Kreatif! Siswa SD Surabaya Budi Daya Maggot untuk Kurangi Sampah

Kreatif! Siswa SD Surabaya Budi Daya Maggot untuk Kurangi Sampah

Esti Widiyana - detikJatim
Jumat, 08 Sep 2023 13:20 WIB
Siswa SD di Surabaya Budidaya 1.154 Kg Moggot
Siswa budi daya maggot (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya -

Kebanyakan bocah usia 11 tahun menikmati masa kecilnya banyak bermain dengan teman sebaya. Namun berbeda dengan Galang, siswa kelas 6 SDN Jemur Wonosari I/417 Surabaya justru membuat sebuah inovasi bermanfaat bagi masyarakat.

Finalis Pangeran Puteri Lingkungan Hidup Surabaya 2023 memiliki proyek lingkungan hidup berjudul "Maggot sebagai Pakan Ternak dan Penanganan sampah Organik". Proyeknya ini dilakukan sejak Januari 2023.

Bermula dari keprihatinan Galang melihat sampah organik dan non organik yang tidak terpilah, akhirnya tergerak mulai memilah sampah organik dan non organik di rumah dan sekolah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Galang berusaha menyelesaikan permasalahan sampah hingga tuntas menggunakan komposter. Berupa tong aerob, takakura, lubang resapan biopori dan komposter beton. Untuk mempercepat proses terurainya sampah organik, ia membudidayakan maggot di rumahnya sebanyak 6 kg.

Setelah menjalankan proyek lingkungan hidup, Galang mencari pakan maggot dengan mencari warung dan rumah binaannya. Kini, sudah ada 7 warung binaan, 17 RT kampung binaan dan 4 sekolah binaan.

ADVERTISEMENT

"Warung adopsi ini diambil sampah sisa makanan untuk menjadi pakan maggot. Maggot bisa makan sampah organik 2-4 kali lipat dari tubuhnya," kata anak kelahiran 24 November 2011 ini saat ditemui detikJatim di SDN Jemur Wonosari I/417, Rabu (6/9/2023).

Anak kedua dari empat bersaudara ini juga mengembangkan proyeknya dengan membuat Go!Damber atau Maggot dalam Ember. Maggot itu akan dibagikan ke beberapa kampung binaannya.

"Maggot saya taruh di ember, ditaruh depan rumah warga untuk menaruh sampah organik. Ada 5 Go!Damber di RT 8, RW 3 Jemur Wonosari," ujarnya.

Dalam mensosialisasikam dan mengedukasi manfaat maggot dan penanganan sampah organik, Galang sempat mengalami kesulitan. Khususnya pada pemilahan sampah.

"Kesusahannya waktu awal sampah organik dari warung. Warung belum bisa membedakan sampah organik dan non organik dicampur sama plastik, jadi saya milah2 sendiri," kata bocah yang hobi bersepeda ini.

Selain itu memanfaatkan budidaya maggotnya untuk pakan ternak seperti lele, ayam, menthog, kelinci dan bebek di beberapa kampung mitranya. Galang juga membudidaya maggot dan saat ini sudah ada 1.154 kg.

Menurutnya, budidaya maggot tidaklah susah. Cukup menyediakan kotak untuk kandang maggot dari kotak bekas, kemudian kandang untuk lalat.

"Saya nabung Rp 5-6 ribu per hari selama satu bulan buat beli kandang lalat, harganya Rp 65 ribu. Nanti maggot menjadi pupa atau kepompong, lalu menjadi lalat. Kemudian lalat bertelur telur lalat BSF jadi maggot lagi. Dari semua bangkai lalat bisa buat pakan ternak juga. Saya kasih ke ayam dan bebek," urainya.

Setiap hari, Galang memerlukan 8.352 kg sampah organik untuk pakan maggotnya. Banyak warga akhirnya terbantu dan teredukasi dengan proyeknya ini.

Saat ini, sudah ada 5.510 orang telah disosialisasi tentang penanganan sampah organik, khususnya menggunakan maggot. Sebanyak 8.470 menit waktu untuk pengembangan proyek dan 1.401 tim terlibat.

"Mengedukasi warga pemilik warung bagaimana memilah sampah organik dan non organik. Ada warga yang minta diajarkan, minta didulukan diberikan maggot. Ada yang suka, ada yang geli. Biar nggak keluar wadah dikasih makan terus," ceritanya.

Ke depannya, Galang ingin mengembangkan maggotnya dan menyebarluaskan tentang maggot ke masyarakat. Galang juga membuat lomba pemilahan sampah organik dan non organik kepada warga, kemudian pemilahan sampah, berapa banyak sampah organik yang diberikan ke maggot.




(esw/fat)


Hide Ads