Ngalam Mbois: Meilisa Kepincut Jadi Juru Bahasa Isyarat gegara Pacar Tuli

Ngalam Mbois: Meilisa Kepincut Jadi Juru Bahasa Isyarat gegara Pacar Tuli

M Bagus Ibrahim - detikJatim
Senin, 24 Jul 2023 11:20 WIB
Meilisa menjadi juru bahasa isyarat di Malang
Meilisa, seorang juru bahasa isyarat di Malang (Foto: Istimewa)
Malang -

Meilisa Trisetya Arum tak menyangka bisa memiliki pekerjaan yang jarang diambil orang. Perempuan asal Kota Malang ini berprofesi sebagai Juru Bahasa Isyarat (JBI) bagi penyandang tuli.

Perempuan berusia 28 tahun ini mengaku tidak menyangka pada akhirnya akan menekuni keahlian sebagai JBI. Dia mengaku, pertama kali tertarik dan mengetahui JBI saat memasuki bangku perkuliahan.

"Jadi saat maba tahun 2012 di UB jurusan Pendidikan Bahasa Inggris itu saya lihat ada salah satu mahasiswa difabel dalam perkuliahan dibantu pendamping. Itu bikin saya penasaran," ujarnya kepada detikJatim, Senin (24/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari ketertarikan itu, Meilisa mencoba untuk mempelajari JBI baik untuk tunanetra, tunadaksa hingga tuli. Warga Jalan Narotama Barat, Kelurahan Kesatrian, Kecamatan Blimbing, Kota Malang itu awalnya mengaku cukup kesulitan.

"Sulit untuk belajar awal itu karena struktur berbeda dan kita harus meringkas penyampaian tanpa menghilangkan inti yang dibicarakan. Tapi lama kelamaan juga terbiasa, hampir mirip seperti belajar Bahasa Inggris," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Saat mendalami JBI, kebetulan Meilisa juga sempat berpacaran dengan pria penyandang tuli. Hal tersebut menjadi salah satu motivasi Mei untuk semakin mendalami dan mengasah kemampuannya.

"Jadi awal di tahun 2012 sampai 2014 itu aku terpecah-pecah belajar daksa, netra dan tuli. Di tahun 2014 sampai 2015, saya mulai fokus mempelajari bahasa isyarat tuli. Soalnya saya sempat pacaran sama tuli juga," terang Meilisa.

"Pacaran itu memang nggak lama sih. Cuma saat saya pertama berkomunikasi sama dia memang belum lancar, terus karena pacaran mau tidak mau kalau komunikasi lewat video call, kalau bertemu harus pakai bahasa isyarat hingga akhirnya makin terbiasa," sambungnya.

Setelah Meilisa semakin mahir, ajakan untuk menjadi JBI di lingkungan kampus hingga luar kampus mulai bermunculan. Selama itu juga, Meilisa cukup aktif dalam komunitas-komunitas sosial yang dibentuk untuk penyandang tuli.

"Jadi saya aktif di komunitas Aka Tuli Malang, saya juga sempat ikut komunitas forum mahasiswa tuli inklusi di UB. Awalnya saya mendalami JBI cuman untuk sosial memberi akses temen-temen tuli. Syukur ternyata bisa jadi pekerjaan juga," kata dia.

Saat ini, Meilisa dipercaya menjadi JBI di Polresta Malang Kota, Pengadilan Negeri Malang hingga Kejaksaan Negeri (Kejari) Malang. Selama menekuni profesi tersebut, dirinya mengaku sangat nyaman dan senang.

Namun, ia juga menyayangkan karena JBI sendiri di Indonesia belum menjadi profesi yang resmi. Sehingga, tarif untuk menjadi JBI tidak memiliki patokan yang pasti.

"Sebenarnya nyaman aja, karena semakin lama kita bisa berbicara dengan temen-temen tuli itu terasa semakin asyik. Cuma karena di Indonesia itu belum menjadi job resmi. Tarifnya itu nggak ada patokannya," tuturnya.

Meski begitu, dirinya mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut dan tetap menjalankan profesinya dengan hati riang.




(hil/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads