Bertahun-tahun, Samiati (65) tinggal di rumah sederhana di atas lahan bekas penampungan sampah Jalan Jurang Wugu, Desa Jedong, Wagir, Kabupaten Malang. Kehidupan itu dijalani Samiati dengan pahit dan penuh keterbatasan.
Rumah sederhana berdinding triplek mulanya dibangun oleh Suwito, suami Samiati tujuh tahun lalu.
"Dulu dengan suami mulung (cari sampah) di sini. Kemudian diizinkan untuk bangun rumah," kata Samiati saat ditemui detikJatim di rumahnya, Sabtu (15/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gubuk yang ditinggali Samiati memiliki ukuran sekitar 7x3,5 meter. Rumah berdinding bilik ini kondisinya cukup mengkhawatirkan.
Saat hujan turun, Samiati mengaku nyaris tak bisa tidur. Penyebabnya, air hujan masuk melalui celah-celah atap yang tidak rata. Rumah Samiati juga kerap tergenang air.
Kondisi Samiati makin memprihatinkan karena kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Ia tak memiliki sumur atau mendapatkan saluran air bersih.
Untuk kebutuhan mandi, mencuci, Samiati harus rela memanfaatkan air selokan yang berada di sisi selatan rumahnya.
![]() |
"Kalau mandi, nyuci dan lain-lain, saya di selokan itu. Kalau untuk minum dan masak harus cari air ke rumah warga," katanya.
Dari kehidupan cukup sederhana, Samiati dikaruniai empat orang anak. Mereka sudah berkeluarga dan tidak tinggal bersama Samiati. Beban berat harus ditanggung Samiati sejak suaminya meninggal 8 bulan lalu. Ia harus bekerja keras agar dapat menyambung hidup.
Terkadang, Samiati rela dimintai bantuan untuk membersihkan rumah warga untuk mendapatkan upah.
"Untuk dapat uang kerja serabutan, kadang disuruh bersih-bersih. Uangnya bisa untuk nyicil pasang listrik, karena kalau harus bayar langsung Rp 1,8 juta dan kebutuhan lain," terangnya.
Sebelum nekat pasang listrik dengan membayar secara mencicil, Samiati sempat menumpang listrik dari sebuah kantor pemasaran perumahan.
![]() |
"Dulu nyalur dari kantor pemasaran untuk listrik. Dengan membayar Rp 20 ribu setiap minggunya. Sekarang sudah pasang sendiri tapi iya itu bayarnya nyicil," ujarnya.
Anggun, salah satu warga mengungkapkan bagaimana sengsaranya Samiati melewati kesehariannya. Bahkan Anggun merasa prihatin dan seringkali membantu semampunya untuk meringankan beban Samiati.
"Kalau melihat sehari-harinya kasihan. Untuk kebutuhan air harus ambil dari selokan. Kerjanya juga serabutan," kata Anggun.
(hil/iwd)