Ratusan warga penghuni rumah dinas KAI di kecamatan Tambaksari, Surabaya menggeruduk dan menggelar aksi di depan kantor Daop 8 di Jalan Gubeng Masjid. Mereka menuntut dan meminta haknya untuk tetap tinggal di tanah yang diklaim milik negara.
Dari pantauan detikJatim, ratusan warga tiba sekitar pukul 09.00 WIB di Kantor Daop 8 Surabaya dan perwakilan menemui pihak KAI untuk mediasi. Audiensi itu selesai sekitar pukul 11.00 WIB.
Advokat warga dari Biro Bantuan Hukum Damar Indonesia, Dimas Yemahura Alfarauq mengatakan warga ingin ada pembebasan lahan. Dimana diberikan hak kepada warga yang tinggal di wilayah yang diklaim tanahnya sebagai milik PT KAI. Karena warga sudah tinggal puluhan tahun disana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masyarakat dijanjikan HGB (hak guna bangunan) di atas HPL (hak pengelolaan). Adanya relokasi dengan ganti rugi atau ganti untung kepada masyarakat. Kita menunggu tindak lanjut itu dari langkah PT KAI. Namun sampai dengan saat ini tidak ada aksi nyata dari PT KAI untuk menyambut opsi bapak menteri," kata Dimas kepada wartawan di depan kantor Daop 8 Surabaya, Selasa (4/7/2023).
Dimas merasa warga terus dibiarkan oleh KAI atas tanpa status hukum yang jelas terhadap tanah dan bangunan. Bahkan, disebutkan ada surat peringatan PT KAI untuk menertibkan warga atau wacana menarik sewa masyarakat.
"Sementara, kita tidak pernah tahu dasar sewa apa? Sewa pemungutannya apa? Bahkan, kita sudah meminta untuk sosialisasi, tapi sampai sekarang jadwal sosialisasi belum dilaksanakan. Dan kami tidak pernah tahu dokumen yang sah yang dimiliki PT KAI sehingga kami harus membayar sewa PT KAI," tegasnya.
Kemudian, dari hasil mediasi perwakilan penghuni rumah dinas KAI dengan Daop 8, Dimas mengatakan PT KAI menolak menyatakan untuk membuat notulen. Menurutnya, perwakilan PT KAI yang ada di Jatim seolah antipati terhadap gerakan masyarakat.
"Tentunya hanya akan menimbulkan konflik yang panjang antara warga dan PT KAI. Kami akan ke BPN menyalurkan aspirasi, karena warga selama ini dihalangi proses di BPN dengan alasan aset tersebut diklaim PT KAI. Tapi dasar klaim atau legalitas tidak pernah ada. Hanya bukti atau klaim sepihak, bahwa aset itu milik PT KAI. Secara hukum, secara kemanusiaan bukan hal yang adil bagi rakyat seperti apa yang disampaikan Pak Jokowi melalui omnibus law," jelasnya.
Selain itu, beberapa kelompok warga di antaranya dari Sidotopo, warga Pacar Keling, warga Sidoarjo, warga Marmoyo dan Joyoboyo datang membawa bukti pembayaran pajak, perawatan dan penguasaan fisik. Warga mengklaim ada 5 ribu penghuni yang tinggal di rumah dinas kawasan Surabaya dan Sidoarjo.
Sementara Manager Humas KAI Daop 8 Surabaya Luqman Arif mengatakan penghuni rumah dinas PT KAI semestinya dihuni oleh karyawan aktif KAI. Namun, hingga anak, cucu dan keturunan seterusnya masih meninggali kediaman tersebut, meski ada yang tidak meneruskan bekerja di KAI.
"Mayoritas pegawai KAI muda-muda malah jarang, bahkan gak ada yang bertempat tinggal di rumah dinas negara. Mayoritas yang sekarang ditempati anak cucu bahkan entah siapa gak ada hak menempati rumah itu. Ujung-ujungnya mereka ini memiliki aset itu untuk tempat tinggal pribadi. Gak bisa, ini aset negara," kata Luqman.
Luqman juga menepis isu penggusuran karena jika pun digusur tentunya dengan tujuan kepentingan negara. Namun sampai saat ini belum ada rencana tersebut. Luqman menyebut warga yang meminta haknya untuk tetap tinggal, tidak memiliki ikatan dengan KAI. Pihaknya juga memiliki bukti yang bisa ditunjukkan.
"Gak mungkin lah asal ngomong tanpa dasar, kami pasti ada dasarnya mengakui itu aset negara. Mereka sudah mayoritas berkontrak (sewa) dengan KAI, tapi setelah beberapa tahun ga mau kontrak, akhirnya bahkan ada keinginan memiliki itu," jelasnya.
Luqman menambahkan lahan yang dimiliki KAI yang dimanfaatkan harus untuk kepentingan dengan instansi terkait. Sedangkan KAI sebagai pemilik aset juga berhak untuk mempertahankan asetnya. Pihaknya mengaku sudah melakukan sosialisasi, namun ada penolakan berulang kali.
Aset KAI di wilayah Daop 8 Surabaya sendiri seluas 22.873.923 m2, termasuk di dalamnya aset yang berada pulau Madura. Selain itu juga memiliki 2.021 rumah perusahaan dan 300 bangunan dinas.
"Aset KAI selain dimanfaatkan untuk kepentingan dinas, juga dioptimalisasikan dengan cara dikomersialkan. Sehingga aset-aset itu menjadi produktif dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Bentuk komersialisasi aset non railway tersebut dipergunakan di antaranya sebagai kantor, rumah makan, parkir, dan sebagainya," urainya.
Upaya KAI dalam menjaga aset perusahaan tersebut meliputi pendataan atau mapping aset, pemasangan patok tanda batas, pemasangan plang penanda aset, pemagaran (pasca penertiban), penertiban, dan penyelamatan aset melalui jalur hukum atau litigasi. Jika ditemukan aset yang bermasalah, maka KAI akan melakukan upaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti melalui metode non-penertiban, penertiban, atau bahkan harus menempuh jalur hukum.
KAI terus melakukan berbagai upaya dalam mengamankan aset-aset perusahaan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. "Dengan menjaga aset yang dimiliki, KAI akan menjaga asetnya yang dapat digunakan baik untuk kepentingan negara maupun pengembangan-pengembangan proses bisnis perusahaan," pungkasnya.
(abq/iwd)