Angka stunting di Bondowoso relatif tinggi, yakni tembus 32% persen. Pemerintah setempat terus mencari terobosan untuk menekan angka itu.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah membentuk Desa Emas (Desa eliminasi stunting). Program digagas Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) ini menggandeng perguruan tinggi, yakni Unair Surabaya.
Tahap awal lima desa di Bondowoso sebagai proyek percontohan. Yaitu desa di Kecamatan Wringin, Binakal, Tlogosari, Botolinggo, dan Cermee.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sengaja menggandeng perguruan tinggi sebagai pendampingan dalam upaya percepatan penurunan angka stunting," kata Kepala Dinsos P3AKB Bondowoso, Anisatul Hamidah, saat dikonfirmasi detikJatim, Jumat (8/9/2023).
Selain menggandeng perguruan tinggi, Dinsos juga juga menggandeng dinas terkait lainnya yang mengampu stunting di Bondowoso.
Baca juga: Tiga Penyebab Utama Balita Stunting |
"Untuk intervensi spesifik penanganan stunting dilakukan oleh dinas kesehatan," terangnya.
Data dihimpun, selain menggandeng sejumlah pihak menekan angka stunting tersebut, pemerintah setempat juga membentuk TPK (Tim pendamping keluarga) sebanyak 1.791 orang.
Tim beranggotakan berbagai disiplin ilmu dan ketrampilan ini bertugas mendampingi ibu hamil, calon pengantin, pasangan usia subur, balita dan baduta, yang ada di 219 desa di Bondowoso.
Saat ini angka stunting di Bondowoso 32 persen. Dengan beberapa terobosan itu ditargetkan akan terjadi penurunan hingga menjadi 21% di tahun 2024.
Sementara secara nasional tahun 2024 mendatang ditargetkan turu menjadi 14 % dari sebelumnya 20% lebih. Untuk Bondowoso ditargetkan turun 11 persen. Rinciannya 5,5 persen tahun 2023, serta 5,5 persen tahun 2023.
(hil/fat)