Manuver politik Presiden Joko Widodo dan sikap politik anak Presiden, Gibran Rakabuming yang memfasilitasi pertemuan para relawan dengan salah satu capres belakangan ini disorot sejumlah pengamat politik Tanah Air. Salah satunya adalah Bambang Budiono, Dosen Antropologi Politik di FISIP Universitas Airlangga.
Bambang mengatakan bahwa Presiden Jokowi sedang menunjukkan sikap mendua. Di satu sisi memberi sinyal positif kepada Ganjar Pranowo, pada sisi yang lain memberi angin segar kepada Prabowo Subianto.
"Sikap Jokowi dan Gibran masih belum jelas mau mendukung siapa. Peluang terbesarnya sih ke Ganjar Pranowo, tapi itu kan belum secara terbuka disampaikan. Ini bentuk politik dua kaki," ujar Bambang, Minggu (21/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang memberi sebutan sikap Jokowi sebagai "bermain di prapatan" alias "bermain di perempatan" karena menunjukkan sikap yang berubah-ubah dan tidak jelas. Presiden Jokowi hadir dalam pengumuman pencapresan Ganjar oleh PDI Perjuangan, namun kemudian memberikan sinyal dukungan ke Prabowo, bahkan anak Jokowi, Gibran, memfasilitasi pertemuan relawan Jokowi dan relawan Gibran yang berujung pada dukungan untuk Prabowo.
Bambang menyarankan agar Jokowi tidak menimbulkan kesan seperti kacang lupa kulitnya, alias melupakan PDIP yang telah membesarkan karir politik Jokowi dan keluarganya.
"PDI Perjuangan sebagai partai pengusungnya kan sudah berkali-kali membantu Jokowi dan anak-anaknya untuk menang pemilu. Beliau 2 kali jadi Walikota Solo, 1 kali jadi Gubernur DKI Jakarta, dan 2 kali jadi Presiden. Lalu Gibran dan Bobby Nasution jadi wali kota. Total ada tujuh kemenangan diperjuangkan PDI Perjuangan untuk keluarga Jokowi. Jokowi selalu diusung oleh PDI Perjuangan," ujar Bambang Budiono.
"Perlu juga diingat bagaimana peran PDI Perjuangan saat membantu Gibran dan Bobby Nasution untuk bisa jadi kepala daerah. Makanya manuver anak dan menantu Pak Presiden ini menurut saya ya bagian dari sikap politik main 'prapatan'. Pemain 'prapatan' kalau kata orang Surabaya, 'kalah menang nyirik' (kalah-menang tetap untung). Kalau Prabowo kalah, Jokowi menang dari terpilihnya Ganjar. Kalau Ganjar kalah, Jokowi menang dari kemenangan Prabowo. Jangan-jangan presiden kita yang akan datang adalah 'Ganjar Prabowo," selorohnya.
Meski demikian, Bambang menyebut ada kemungkinan sikap Jokowi itu didasari niat baik untuk kejayaan bangsa dan negara Indonesia, karena baik Ganjar maupun Prabowo sama-sama berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan Indonesia yang fondasinya sudah diletakkan dan ditata oleh Jokowi.
Sementara itu, pengamat politik Unair, Airlangga Pribadi Kusman, menilai pertemuan antara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan relawan Jokowi dan Gibran akan menyebabkan guncangan politik. Apalagi, PDI Perjuangan saat ini telah menetapkan Ganjar Pranowo sebagai bacapres.
"Jika kemudian Gibran itu kemudian menggandeng misalnya Prabowo gitu dalam kondisi yang tidak jelas, sementara kemudian juga sepertinya tidak sejalan dengan jalan PDI Perjuangan, ini kan akan mendorong banyak guncangan politik," kata Bambang.
Dosen ilmu politik Universitas Airlangga ini menyebut dampak guncangan politik tersebut justru akan merugikan Gibran dan keluarga Jokowi.
"Artinya, bahwa ke depan, saya pikir, untuk membangun kekuatan politiknya ketika mengambil jalan yang berlawanan dengan partai maka justru keluarga Jokowi atau Gibran ini tidak akan memiliki basis politik yang kuat untuk meneruskan karir politiknya ke depan," katanya.
Apalagi, lanjutnya, PDI Perjuangan dengan dukungan rakyat telah membawa Presiden Jokowi pada 7 kemenangan selama hampir 20 tahun. Yakni, dua periode Jokowi sebagai sebagai Wali Kota Solo, satu kali periode Gubernur DKI, dan dua periode sebagai presiden plus Wali Kota Solo untuk Gibran dan Wali Kota Medan untuk Bobby Nasution.
"Intinya begitu, ini kan berangkatnya Jokowi di-support sama PDI Perjuangan. Kemudian Gibran, kemudian Bobby. Itu kan basisnya dari PDIP, ya, kan? Jadi political path itu tadi dari PDIP, jalur politiknya," ujar Bambang.
Dia menyebutkan bahwa ketika Gibran mengambil langkah-langkah politik yang kemudian berkontradiksi atau tidak sama dengan kebijakan partai, itu akan memunculkan guncangan-guncangan politik.
"Yang rugi di ujungnya itu bisa jadi malah para politik Jokowi, karna dengan seperti itu maka Gibran itu kemudian menyia-nyiakan political path yang sudah dibangun dari awal," katanya.
(dpe/iwd)