5 Contoh Khutbah Jumat tentang Maulid Nabi Muhammad SAW

5 Contoh Khutbah Jumat tentang Maulid Nabi Muhammad SAW

Savira Oktavia - detikJatim
Selasa, 26 Sep 2023 14:16 WIB
Ilustrasi Nabi Muhammad
Ilustrasi Maulid Nabi Muhammad SAW. Foto: Getty Images/iStockphoto/ramil110
Surabaya -

Khutbah merupakan pidato yang menguraikan ajaran agama. Dalam sholat Jumat, khutbah menjadi bagian penting yang tidak boleh terlewatkan. Menyambut peringatan Maulid Nabi, beberapa masjid menyiarkan khutbah mengenai Maulid Nabi saat pelaksanaan sholat Jumat.

Khotbah Jumat ini menyadarkan tentang anugerah besar yang diberikan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, melalui utusannya Nabi Muhammad SAW. Di mana Rasulullah dilahirkan bukan hanya sebagai rahmat bagi umat Islam ataupun kelompok tertentu, akan tetapi bagi seluruh makhluk di alam semesta.

Contoh Khutbah Jumat tentang Maulid Nabi:

Berikut beberapa contoh khutbah Jumat mengenai Maulid Nabi yang telah detikJatim himpun dari situs resmi Nahdlatul Ulama (NU) Jatim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Khutbah Jumat: Maulid Nabi, Kelahiran Sang Pembawa Rahmat

Alhamdulillahirabbil 'alamin, Hamdan yuwafi ni'amahu wa yukafi u mazidah ya rabbana lakal hamdu kama yanbaghi lijalali wajhikal karimi wa'adzimi sulthanika.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah. Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jemaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin, yakni takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah SWT dan menjalankan perintah-Nya.

ADVERTISEMENT

Karena dengan takwa, kita akan diberi solusi oleh Allah di setiap problematika hidup yang kita alami, juga akan ada rezeki melimpah yang datang kepada kita tanpa kita sangka-sangka.

Bulan ini adalah bulan Rabiul Awal, bulan mulia di mana penutup para Nabi dan rasul dilahirkan ke dunia ini. Ya, beliaulah Baginda Besar Nabi Muhammad SAW. Nabi akhir zaman, tidak ada lagi Nabi-Nabi setelahnya.

Jemaah yang dirahmati Allah SWT, di bulan Maulid ini, seyogianya bagi kita untuk banyak-banyak bersyukur kepada Allah SWT karena telah mengutus seorang Nabi yang menjadi suri teladan yang mulia.

Nabi diutus ke muka bumi ini tak lain adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana Allah SWR berfirman dalam surat al-Anbiya ayat 107:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."

Imam Al-Baidhawi dalam kitab tafsirnya menyebutkan sebab disebutnya pengutusan Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat dan kasih sayang bagi seluruh alam, ialah karena diutusnya Nabi ke seluruh dunia di muka bumi ini menjadi sumber kebahagiaan dan kebaikan bagi kehidupan mereka di dunia maupun akhirat kelak.

Imam Ibnu 'Abbas menyebutkan dalam tafsirnya, siapa yang menerima ajaran kasih sayang yang dibawa Nabi dan mensyukurinya, maka ia akan bahagia hidupnya. Sebaliknya, siapa yang menolak dan menentangnya, maka merugilah hidupnya.

Kasih sayang yang ditebarkan Nabi SAW bukanlah hanya ucapan semata, akan tetapi dalam hidup keseharian beliau praktikkan dan implementasikan dengan nyata. Kasih sayang ini bentuknya universal kepada seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Bahkan kepada orang musyrik pun Nabi SAW berlaku santun dan mengasihi.

Tidakkah kita mengingat bagaimana dahulu Nabi SAW ketika hijrah ke Thaif untuk menghindari permusuhan dari kaumnya. Namun ternyata di sana malah mendapat perlakuan yang kasar dan permusuhan yang lebih parah hingga Nabi dilempari batu.

Kala itu, malaikat penjaga gunung menawarkan kepada Nabi, apabila dibolehkan maka ia akan membenturkan kedua gunung di antara Kota Thaif, sehingga orang yang tinggal di sana akan wafat semua.

Namun apa sikap Nabi SAW? Nabi berucap andai mereka saat ini tidak menerima Islam, semoga anak cucu mereka adalah orang yang menyembah-Mu ya Allah! Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak tahu.

Dikisahkan juga dalam hadis riwayat Shahīh Muslim, pada suatu hari, datang seorang sahabat berkata kepada Nabi, "Wahai Nabi! Doakanlah keburukan atau laknat bagi orang-orang musyrik. Kemudian Nabi menjawab, "Sungguh, aku tidaklah diutus sebagai seorang pelaknat, akan tetapi aku diutus sebagai rahmat!".

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah. Di antara sifat mulia Rasulullah SAW yang perlu kita teladani juga adalah sifat pemaafnya. Ingatlah kisah ketika Nabi SAW perang Uhud bersama kaum Muslimin. Kala itu pamannya, Hamzah bin Abdul Muthallib ikut berperang.

Di tengah peperangan, pamannya terbunuh oleh Wahsyi, seorang budak berkulit hitam. Wahsyi tidak hanya membunuhnya dengan menghunuskan pedang begitu saja dan selesai, namun ia mencabik-cabik isi perutnya juga.

Hal ini membuat Nabi SAW sangat sedih, sakit hati, dan marah. Bayangkan! Paman yang begitu dicintainya wafat dengan cara mengenaskan seperti itu. Akan tetapi, ketika Wahsyi menyatakan diri di hadapan Nabi untuk masuk Islam, Nabi pun memaafkannya, meski beliau tidak mau melihat wajah Wahsyi lagi sebab akan terus mengingatkannya kepada peristiwa terbunuhnya pamannya.

Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah SWT, mengenai sifat memaafkan, sungguh Allah telah berfirman dalam surat Al-A'raf ayat 199:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh."

Apabila kita menjadi pribadi yang memiliki sifat pemaaf, maka dapat kita rasakan lingkungan sosial di tengah-tengah masyarakat menjadi damai, tidak ada dendam yang terjadi di antara manusia. Itulah kasih sayang yang dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad SAW.

Semoga di bulan Maulid ini kita dapat meneladani sifat dan akhlak mulia Rasulullah, yang mana dalam mencontoh dan menerapkan akhlaknya terdapat kemaslahatan yang akan kita dapatkan, baik di dunia maupun akhirat.

2. Khutbah Jumat Bulan Rabiul Awal: Makna Agung Memperingati Maulid Nabi

Jemaah sholat Jumat Rahimakumullah, setiap pekan dan mengawali khotbah Jumat, para khatib senantiasa mewasiatkan pesan takwa. Hal tersebut memberikan pesan bahwa takwallah atau takut kepada Allah dengan menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang adalah hal penting.

Dari memperkokoh takwallah, maka umat Islam akan menjadi insan terbaik lantaran dalam keadaan apa saja merasa dalam perhatian dan pantauan Allah SWT. Dengan demikian, takwallah menjadi garansi bagi setiap Muslim untuk menjadi insan terbaik.

Karenanya, marilah kesempatan ini kita manfaatkan untuk tadzakkur dan tafakkur, mengingat segala apa yang kita amalkan selama ini dan berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Semoga dengan demikian kita termasuk golongan orang-orang yang tidak lalai ingat kepada Allah, walaupun kita disibukkan dengan aktivitas jual beli dan perdagangan. Semoga kita semua dijadikan oleh Allah SWT sebagai hamba Allah yang muttaqin dan husnul khatimah, amin ya rabbal alamin.

Maasyiral Muslimin yang berbahagia, di bulan Rabiul Awal yang lebih dikenal dengan bulan Maulid atau bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, tepatnya tanggal 12 Rabiul Awal, biasanya kaum Muslimin merayakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, baik di rumah dengan mengundang tetangga dan handai taulan.

Atau diadakan oleh lembaga, organisasi, masyarakat kampung dengan bentuk pengajian umum dan ceramah, ada juga dengan bakti sosial, khitanan massal, dan bentuk amal-amal shaleh lain.

Yang menjadi pertanyaan, pernakah Nabi Muhammad merayakan peringatan Maulidnya? Dan sejak kapankah diadakan dan untuk apa? Lalu bagaimana hukumnya mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW?

Jemaah sholat Jumat Rahimakumullah, jika menelusuri sejarah, ternyata Nabi Muhammad SAW belum pernah merayakan hari ulang tahunnya dengan upacara dan acara.

Rasulullah memperingati kelahirannya dengan berpuasa. Suatu ketika Nabi Muhammad ditanya: "Wahai rasul, mengapa engkau berpuasa hari Senin?" Rasul menjawab: "Pada hari Senin itu aku dilahirkan."

Dengan demikian Nabi Muhammad SAW merayakannya lewat puasa, yang kemudian di masyarakat kita dikenal dengan puasa weton atau puasa kelahiran. Namun sejarah tidak pernah mencatat Rasulullah merayakan Maulid dengan mengundang orang lain untuk bacaan sholawat, bacaan berberzanjian, dibaan, dan pengajian umum.

Nah, apakah kalau Nabi Muhammad SAW sahabat tidak pernah mengadakan peringatan Maulid ini berarti mengada-ngada, dan apakah termasuk bid'ah?

Jemaah Jumat Rahimakumullah, mari kita mengkaji hukum peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah kitab yang ditulis oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi yang berjudul Husnul Maqasid fil Amal al-Mawalid, dijelaskan bahwa di zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin memang belum diadakan peringatan dalam bentuk upacara, sholawatan dan pengajian tentang Maulid Nabi, sehingga ada sebagian kaum Muslimin yang tidak mau memperingati kelahiran dengan bentuk upacara itu. Jadi, kapan peringatan kelahiran Nabi ini mulai dilaksanakan?

Sejarah menyebutkan bahwa sejak Islam berjaya dengan menaklukkan Romawi, Persia, bahkan Eropa, banyaklah orang non-muslim masuk Islam, termasuk orang-orang Salib dari Eropa. Baik karena sukarela ataupun karena terpaksa.

Hal ini menimbulkan dendam kaum Nasrani, akhirnya mereka membalas dendam dengan menjajah Timur Tengah. Maka berkobarlah perang Salib. Kaum kafir membunuh orang Islam, merampas kekayaan, dijauhkan dari Islamnya, dijauhkan dari Nabinya, dijauhkan dari sejarah kejayaan Islam.

Yang ditampilkan oleh penjajah di hadapan kaum Muslimin adalah tokoh-tokoh kafir, tokoh-tokoh fiktif sehingga rusaklah moral anak-anak muda, hancurlah kejayaan kaum Muslimin, hilang keteladanan, hingga tidak kenal kehebatan Islam.

Melihat kondisi umat yang terpuruk dan semakin jauh dari Islam, serta tidak punya semangat memperjuangkan agamanya, para ulama dan tokoh Islam mencari solusi bagaimana membangkitkan keislaman kaum Muslimin dan melepaskan diri dari cengkeraman tentara salib.

Di antaranya seorang raja yaitu Al-Malik Mudhaffaruddin atau Raja Himsiyyah, mengundang para ulama dan masayikh ke istana untuk bermusyawarah, bagaimana membangkitkan semangat umat Islam, membebaskan diri dari penjajah, serta menanamkan kecintaan anak muda dan Muslimin kepada Rasulullah, sehingga mau meneladani beliau.

Dari musyawarah ulama tersebut akhirnya ada yang mengusulkan agar diadakan peringatan peristiwa bersejarah dalam Islam, di antaranya dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Ini juga yang kemudian dikampanyekan secara besar-besaran, mengundang para penyair agar menulis syair pujian kepada Nabi, serta para ulama dan mubaligh yang bertugas menceritakan sejarah Nabi.

Al-Malik Mudhaffaruddin menanggapi usulan ini dengan antusias. Tetapi ada yang tidak setuju, dengan alasan karena peringatan seperti itu tidak pernah dikerjakan oleh Nabi, dan itu berarti bid'ah.

Menanggapi ketidaksetujuan mereka, akhirnya dijawab oleh ulama yang hadir, bahwa dalam penjelasan tentang bid'ah itu tidak semua sesat. Menurut Imam al-Iz Abdussalam, Ibnu Atsar menjelaskan bahwa ada bid'ah dholalah dan bid'ah hasanah.

Bid'ah dholalah atau sesat adalah bid'ah yang tidak ada dasar hukummnya dan tidak ada perintah sama sekali dari syariat. Sedangkan, bid'ah hasanah adalah suatu amalan yang dasar perintahnya sudah ada dari Rasulullah, namun teknisnya tidak diatur langsung dan itu bukan termasuk ibadah mahdah muqayyadah atau ibadah murni yang telah ditentukan tata caranya.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah. Seperti sering dijelaskan bahwa ibadah itu ada dua macam. Pertama, ibadah mahdah muqayyadah yaitu ibadah murni yang tata caranya terikat dan tidak boleh diubah, karena perintah dan teknis pelaksanaannya contohkan langsung oleh Rasulullah, seperti sholat dan haji yang harus sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasul.

Kedua, ibadah muthalaqah ghairu muqayyadah, yaitu ibadah mutlaq yang tata caranya tidak terikat, perintahnya ada sedangkan teknis pelaksanaannya terserah masing-masing orang. Seperti berzikir, perintahnya sudah ada namun teknisnya tidak ditentukan sebagaimana firman Allah SWT:

فَاذْكُرُواْ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُمْ

"Berzikirlah kalian dalam keadaan berdiri duduk, dan berbaring". (QS an-Nisa)

Zikir merupakan perintah, sedangkan teknisnya terserah kita, duduk, berdiri, berbaring di rumah, di masjid sendirian, bersama-sama, suara pelan ataupun dengan suara keras tidak ada batasan-batasan.

Hal tersebut tergantung kepada situasi dan kondisi asal tidak melanggar ketentuan syariat. Membaca sholawat juga diperintahkan sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

"Sesungguhnya Allah dan malaikat bersholawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya". (QS Al-Ahzab: 56).

Perintah membaca sholawat ada sedangkan teknisnya terserah kita. Boleh sholawat yang panjang, pendek, prosa, maupun syair, yang penting bersholawat kepada Rasulullah. Hal ini termasuk juga berdakwah, Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

"Serulah (manausia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik". (QS An-Nahl 125)

Berdakwahlah kamu ke jalan Allah dengan cara hikmah dan mauidhah hasanah atau wejangan yang baik. Perintahnya ada sedangkan teknis pelaksanaannya terserah kita, boleh dalam bentuk pengajian umum, pengajian rutin di masjid, ataupun media TV, media sosial, radio, koran, majalah,diskusi, maupun seminar. Semuanya dipersilakan, yang penting momentum dan misinya adalah dakwah.

Jemaah Jumat yang mulia. Peringatan Maulid Nabi yang diisi dengan pembacaan sholawat kepada Rasul, pengajian umum, ceramah tentang kesadaran terhadap Islam, membaca sejarah Nabi, amal salih, bakti sosial, khitanan massal dan lain-lain itu merupakan ibadah mutlaqah ghairu muqayadah, atau ibadah yang mutlaq dan tidak terikat tata caranya di mana perintahnya ada sedangkan pelaksanaannya terserah kita.

Maka dengan demikian, mengadakan peringatan Maulid Nabi yang diisi dengan pembacaan sholawat, pengajian umum dan perbuatan yang baik bukan termasuk bid'ah dhalalah, tapi merupakan amrum muhtasan, yaitu sesuatu yang dianggap baik dan kalau dilakukan secara ikhlas, maka akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Demikian juga Sayyid Alwi al-Maliki al-Hasani menjelaskan dalam kitab Mukhtashar Sirah Nabawiayah: "Bahwa memperingati Maulid Nabi bukan bid'ah dhalalah, tapi sesuatu yang baik".

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah. Akhirnya para ulama yang hadir bersama Al-Malik Mudhaffaruddin dalam pertemuan itu memutuskan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad itu boleh. Kemudian Al-Malik Mudhafar sendiri langsung menyumbang 100 ekor unta dan sekian ton gandum untuk mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Setiap daerah diundang penyair untuk membuat syair pujian dan sholawat kepada Nabi Muhammad. Kitab-kitab yang tersisa hingga sekarang di antaranya yang dikarang oleh Syekh al-Barzanji dan Syeikh Addiba'i.

Ternyata diadakannya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini sangat efektif untuk menyadarkan kaum Muslimin cinta kepada Rasul, sehingga seorang pemuda bernama Shalahudin Al-Ayyubi menggalang anak-anak muda, dilatih fisiknya, disadarkan cinta Rasul, diajak membebaskan diri dari penjajahan tentara Salib.

Akhirnya, laskar Islam bersama panglima Shalahudin Al-Ayyubi bisa memenangkan perang Salib pada 580 H. Sejak tahun itulah peringatan Maulid Nabi SAW diadakan oleh negara muslim lainnya.

Mudah-mudahan dengan peringatan Maulid Nabi hati kita semakin cinta kepada Rasulullah SAW. Dengan cinta kepada Rasulullah, kita akan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya dan termasuk orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah SAW.

Sebagaimana sabda beliau yang artinya: "Orang-orang yang telah menghidupkan sunahku maka dia berarti cinta kepadaku, dan orang-orang yang cinta padaku nanti akan bersamaku di surga.". Semoga kita dikumpulkan bersama Rasulullah SAW kelak di surga, amiin ya rabbal alamin.

3. Khutbah Jumat: Maulid Nabi, Amalan Bagus yang Dianjurkan

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah. Mengawali khotbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khotib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khotib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.

Kaum Muslimin jemaah sholat Jumat Rahimakumullah. Ayat yang kami baca di atas menunjukkan bahwa orang yang menginginkan keselamatan haruslah mengikuti dan menetapi sabilul mukminin, yakni perkara yang disepakati oleh para ulama kaum Muslimin.

Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa orang yang berpaling dari jalan kaum Muslimin balasannya adalah neraka yang merupakan seburuk-buruk tempat kembali. Dalam sebuah hadis mauquf dari sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

مَا رَءَاهُ الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَءَاهُ الْمُسْلِمُوْنَ قَبِيْحًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ قَبِيْحٌ (قال الحافظ ابن حجر: هذا موقوفٌ حسَنٌ)

"Sesuatu yang dinilai dan disepakati sebagai perkara yang baik oleh kaum Muslimin, maka ia menurut Allah baik, dan sesuatu yang dinilai dan disepakati sebagai perkara buruk oleh kaum Muslimin, maka ia menurut Allah buruk". (Al Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Hadis ini adalah hadis mauquf yang hasan").

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah. Di antara perkara yang dinilai baik oleh kaum Muslimin dari masa ke masa dan disepakati sebagai sesuatu yang disyariatkan adalah merayakan Maulid Baginda Nabi Muhammad SAW.

Merayakan Maulid termasuk kebaikan yang diganjar pahala yang agung. Sebab dengan peringatan Maulid, seseorang menampakkan suka cita dan kebahagiaan atas kelahiran Nabi yang mulia.

Peringatan Maulid, meskipun tidak pernah dilakukan di masa Nabi SAW, namun ia termasuk bid'ah hasanah yang disepakati kebolehannya oleh para ulama. Peringatan Maulid pertama kali dilakukan di awal abad ke tujuh Hijriah oleh Raja Al-Muzhaffar, seorang raja yang mujahid, berilmu dan bertakwa.

Beliau adalah penguasa Irbil, salah satu wilayah di Irak. Dalam peringatan Maulid yang ia laksanakan, ia mengundang banyak para ulama di masanya. Mereka semua menganggap baik apa yang dilakukan Raja Al-Muzhaffar. Mereka memujinya dan tidak mengingkarinya.

Para pecinta Rasulullah SAW yang berbahagia. Para ulama sepeninggal Raja Al-Muzhaffar juga tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengingkari peringatan Maulid. Bahkan, Al-Hafizh Ibnu Dihyah dan lainnya menulis karangan khusus tentang Maulid.

Peringatan Maulid juga dinilai bagus oleh Al-Hafizh Al-'Iraqi, Al-Hafizh Ibnu Hajar, Al-Hafizh as-Suyuthi, dan lainnya. Hingga kemudian pada sekitar 200 tahun lalu, muncul sekelompok orang yang mengingkari peringatan Maulid dengan keras.

Mereka mengingkari perkara yang dinilai baik oleh umat Islam dari masa ke masa selama berabad-abad lamanya. Mereka menganggap bahwa peringatan Maulid adalah bid'ah yang sesat.

Mereka berdalih dengan sebuah hadis yang mereka tempatkan tidak pada tempatnya, yaitu hadis كُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ (setiap perkara baru yang tidak pernah dilakukan pada masa Nabi adalah bid'ah).

Hadis ini memang sahih. Akan tetapi maknanya tidaklah seperti yang mereka katakan. Para ulama menjelaskan makna hadis tersebut bahwa perkara yang dilakukan sepeninggal Nabi SAW adalah bid'ah yang buruk dan tercela kecuali perkara yang sesuai dengan syariat.

Jadi kata "Kullu" dalam hadis tersebut maknanya bukanlah "semua tanpa terkecuali", tapi "al aghlab" (sebagian besar). Hal ini sebagaimana dalam firman Allah yang menceritakan tentang angin yang menjadi azab bagi kaum 'Ad:

تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْ بِاَمْرِ رَبِّهَا (سورة الأحقاف: ٢٥)

"Angin itu menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya." (QS al-Ahqaf: 25)

Kenyataannya, angin tersebut tidak menghancurkan segala sesuatu. Tidak menghancurkan bumi dan langit. Angin tersebut hanya menghancurkan kaum 'Ad dan harta benda mereka. Allah menggunakan redaksi "semua", tapi yang dimaksud adalah "sebagian".

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ (رواه مسلم وغيره)

"Barangsiapa merintis perkara baru yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa berkurang pahala mereka sedikit pun." (HR Muslim dan lainnya)

Oleh karenanya, Imam asy-Syafi'i radhiyallahu 'anhu berkata:

اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ، فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمٌ" (رواه عنه الإمام البيهقي وغيره)

"Bid'ah itu ada dua macam: Bid'ah Mahmudah (terpuji) dan Bid'ah Madzmumah (tercela), jadi bid'ah yang sesuai dengan sunnah adalah terpuji dan bid'ah yang menyalahi sunah adalah tercela." (Perkataan Imam asy-Syafi'i ini diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dan lainnya).

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah. Apa yang biasanya dilakukan pada saat perayaan Maulid? Yang dilakukan tiada lain adalah hal-hal yang disyariatkan dan dianjurkan untuk dikerjakan, yaitu membaca Al-Qur'an, berzikir, membaca sholawat, melantunkan puji-pujian kepada Rasulullah SAW, menjelaskan sejarah hidup Baginda Nabi SAW, dan kebaikan-kebaikan lainnya.

Semua itu adalah kebaikan-kebaikan yang dianjurkan dalam Al-Qur'an dan hadis. Apakah hal-hal itu jika dikerjakan sendiri-sendiri adalah kebaikan, akan tetapi jika dikerjakan dalam satu rangkaian kegiatan yang diberi nama "Perayaan Maulid", hukumnya menjadi haram dan bid'ah yang menjerumuskan ke neraka? Aneh! Ajaran macam apa ini? Agama barukah?

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah, Al Hafizh As-Suyuthi ketika ditanya tentang peringatan Maulid Nabi, beliau menjawab:

أَصْلُ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ

"Pada dasarnya peringatan Maulid berupa berkumpulnya orang, membaca Al-Qur'an, meriwayatkan hadis-hadis tentang permulaan sejarah Nabi dan tanda-tanda yang mengiringi kelahirannya, kemudian disajikan hidangan lalu dimakan dan bubar setelahnya tanpa ada tambahan-tambahan lain, adalah termasuk bid'ah hasanah (perkara yang baik, meskipun tidak pernah dilakukan pada masa Nabi), yang pelakunya akan memperoleh pahala, karena itu merupakan perbuatan mengagungkan Nabi dan menampakkan rasa gembira dan suka cita dengan kelahiran Nabi yang mulia." (Disebutkan dalam karya beliau, Husnul Maqshid fi 'Amalil Maulid).

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah. Demikian khotbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.

4. Khutbah Jumat: Maulid, Momentum Bersyukur Menjadi Umat Nabi

Ma'asyiral Muslimin jemaah Jumat yang dirahmati Allah. Alhamdulillâhi rabbil alamin, segala puji dan sanjung mari senantiasa kita haturkan kepada Allah SWT, sebagai bentuk syukur dan terima kasih atas segala nikmat dan anugerah-Nya yang telah diberikan kepada kita semua,.

Kususnya nikmat iman dan Islam yang terus melekat dalam hati dan jiwa kita, sehingga bisa terus istikamah beribadah dan bermunajat kepada-Nya. Semoga ibadah yang kita lakukan ini menjadi ibadah yang diterima oleh-Nya.

Sholawat dan salam mari senantiasa kita haturkan kepada panutan dan idola kita bersama, Nabi Muhammad SAW, allahumma shalli 'alâ Muhammad wa 'alâ alih wa sahbih, yang telah menjadi teladan terbaik sepanjang masa bagi kita semua, baik dalam berbuat, bertindak maupun berucap. Semoga kita semua diakui sebagai umatnya, dan mendapatkan limpahan syafaatnya kelak di hari kiamat. Amin ya rabbal âlamin.

Selanjutnya, sebagai awal dalam memulai khotbah Jumat di atas mimbar yang mulia ini, kami selaku khatib mengajak diri sendiri, keluarga, dan semua jemaah yang turut hadir pada pelaksanaan sholat Jumat ini, untuk terus berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, dengan sebenar-benarnya takwa. Caranya adalah menjalankan semua yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Meningkatkan keimanan dan ketakwaan sangat penting untuk terus kita lakukan dalam setiap harinya, sebab ia menjadi barometer keselamatan setiap manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Karena itu, Allah SWT menegaskan kepada kita, bahwa hanya ketakwaan-lah yang akan menjadi bekal terbaik untuk kita bawa menuju surga-Nya Allah. Dalam Al-Qur'an disebutkan:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الأَلْبَابِ

"Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat." (QS Al-Baqarah [2]: 197).

Ma'asyiral Muslimin jemaah Jumat yang dirahmati Allah. Saat ini kita semua berada di bulan Rabiul Awal, salah satu bulan Hijriah yang diyakini sebagai bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Maka sudah tidak heran dan sudah seharusnya bagi semua umat Islam untuk merayakan dan mensyukuri hari yang mulia tersebut, sebagai bentuk cinta dan bahagia atas dilahirkannya baginda Nabi.

Lahirnya Nabi Muhammad merupakan karunia paling akbar yang Allah berikan kepada alam semesta. Nabi diutus oleh Allah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta, serta untuk mengajarkan ajaran Islam yang penuh dengan kedamaian dan kasih sayang.

Karena itu, kita semua dianjurkan untuk berbahagia dengan hari kelahiran tersebut, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

"Katakanlah (Muhammad), 'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan." (QS Yunus [10]: 58).

Merayakan dan berbahagia dengan datangnya suatu anugerah dari Allah berupa lahirnya Nabi Muhammad, merupakan salah satu cara bagi kita semua untuk mensyukuri anugerah yang telah Allah berikan tersebut, dan ini akan menjadi salah satu tanda bahwa kita termasuk orang-orang yang cinta kepada Nabi.

Ma'asyiral Muslimin jemaah Jumat yang dirahmati Allah. Kita semua wajib untuk bahagia dan bersyukur karena telah ditakdirkan oleh Allah SWT menjadi umat Nabi Muhammad.

Nabi terakhir yang derajat dan kemuliaannya melebihi para Nabi sebelumnya, bahkan keberadaan alam semesta ini tidak lain hanya karena adanya Nabi. Allah tidak akan menciptakan alam semesta seandainya bukan karena baginda Nabi.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Bushiri dalam Qasidah Burdahnya, ia mengatakan:

وَكَيْفَ تَدْعُو اِلَى الدُّنْيَا ضَرُوْرَةُ مَنْ * لَوْلاَهُ لَمْ تُخْرَجِ الدُّنْيَا مِنَ الْعَدَمِ

"Bagaimana mungkin Nabi Muhammad tertarik pada dunia, andai saja tanpa keberadaannya maka dunia tidak akan pernah ada."

Tidak hanya itu, Nabi Muhammad merupakan Nabi yang paling mulia nan paling agung melebihi Nabi-Nabi yang lain. Dengan demikian maka meniscayakan bahwa kita juga akan menjadi umat yang lebih mulia dari umat-umat Nabi yang lain. Hal ini juga ditegaskan Imam al-Bushiri dalam burdahnya, ia mengatakan:

لَمَّا دَعَا اللهُ دَاعِيْنَا لِطَاعَتِهِ * بِأَكْرَمِ الرَّسْلِ كُنَّا أَكْرَمَ الْأُمَمِ

"Tatkala Allah panggil Nabi pengajak kita karena ketaatannya kepada Allah dengan panggilan rasul termulia, maka jadilah kita umat yang paling mulia pula."

Allah SWT telah menjadikan kita umat yang paling agung nan paling mulia melebihi umat para Nabi terdahulu. Hal itu tidak lain selain karena jasa dan perjuangan Nabi Muhammad.

Hal-hal yang berhubungan Nabi Muhammad akan menjadi mulia, bahkan lebih mulia dari yang lainnya, termasuk juga kita sebagai umatnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS Ali 'Imran [3]: 110).

Ma'asyiral Muslimin jemaah Jumat yang dirahmati Allah. Itulah beberapa alasan bagi kita semua untuk mensyukuri nikmat menjadi umat Nabi Muhammad. Dengan menjadi umatnya, maka kita memiliki Nabi yang paling mulia melebihi Nabi sebelumnya, dan dengan menjadi umatnya pula, maka kita menjadi umat termulia melebihi umat Nabi sebelumnya.

Oleh karena itu, sudah tiba saatnya bagi kita semua untuk kembali bersyukur kepada Allah karena telah mempertemukan kita dengan bulan Rabiul Awal, bulan yang sangat mulia karena pada bulan ini manusia termulia dilahirkan.

Demikian khotbah Jumat perihal mensyukuri nikmat menjadi umat Nabi Muhammad. Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua, dan digolongkan sebagai hamba yang istikamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amin ya rabbal alamin.


5. khotbah Jumat Singkat: Maulid sebagai Bulan Penuh Rahmat

Jemaah Jumat yang Dirahmati Allah SWT. Alhamdulillah, hari Jumat ini kita masih diberi kemampuan untuk menjalankan salah satu perintah melaksanakan jemaah sholat Jumat.

Rasanya Jumat ini adalah hari istimewa karena merupakan Jumat di bulan Rabiul Awal. Marilah kita gunakan waktu spesial ini untuk meningkatkan takwallah yakni menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang.

Jemaah yang berbahagia. Begitu mulianya Rasulullah, sehingga sebagian ulama menganggap malam kelahirannya tidak kalah mulianya dibandingkan dengan Lailatul Qadar.

Karena adanya Lailatul Qadar sebagai malam diturunkannya Al-Qur'an disebabkan adanya kelahiran Rasulullah sebagai penerima wahyu Al-Qur'an. Rasul yang dipercaya mengemban dan menyampaikan Al-Qur'an kepada umat manusia.

Demikian mulianya Rasulullah hingga dalam hadis qudsi diungkapkan bahwa Allah SWT berkata kepada Nabi Adam AS:

قال الله تعالى لأدم لولا محمد ماخلقتك

Jika tidak karena Muhammad, Aku tidak ciptakan engkau wahai Adam.

Dalam riwayat lain dikatakan: Jika tidak karena Muhammad, Aku tidak ciptakan alam semesta ini.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa bulan Maulid ini malah terkesan menjadi bulan saling menuduh dan membid'ahkan. Hanya karena berbeda pendapat mengenai hukum peringatan Maulid. Padahal tidak demikian seharusnya.

Di bulan kelahiran Rasulullah ini, umat Islam harus sadar dan kembali merapatkan barisan, meningkatkan ketakwaan dan merealisasikannya dalam realitas kehidupan. Sehingga menjadi nyata apa yang difirmankan Allah bahwa Dia mengutus Rasulullah sebagai rahmat bagi semesta alam. Wa ma arsalnaka illa rahmatan lil alamin.

Rahmat yang sudah sepatutnya kita syukuri dengan cara memperbanyak baca sholawat dan menyenangkan kaum fakir miskin dengan bersedekah. Bahkan keberadaan rahmat itu mewajibkan kita selaku umat untuk menyambutnya dengan gembira. Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira.

Hadirin yang mulia. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari pada apa yang merek kumpulkan. (Yunus: 58) Apakah yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat di atas? Apakah bentuk rahmat itu? Para mufassir berbeda pendapat mengenai hal ini.

Namun dalam Ulumul Qur'an diterangkan bahwa menafsirkan ayat dengan ayat al-Qur'an yang lain merupakan bentuk penafsiran yang paling kuat. Karenanya As-Suyuthi dalam Ad-Durrul Mantsur menerangkan bahwa rahmat itu tiada lain adalah Rasulullah. Hal ini senada dengan kutipan Ibnu Abbas:

وأحرج أبو الشيخ عن ابن عباس فى الأية قال: فضل الله العلم ورحمته محمد صلى الله عليه وسلم: قال الله وما أرسلنك إلا رحمة للعالمين

"Bahwa yang dimaksudkan dengan karunia Allah swt adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah Nabi Muahammad shallallahu 'alaihi wasallam. Allah SWT telah berfirman (Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam)." (Al-Anbiya: 107)

Maka menjadi jelas bahwa Rasulullah memang diciptakan oleh Allah sebagai rahmat bagi alam jagad raya. Maka kalimat selanjutnya dalam Surat Yunus di atas yang berbunyi: Hendaklah mereka bergembira, secara otomatis memerintahkan kepada umat muslim menyambut gembira atas rahmat tersebut.

Jemaah yang berbahagia. Demikian pentingnya merasa bergembira menyambut kelahiran Rasulullah sehingga Imam Imam Al-Suyuthy (849-910 H/ 1445-1505 M) dalam Husnul Maqshad fi Amalil Maulid memberikan petunjuk cara merayakan Maulid Nabi yang benar:

أنَّ أصْلَ عَمَلِ الْمَوْلدِ الَّذِى هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ. وَرِواَيَةُ الأخْبَارِ الوَارِدَة فِى مَبْدَءِ أمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِى مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَلِكَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِى يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ

"Bahwa asal perayaan Maulid Nabi Muhammad, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur'an dan kisah-kisah teladan kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid'ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad yang mulia." (Al-Hawy Lil Fatawa, Juz I, halaman: 189-197)

Hal pertama yang harus ada dalam perayaan, sebagai bukti kegembiraan umat Muslim atas kelahiran Rasulullah adalah membaca Al-Qur'an. Karena al-Qur'an adalah mukjizat Rasulullah sekaligus pedoman hidup bagi umat Muslim.

Hal kedua yang tidak boleh terlewatkan adalah bercerita tentang kisah Rasulullah yang penuh keteladanan. Teladan bagi pemuda, pedagang, seorang suami, bagi seorang pemimpin dan tidak juga bagi segenap umatnya. Dan ketiga adalah Ibn Taimiyah sebagaimana dikutip Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, yaitu:

يَقُوْلُ اِبْنُ تَيْمِيَّة قَدْ يُثَابُ بَعْضُ النَّاسِ عَلَي فِعْلِ الْمَوْلِدِ وَكَذَلِكَ مَا يُحْدِثُهُ بَعْض النَّاسِ إمَّا مُضَاهَاة لِلنَّصَارَى فِى مِيْلاَدِ عِيْسَى عليه السلام وَإمَّا مَحَبَّةٌ لِلنَّبي صلي الله عليه وسلم وَتَعْظِيْمًالَهُ وَالله قَدْ يُثِيْبُهُمْ عَلَى هَذِهِ الْمَحَبَّةِ وَالاجْتِهَادِ لاَ عَلَى الْبِدَعِ

"Ibn Taimiyyah berkata: Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi akan diberi pahala. Demikian pula apa yang dilakukan oleh sebagian orang. Adakalanya bertujuan meniru di kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS, dan adakalanya juga dilakukan sebagai ekspresi rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Allah Ta'ala akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan atas bid'ah yang mereka lakukan." (Manhajus Salaf fi Fahmin Nushush Bainan Nadzariyyat wat Tathbiq, halaman: 399).

Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/sun)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads