuk menonjolkan warna yang diinginkan, dan menjaganya supaya tidak mudah pudar.

3. Hukum Penggunaan Karmin dari Berbagai Madzhab

Mengutip situs LPPOM MUI dari pendapat Madzhab Syafi'i, hukum menggunakan zat pewarna alami dari cochineal untuk produk konsumsi dan kosmetik adalah haram.

Menurut pandangan Imam Syafi'i dan Abu Hanifah, serangga tergolong ke dalam khabaits (hewan yang menjijikkan). Sehingga penetapan hukum pemanfaatan karmin dilandaskan pada Surat Al- A'raf ayat 157 yang artinya "... Dan ia (Rosul) mengharamkan yang khabaits/menjijikkan.".

Namun, terdapat perbedaan pandangan dengan mazhab lain terkait penetapan hukum penggunaan karmin pada produk konsumsi. Kitab-kitab Fiqh menyebutkan serangga disebut sebagai Hasyarat, yaitu ada yang darahnya mengalir (laha damun sailun), ada juga yang darahnya tidak mengalir (laisa laha damun saitun).

Menurut para ahli Fiqh, serangga yang darahnya mengalir, maka bangkainya akan menjadi najis. Sedangkan yang darahnya tidak mengalir, maka bangkainya dinyatakan suci. Begitupula dengan pendapat Imam Malik, Ibn Abi Layla dan Auza'i menyebutkan serangga itu halal dikonsumsi selama tidak membahayakan.

Cochineal bukan sejenis binatang yang membahayakan. Bahkan dinilai memiliki kandungan bahan yang baik, sehingga dapat dimanfaatkan menjadi sumber zat pewarna makanan.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Maidah ayat 88 yang berbunyi: "Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya."

Juga, firman pada Surat Al-A'raf ayat 157 yang berbunyi: "... dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk."

Berlandaskan pada pemahaman tersebut, terdapat kaidah Fiqh yang menyatakan al-ashhlu fil manafi' al-ibahah. Artinya hukum yang memperbolehkan atau menghalalkan segala sesuatu yang bermanfaat.

Pendapat lain mengemukakan cochineal tergolong jenis belalang. Apabila ditelusuri lebih dalam belalang diperbolehkan dikonsumsi berdasarkan ketetapan dari hadis shahih Nabi Muhammad SAW. Bahkan, diperbolehkan mengonsumsi bangkainya.

Itulah informasi lengkap mengenai pewarna alami karmin. Semoga bermanfaat!

Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom




(irb/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads