Ribuan anak di Kabupaten Blitar tidak mau bersekolah. Padahal kondisi ekonomi keluarga mereka berkecukupan. Masalah krusial generasi muda di Bumi Penataran ini muncul namun terabaikan.
Dari situs resmi Data Peserta Didik Kabupaten Blitar tahun 2022-2023, jumlah total siswa dari Paud hingga SMA sederajat sebanyak 159.372.
Namun dari jumlah itu, tercatat sebanyak 1.364 anak enggan meneruskan sekolah. Usia anak yang tidak mau meneruskan sekolah ini mulai dari 6 sampai 18 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, Adi Andaka menyebut walaupun Pemkab Blitar belum memberikan layanan pendidikan gratis bagi generasi mudanya, namun faktor ekonomi ternyata bukan penyebab utama tingginya anak putus sekolah.
"Bukan karena tidak ada biaya mereka tidak mau sekolah. Secara ekonomi mereka lebih dari cukup, karena dari jumlah itu kebanyakan anak-anak Pekerja Migran Indonesia (PMI). Justru hidupnya serba dicukupi membuat mereka malas belajar," ungkap Adi dikonfirmasi detikJatim, Selasa (30/5/2023).
Adi menambahkan sebenarnya awal tahun ajaran baru ada sebanyak 2.071 anak yang tidak mau meneruskan sekolah. Namun dari jumlah tersebut, 30 persennya atau 707 anak akhirnya mau kembali ke sekolah setelah pihak Diknas bersama beberapa elemen masyarakat mendorong mereka untuk kembali ke bangku sekolah.
"Saya melihatnya pola pendidikan anak dari keluarga ini yang penting untuk diperhatikan. Orang tua mereka tidak memotivasi anaknya untuk mendidik betapa pentingnya ilmu dan pendidikan itu. Pokok kebutuhan mereka dicukupi. Banyak juga yang di bawah pengasuhan neneknya yang membuat mereka malas sekolah," ungkap Adi.
Selain alasan malas belajar, untuk anak lulusan SD dan sudah berusia di atas 15 tahun, banyak yang lebih memilih bekerja. Beberapa sektor usaha bersumber dari alam, begitu menarik minat mereka untuk mendapatkan penghasilan. Seperti menjadi kuli pasir di sepanjang aliran sungai lahar lereng Gunung Kelud, banyak juga yang bekerja di kandang ayam.
"Tapi sekarang jumlahnya berkurang sangat banyak. Karena di penggalian pasir itu banyak yang pakai backhoe. Kandang ayam banyak yang tutup. Ya sekarang mereka bekerja serabutan. Sudah merasakan dapat uang, akhirnya malas meneruskan sekolahnya. Repotnya, orang tuanya mendukung," sesal Adi.
Untuk itu, lanjut Adi, masalah krusial ini tidak bisa hanya diserahkan kepada pihaknya. Butuh kerja sama dan koordinasi lintas sektor, utamanya pihak keluarga untuk meningkatkan kualitas generasi muda di Kabupaten Blitar. Karena secara prasarana, Diknas telah berupaya melengkapinya.
"Jumlah SD di Kabupaten Blitar itu ada 676 lembaga, baik negeri maupun swasta. Sementara untuk SMP ada 109 lembaga. Fasilitas telah berupaya kami lengkapi. Namun kami butuh peran serta semua elemen untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak kita, mendorong mereka mau kembali bersekolah," pungkasnya.
Masalah krusial generasi muda di Bumi Penataran ini telah muncul namun terabaikan. Padahal, persoalan ini menjadi janji Bupati Rini Syarifah usai menang dalam hitung cepat Pilkada Kabupaten Blitar 2019 lalu. Masalah perempuan dan anak akan menjadi prioritas pengabdiannya kepada masyarakat Kabupaten Blitar.
Sebelumnya, ratusan anak SD dan SMP di Kabupaten Blitar ngebet nikah dini karena putus sekolah. Mereka meminta rekomendasi nikah kepada stakeholder agar punya legalitas ikatan perkawinannya.
Data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kabupaten Blitar mencatat, sejak Januari hingga Mei 2023 sebanyak 108 anak meminta rekomendasi menikah.
Angka tersebut rinciannya, sebanyak 40 anak dengan status pendidikan SD, 66 anak SMP dan dua anak SMA. Rentang usia mereka antara 12 sampai 16 tahun, dengan status pendidikan putus sekolah.
(hil/iwd)