Pemilik warung Madura yang tetap buka di Hari Raya Idul Fitri merasakan suka dan duka. Karena sedikit saingan, para pemilik warung Madura ini cuan karena penjualan meningkat. Sebaliknya, mereka juga sedih karena tidak bisa pulang ke kampung halaman untuk berlebaran bareng keluarga.
Pasangan pemiik warung Madura Muhammad Saleh dan Sumiati merasakan suka duka tersebut. Pasutri asal Pamekasan itu mengakui bahwa warungnya yang tetap buka saat Lebaran memang membuat penjualannya meningkat 2 kali lipat.
"Pasti ada enak dan nggak enaknya. Yang jelas kalau Lebaran gini banyak yang tutup. Meski keuntungan sama, tapi penjualannya meningkat 2 kali lipat," kata Sumiati kepada detikJatim, Sabtu (22/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebaliknya dia sendiri mengakui bahwa dirinya sedih karena tidak bisa menikmati lebaran bersama keluarga dan anak-anaknya di kampung halaman, layaknya orang kebanyakan. Sedih itu kerap muncul saat dia melihat keluarga yang melintas di depan tokonya menikmati kebersamaan pada libur Lebaran.
"Kalau malam takbir gitu, anak-anak pada telepon. Tadi pagi juga video call, saya nggak kuat nahan air mata. Yang pasti sedih kalau jauh sama anak-anak pas Lebaran, kasihan mereka di sana," kata Sumiati sembari mengusap air mata.
Lebaran ini adalah kali kedua dirinya dan suaminya tidak bisa menikmati bersama keluarganya. Tahun lalu dia juga tidak mudik ke kampung halaman karena harus menjaga warung.
"Ini sudah dua kali ini lebaran tidak bersama anak-anak. Mereka sudah mulai mengerti. Yang pertama dulu sering sedih, karena biasanya lebaran bareng keluarga terus," tambahnya.
Sumiati dan suaminya tak memungkiri bahwa sempat terbersit keinginan untuk menutup sementara tokonya. Tapi ia tidak bisa melakukan itu karena telah terikat komitmen dengan saudaranya sebelum membuka warung atau toko kelontong di Surabaya.
![]() |
"Dari awal suami saya dan keponakanya sudah sepakat dan berkomitmen tidak akan tutup meski hari besar. Termasuk Idul Fitri dan Idul Adha," kata Sumati.
Selain itu, kecilnya tempat tidak bisa menampung semua barang dagangannya. Hal ini juga memaksa mereka tidak menutup toko. "Kalau tutup itu, semua barang harus dimasukkan. Lha sebanyak ini nggak muat tempatnya. Jadi ya mau nggak mau lebaran tetap buka," kata Sumiati.
Belum lagi, ujar Sumiati, biaya kontrak toko yang cukup besar yang membuat dirinya dan keponakannya harus mengeluarkan biaya Rp 30 juta untuk kontrak tempat juga membuatnya sayang bila harus menutup warungnya.
"Kalau sering tutup, akan banyak pelanggan yang tak lagi datang ke toko. Maka dari itu kita buka terus," pungkas Sumiati.
Pemilik warung kelontong lainnya, Nur Saida mengakui bahwa dirinya memilih untuk tetap membuka toko saat lebaran. Padahal toko itu sempat tutup saat awal Ramadan lalu.
"Kalau tutup ya bisa saja, tapi awal Ramadhan kemarin itu sudah pulang. Jadi lebaran ini nggak pulang," kata Nur Saida.
Meski demikian, Nur Saida tetap memiliki rasa ingin berlebaran bersama keluarganya. Sebab ia meninggalkan putri pertamanya di Pamekasan dan hanya membawa kedua putranya yang masih balita.
"Ya mau bagaimana lagi, anak-anak masih kecil, kebutuhan makin banyak. Sementara lebaran juga butuh uang banyak, saya malu kalau pulang tak bawa uang. Jadi mending disini cari rezeki," tambah Nur.
(dpe/dte)