Seorang siswi SMP di Mojokerto dibunuh, lalu mayatnya diperkosa. Warganet kemudian mengaitkan aksi tersebut dengan nekrofilia atau necrophilia.
"Nekrofilia kah? polisi kesulitan ini masalahnya belum ada pasal pemerkosaan terhadap mayat, tapi bisa dikenakan pasal penyembunyian mayat bukan turut serta membunuh. karena pembunuhnya adalah anak dibawah umur yg nantinya akan dihukum di LPKA," tulis salah seorang warganet seperti dilihat detikJatim, Kamis (15/6/2023).
Nekrofilia:
1. Apa Itu Nekrofilia
Nekrofilia adalah kecenderungan perilaku seksual dengan menyetubuhi mayat. Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, Anas Ahmadi, dalam jurnalnya menyebutkan nekrofilia berasal dari bahasa Yunani. Yaitu nekros yang artinya jasad, mayat, ataupun penghuni kubur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Riau, Kowland Hawary dalam jurnalnya juga menyebutkan salah satu bentuk pemerkosaan adalah penyimpangan seksual nekrofilia. Nekrofilia adalah penyakit (kelainan) tertarik secara seksual untuk menyetubuhi mayat, orang yang berhubungan seks dengan mayat, dan rasa tertarik yang abnormal terhadap mayat.
Kemudian Mahasiswi Universitas Gunadarma, Iga Puspitasari dalam tulisannya mengenai analisis kasus kekrofilia, menyebutkan istilah nekrofilia (necrophilia) biasa disebut juga dengan thanatophilia atau necrolagnia.
2. Pemicu Nekrofilia
Berdasarkan sejarahnya, istilah ini muncul pertama kali sekitar tahun 1850 dalam suatu studi keilmuan yang dilakukan seorang ahli kejiwaan asal Belgia Joseph Guislain. Ia menyebut nekrofilia disebabkan beragam hal. Umumnya dialami mereka yang trauma terhadap hal tertentu.
- Takut ditolak pasangan
- Menginginkan pasangan yang tak bisa menolaknya
- Kekhawatiran untuk meninggal dunia
3. Hukum yang Mengatur Nekrofilia
Dalam jurnalnya Hawary menjelaskan, sejatinya berdasarkan pasal-pasal yang ada dalam KUHP maupun RUU KUHP, tidak ada yang secara jelas menyebutkan aturan yang menyinggung langsung tentang pemidanaan pemerkosa mayat atau jenazah. Namun ada beberapa delik dalam KUHP dan RUU KUHP yang mengarahkan perbuatan tersebut dapat dipidana.
Ada salah satu aturan yang cukup relevan dengan kondisi tersebut. Yakni Pasal 286 KUHP yang menyinggung ancaman pidana jika ditujukan terhadap orang yang tidak berdaya. Namun pasal ini tidak menyebutkan secara jelas mengenai hukuman terhadap pelaku yang melakukan tindakan tersebut terhadap orang yang sudah meninggal.
Meski belum ada aturan tersendiri, namun dalam rumusan Pasal 290 RUU KUHP Hasil Per 28 Juni 2018, mengatur larangan mengambil barang yang ada pada jenazah, menggali, membongkar, mengangkut atau memperlakukan jenazah secara tidak beradab akan dikenakan pidana selama dua tahun penjara atau denda.
Maka dari itu, Hawary menyimpulkan kasus pemerkosaan terhadap mayat dalam RUU KUHP dapat disimpulkan sebagai tindakan memperlakukan jenazah secara tidak beradab.
Lebih lanjut ia memberikan gagasan aturan hukum tentang tindakan pemerkosaan terhadap mayat. Apabila pemerkosaan terhadap mayat didahului dengan perbuatan tindak pidana lain seperti penganiayaan disertai pembunuhan sehingga menyebabkan kematian, maka pelaku nekrofilia dapat dijatuhi
hukuman mati. Apabila pelaku nekrofilia hanya melakukan pemerkosaan terhadap mayat tanpa didahului tindak pidana lain, maka dapat dijatuhi hukuman penjara minimal 2 tahun.
Gagasan itu hadir karena adanya pertimbangan mengenai pemerkosa mayat seharusnya dapat dijatuhi hukuman pidana. Sebab manusia harus bisa membedakan mana yang baik dan buruk, benar atau salah, dan manusia dapat mempertanggungjawabkan apa yang dia lakukan. Pemerkosaan terhadap mayat adalah perbuatan yang sangat melanggar norma, moral dan agama.
4. Pemerkosaan Mayat di Mojokerto
Lantas, bagaimana kepastian hukum yang menjerat pelaku pembunuhan dan pemerkosaan yang terjadi pada siswa SMP di Mojokerto?
Kapolres Mojokerto Kota AKBP Wiwit Adisatria mengatakan kedua pelaku yang berinisial AB dan AD harus mendekam di Rutan Polres Mojokerto Kota. Mereka bakal dijerat dengan Pasal 340 atau 338 KUHP junto Pasal 80 ayat (3) junto Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan pasal 365 KUHP.
"Untuk pelaku anak kami pakai peradilan anak, yang dewasa pakai peradilan umum," pungkasnya.
(sun/dte)