Sebelum tewas, mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Yodeka Kopaba (21) sempat ditemukan dalam kondisi pucat. Yodeka diduga tewas akibat hipotermia.
Diketahui, Yodeka bersama 6 temannya memulai perjalanan dari pos pendakian Tahura, Jumat (18/8) pukul 18.00 WIB. Mereka berhenti di pos 2 sekitar pukul 22.00 WIB.
Korban tidak melanjutkan perjalanan karena kondisi kurang sehat. Korban ditemani satu teman perempuannya. Sedangkan 5 rekan lainnya melanjutkan perjalanan ke puncak pada Sabtu (19/8) sekitar pukul 01.00 WIB. Lalu pada Minggu (20/8), Yodeka tewas di pos 2 jalur pendakian Gunung Arjuno via Sumberbrantas, Kota Batu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum meninggal dunia, Yodeka sempat dirawat oleh rombongan pendaki lain yang bertemu saat perjalanan dari puncak Gunung Arjuno. Rombongan pendaki tersebut berjumlah 4 orang yang terdiri dari 3 laki-laki dan 1 perempuan.
Teman Korban Sempat Minta Tolong
Salah satu rombongan pendaki, Rofiq menceritakan, awalnya dia bersama dengan teman-temannya turun usai dari puncak Gunung Arjuno. Saat melintas di pos 2 pada Sabtu (19/8/2023) sekitar pukul 17.00 WIB, mereka melihat seorang perempuan meminta pertolongan.
"Coba kami datangi dan melihat kondisi perempuan itu pucat lemas dan di dalam tenda, ada masnya (Yodeka) terbaring lemas juga. Setelah ngobrol, ternyata kami baru tahu kalau perempuan itu belum makan sama sekali," ujar Rofiq saat ditemui detikJatim, Senin (21/8/2023).
"Kemudian sama teman saya yang perempuan itu coba dimasakin dan kemudian disuapin si perempuan ini dan untung kondisinya setelah itu mulai mendingan. Sedangkan yang masnya itu ngggak mau makan, katanya tenggorokannya sakit gitu kalau dipakai makan," sambungnya.
Khawatir melihat kondisi dua pendaki yang baru pertama kali naik gunung tersebut, Rofiq bersama teman-temannya mencoba untuk bertahan di pos 2 sembari menunggu rekan-rekan dua pendaki tersebut kembali.
"Jadi kami tunggu di pos 2 karena dari keterangan si perempuan itu mereka mendaki bersama 7 orang. Tapi karena kondisi masnya tidak sehat ditinggal di pos 2 bersama satu temannya perempuan itu. Sedangkan 5 anak lainnya lanjut perjalanan muncak," kata dia.
Korban Tak Mau Makan Karena Tenggorokannya Sakit
Karena rekan-rekan korban tak kunjung kembali, Rofiq berinisiatif menitipkan pesan kepada setiap pendaki yang melintas pos 2 menuju ke puncak. Ia menyampaikan kepada setiap pendaki soal ciri-ciri korban dan kondisinya. Pesan tersebut juga berisi permintaan agar rekan-rekannya segera turun.
"Saat itu setiap ketemu pendaki naik saya langsung titip pesan ciri-ciri tenda dan kondisi mereka. Terakhir itu sampai jam 10 malam saya titip ke pendaki terakhir. Akhirnya karena temen perempuan saya juga kedinginan kami bangun tenda juga di pos 2," terangnya.
Yodeka dalam keadaan sadar dan masih bisa berkomunikasi. Namun, apa yang dibicarakannya sudah tidak terarah. Ia juga mengaku tenggorokannya sakit untuk menelan, sehingga ia tidak mau makan.
"Jadi dia kayak halusinasi gitu, cerita kalau tensi darahnya itu 200 dan dia memang lagi gak enak badan. Terus berbicara kayak meracau gitu pokoknya," ungkap Rofiq.
Pada Sabtu (19/8/2023) sekitar pukul 24.00 WIB, 5 rekan korban akhirnya datang ke pos 2. Namun, bukannya memeriksa kondisi korban mereka langsung melanjutkan istirahat hingga keesokan harinya.
"Pada Minggu (20/8/2023) jam 8 pagi saya sama rombongan pamit turun duluan. Saat itu, korban juga sempet duduk dan salaman sama saya dan teman-teman pas pamit. Kami nggak nyangka kalau dia bakalan nggak ada setelah itu," jelasnya.
Pengakuan relawan yang menemukan korban dalam kondisi pucat. Baca di halaman selanjutnya!
Korban Ditemukan Sudah Pucat
Sementara itu, Wibowo, salah satu relawan mengisahkan saat ia menemukan dan ikut melakukan evakuasi jenazah korban. Wibowo mengaku menemukan Yodeka sudah tak bernyawa pada Minggu (20/8) sekitar pukul 10.00 WIB. Saat itu, korban dalam kondisi pucat.
"Jadi saya lagi jalan aja ke atas jam 9 lebih (pagi). Perjalanan sekitar 30 sampai 45 menit ke pos 2. Sesampainya di pos 2 itu ketemu pendaki minta pertolongan," ujarnya saat ditemui detikJatim, Minggu (20/8/2023).
"Saya datang lihat kondisi korban di dalam tenda itu muka pucat, badan dingin, keluar busa di hidung dan denyut nadi tidak ada. Akhirnya saya turun cari sinyal menghubungi teman untuk datang membantu evakuasi," sambungnya.
Setelah temannya datang, Wibowo mencoba untuk melakukan evakuasi menggunakan alat seadanya. Mengingat jalur yang dilewati untuk turun hanya bisa diakses dengan berjalan kaki. Sedangkan kendaraan tidak bisa melintas.
"Akhirnya potong kayu terus dikasih matras dibawa dua orang bergantian turun. Cukup lama turunnya sekitar 2 jam karena bawa korban itu. Mulai berangkat jam 10 pagil sampai di pos 1 itu kalau nggak salah jam 12 siang," tuturnya.
Menurut Wibowo, dari keterangan teman-teman korban, awalnya rombongan korban sebanyak 7 orang berangkat mendaki Gunung Arjuno pada Jumat (18/8) sore. Sebanyak 7 orang itu terbagi dari 4 laki-laki dan 3 perempuan.
Mulanya perjalanan berjalan lancar hingga rombongan tiba di pos 2 pada pukul 22.00 WIB. Kondisi korban tiba-tiba buruk dan rombongan memutuskan membangun tenda di lokasi tersebut.
"Tenda itu dibangun untuk korban dan satu perempuan yang menemani korban. Sedangkan 5 orang lainnya melanjutkan perjalanan menuju puncak. Anak 5 sampai di Lengkehan (jalur ke puncak gunung) itu pada Sabtu (19/8) jam 6 pagi," tuturnya.
"Dari Lengkehan mulai lanjut lagi ke puncak jam 9 pagi mereka baru berangkat lagi ke puncak. Mereka berada di puncak sampai jam 6 sore. Mereka kemudian turun dan baru sampai di pos 2 jam 12 malam," sambungnya.
Sesampainya di lokasi, 5 orang langsung beristirahat dan keesokan paginya mereka baru sadar bahwa kondisi korban semakin memburuk.
"Saat itu kata teman-temannya diajak turun nggak mau. Mintanya dievakuasi tim SAR. Ya mungkin karena kelamaan di pos 2 kondisi korban semakin drop dan tidak berhasil tertolong. Misal sejak awal dievakuasi kemungkinan masih selamat," tandasnya.