Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) yang melarang hakim untuk mengabulkan permohonan nikah beda agama. Sontak, larangan nikah beda agama ini disyukuri 4 penggugat Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas putusan yang mengizinkan pencatatan nikah beda agama di Dispendukcapil Surabaya.
Adalah M Ali Muchtar, Tabah Ali Susanto, Ahmah Khoirul Gufron, dan Shodikun yang telah mengajukan gugatan dengan PN Surabaya sebagai tergugat tunggal dalam perkara bernomor 658/Pdt.G/2022/PN Sby yang didaftarkan pada 23 Juni 2022. Setelah beberapa kali sidang dimulai 13 Juli tahun lalu, gugatan dari keempat orang itu ditolak seluruhnya oleh PN Surabaya.
Keempat orang tersebut melayangkan gugatan merespons keputusan hakim PN Surabaya yang untuk pertama kali mengesahkan pernikahan pasangan suami istri (pasutri) beda agama, RA dan EDS pada 26 April 2022. Putusan pengesahan dalam arti dicatat dalam Dispendukcapil itu tertuang dalam surat putusan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN Sby.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui bahwa EDS dan RA mengajukan permohonan nikah beda agama ke PN Surabaya pada 13 April 2022. Keduanya mengaku dalam persidangan di PN Surabaya, permohonan itu mereka layangkan usai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menolak berkas pencatatan pernikahan yang diajukan.
Alasan itulah yang menjadi faktor pertimbangan hakim PN Surabaya Imam Supriadi dalam memutus pengabulan permohonan nikah EDS dan RA. Keputasan hakim Imam saat itu membuat Dispendukcapil pada akhirnya melakukan pencatatan pernikahan EDS dan RA yang dilakukan secara beda agama.
Kini, MA telah mengeluarkan SEMA Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. SEMA itu secara resmi ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin.
Menanggapi resminya SEMA tersebut, Sutanto Wijaya selaku kuasa hukum dari 4 penggugat PN Surabaya dalam hal putusan pengesahan pernikahan beda agama mengaku bersyukur. Dia mengatakan bahwa perjuangan dirinya bersama 4 kliennya selama setahun dari Tuban ke Surabaya hingga Jakarta telah membuahkan hasil.
"Alhamdulliah, dengan adanya SEMA Nomor 2 Tahun 2023 ini, asas lex specialis dengan tegas dikembalikan pada UU Perkawinan. Tidak boleh lagi dipakai UU Catatan Sipil dan Kependudukan atau UU HAM lagi," kata Sutanto kepada detikJatim, Rabu (19/7/2023).
Sekitaran September tahun lalu, Sutanto mengingat, dirinya mendampingi 4 penggugat itu menemui Anggota DPR RI. Keempat penggugat PN Surabaya saat itu mengadukan tentang penetapan nikah beda agama yang telah dikeluarkan oleh PN Surabaya kepada DPR RI.
Dia juga mengingat bahwa dalam audiensi itu para Anggota DPR RI mengapresiasi keempat penggugat PN Surabya yang telah beraksi memprotes pengabulan nikah beda agama itu melalui jalur hukum. Sebab, selama cukup banyak yang reaktif atas pernikahan beda agama itu tapi sama sekali tidak melakukan aksi.
Saat itulah anggota Komisi III yang menemui para penggugat menjanjikan untuk menyampaikan aduan mereka dalam rapat konsultasi dan koordinasi dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Sutanto pun menilai, keluarnya SEMA terbaru tentang larangan nikah beda agama juga mempertimbangkan apa yang diadukan oleh 4 kliennya.
"Jadi, sudah nggak ada pintu lagi bagi nikah beda agama, baik untuk sahnya maupun pencatatannya," sambung pria asal Tuban tersebut.
Sutanto pun menilai bahwa SEMA baru itu menegaskan tentang pentingnya warga negara untuk patuh tidak hanya kepada hukum negara, melainkan juga kepada hukum agama. Secara khusus dalam syariat Islam.
Hal senada disampaikan Kuasa hukum 4 penggugat pernikahan beda agama lainnya, Bachtiar. Menurutnya, SEMA terbaru itu mempertegas dan menguatkan bila nikah beda agama memang tak diperbolehkan di Indonesia.
"9 bulan lebih, Mas kami berjuang, sampai ke DPR RI segala. Alhamdulillah, akhirnya didengar," tuturnya.
(dpe/dpe)