Berdasarkan laporan tertulis penyelidikan kasus kebakaran hutan Bromo dari pihak kepolisian, dari tangan tersangka manajer WO yang bertanggung jawab atas aktivitas prewedding itu, polisi menyita 5 selongsong flare atau asap warna merek Golden Eye dan sebuah korek berwarna merah muda. Pantauan secara online di sejumlah marketplace, flare atau asap warna merek tersebut harganya rata-rata tidak lebih dari Rp 300 ribu.
Flare yang dijual dalam satu paket berisi 10 tabung itu dijual dengan harga paling rendah Rp 89 ribu dan paling tinggi Rp 286 ribu di salah satu platform jual beli online. Kisaran harga yang tidak jauh berbeda juga berlaku di platform jual beli online lainnya. Sedangkan di situs resmi produsen kembang api merk Golden Eye, flare yang dijadikan barang bukti oleh polisi itu dibanderol dengan harga Rp 85 ribu.
Rabu 6 September lalu, proses foto prewedding pasangan berinisial HP (39) pria warga Surabaya dan PMP (26) wanita asal Palembang berlangsung di Bukit Teletubbies Bromo. Dalam konsep foto prewedding yang ditawarkan oleh Andrie Eka Wibowo selaku manajer Wedding Organzier yang telah disetujui HP dan PMP, mereka akan difoto di bukit tersebut dengan memakai flare atau asap warna.
Saat foto prewedding itu berlangsung, Andrie yang telah menjadi tersangka kasus ini mengajak serta 3 orang krunya yakni MGG (38) selaku juru foto, ET (27) selaku juru video, dan ARVD (34) selaku juru rias. Saat proses pengambilan itu berlangsung, 1 dari 5 tabung flare yang dinyalakan itu meletus hingga apinya memercik ke rumput yang kering di musim kemarau. Kebakaran cepat membesar karena angin bertiup cukup kencang.
Kebakaran itu cepat membesar dan meluas membakar lahan dan hutan di kawasan Bromo. Ratusan orang relawan, TNI, Polri, BPBD, juga para petugas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru telah melakukan pemadaman dengan berbagai cara. Tapi ada sejumlah titik kebakaran yang sulit dijangkau titik bara api yang muncul lebih banyak dan meluas hingga ke kawasan Poncokusumo, Malang.
TNBTS pun meminta bantuan BNPB untuk mendatangkan helikopter water bombing karena khawatir titik api tidak segera padam meski upaya pemadaman darat terus dilakukan selama 6 hari penuh dan membuat personel gabungan pemadam api itu kelelahan. BNPB pun menerjunkan helikopter yang mampu melakukan penyiraman titik api dari udara itu. Termasuk menerjunkan helikopter Super Puma.
Tapi upaya pemadaman dengan cara water bombing itu ternyata biayanya tidak murah. Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyampaikan penjelasan tentang biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk pemadaman kebakaran hutan dengan metode water bombing. Dalam kurun waktu 1 jam, biaya penerbangan helikopter water bombing mencapai ratusan juta rupiah.
"Mungkin banyak yang belum tahu, water bombing itu, 1 jam itu biayanya 11.500 US Dolar atau sekitar Rp 150 juta itu. Belum yang Super Puma, itu lebih mahal lagi. Makanya operasi udara ini jalan terakhir, operasi darat dulu laksanakan, jangan nunggu api besar," ujar Suharyanto saat melakukan kunjungan dan menyampaikan bantuan di Pasuruan, Jumat (8/9).
![]() |
Berdasarkan catatan BPBD Malang yang disampaikan Kabid Kedaruratan dan Logistik Sadono Irawan, lama penerbangan helikopter untuk melakukan water bombing di Bromo mencapai lebih dari 8 jam sejak Minggu (10/9) hingga Senin (11/9). Terdiri dari 1 kali sortie atau pengambilan air kurang lebih selama 2 jam dengan jumlah water bombing 5 kali pada Minggu, dan lebih dari 6 jam dengan 17 kali water bombing pada Senin.
"Seharian ini (Senin) total penerbangan 6 jam 29 menit. Total water bombing sebanyak 17 kali," terangnya.
Dari keterangan Sadono itu, upaya water bombing dengan helikopter untuk pemadaman karhutla Bromo mencapai durasi kurang lebih 8 jam 29 menit selama dua hari, yakni pada Minggu dan Senin. Dengan perkiraan biaya yang disampaikan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, maka untuk 8 jam 29 menit penerbangan biaya yang harus dikeluarkan negara mencapai Rp 1,2 miliar atau tepatnya Rp1.272.500.000.
Pada penjelasannya, Suharyanto menjelaskan kenapa biaya water bombing dengan helikopter itu sangat besar. Sebabnya, helikopter yang dipakai untuk water bombing bukan milik BNPB. Tapi milik pihak ketiga atau perusahaan.
"Helikopter itu bukan punya BNPB. BNPB bekerja sama dengan pihak ketiga," ujarnya Jumat (8/9) lalu.
Meskipun mahal, water bombing diakui cukup efektif untuk memadamkan titik api yang sulit dijangkau petugas gabungan di darat. Hingga Senin kemarin BPBD Malang memastikan api sudah benar-benar padam. Namun, pada Selasa (12/8), pihak TNBTS menyatakan asap kembali muncul di sejumlah titik, yang menandakan api belum benar-benar padam.
Hari ini, BPBD Pasuruan menyatakan bahwa api yang membakar hutan di Bukit Keciri belum padam. Bahkan disebutkan bahwa api di lokasi dengan medan yang cukup sulit itu masih besar. Hal itu seperti dinyatakan oleh Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Pasuruan Sugeng Hariyadi.
"Kebakaran Bukit Keciri belum padam, masih besar. Upaya pemadaman dari darat telah dilakukan ratusan orang sejak Senin hingga Selasa. Tapi karena angin kencang, lahan kering, medan sulit dan ketiadaan air, membuat upaya pemadaman sulit," kata Sugeng saat dikonfirmasi detikJatim pada Rabu (13/9/2023).
Kebakaran di Bukit Keciri masuk kawasan TNBTS ini terjadi sejak Senin (11/9) pukul 13.00 WIB. Kebakaran ini berasal dari rembetan kebakaran di padang Savana Bukit Teletubbies Gunung Bromo yang dipicu flare prewedding. Ada ratusan orang dari sejumlah desa di Kecamatan Tutur yang masih melakukan pemadaman cara manual, yakni dengan digebyok dan membuat sekat bakar.
Menyadari sulitnya medan dan keterbatasan sumber air, Sugeng mewakili petugas BPBD Pasuruan telah berkoordinasi dengan BPBD Jatim tentang kemungkinan untuk pemadaman api dengan cara water bombing.
"Kami sudah koordinasi dengan BPBD Jatim untuk bisa melakukan water bombing," ujar Sugeng.
Bila water bombing akan dilakukan, maka biaya ratusan juta rupiah masih perlu dikeluarkan oleh negara karena ulah beberapa orang yang menyalakan flare harga ratusan ribu rupiah.
(dpe/dte)