Misteri Suara Gamelan di Tanjakan Maut Sengkan Gandrung Kawah Ijen

Jatim Flashback

Misteri Suara Gamelan di Tanjakan Maut Sengkan Gandrung Kawah Ijen

Tim detikJatim - detikJatim
Sabtu, 22 Apr 2023 10:40 WIB
Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen merupakan destinasi wisata nomer satu di Banyuwangi. Namun untuk sampai ke Kawah Ijen, wisatawan harus melewati black spot atau titik rawan kecelakaan.
Black spot menuju TWA Kawah Ijen yang kerap terjadi peristiwa mistis seperti suara gamelan dari tengah hutan. (Foto: Ardian Fanani/File detikcom)
Banyuwangi -

Ada sejumlah black spot atau jalur maut menuju Kawah Ijen, Banyuwangi yang kerap terjadi kecelakaan. Salah satunya ialah tanjakan yang dikenal dengan nama Sengkan Gandrung.

Tanjakan itu dikenal angker karena sering terdengar suara gamelan dari hutan. Sejumlah kecelakaan pernah terjadi di tanjakan ini, salah satunya pada Rabu 8 Desember 2021.

Sebuah kecelakaan tunggal terjadi di tanjakan yang juga dikenal Sengkan Saleh itu. Dua korban yang berboncengan naik motor matik menabrak tebing tewas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, pada 2018, 3 pengendara motor matik tewas tak jauh dari tanjakan itu. Mereka adalah pelajar yang pulang berboncengan 3 naik 1 motor habis wisata di Kawah Ijen.

Catatan polisi, kecelakaan di jalur menuju Kawah Ijen itu memang kerap terjadi. Kebanyakan kecelakaan yang terjadi di jalur maut itu ada kecelakaan tunggal.

ADVERTISEMENT

"Kebanyakan kecelakaan tunggal. Ada motor dan juga mobil travel yang kecelakaan. Kebanyakan tak menguasai medan," kata Kanit Gakkum Satlantas Polresta Banyuwangi yang pada 2021 itu dijabat oleh Iptu Budi Hermawan.

Di balik kerap terjadinya kecelakaan di jalur itu, ada cerita lisan menyeramkan yang berkembang di masyarakat tentang Sengkan Gandrung. Di lokasi itu kerap terdengar gamelan.

Suara gamelan itu dikaitkan dengan mistis karena sumber suara itu benar-benar mustahil. Yakni berasal dari hutan belantara di sekitar jalur yang dipercaya tidak dihuni manusia.

Salah seorang warga Kecamatan Licin bernama Yahya (24) mengisahkan pengalaman yang sangat ganjil dan membuat bulu kuduk berdiri itu. Peristiwa itu dia alami pada 2017.

Kala itu, Yahya bersama teman-temannya naik Pos Paltuding Kawah Ijen untuk merayakan Tahun Baru 2017. Setelah perayaan ia harus pulang karena ada urusan mendadak.

Ia pun memutuskan pulang sendiri naik motornya ketika teman-temannya melanjutkan pendakian hingga ke Puncak Gunung Ijen.

"Waktu itu saya pulang sendirian. Sekitar pukul 1.00 WIB dini hari," katanya pada Desember 2021.

Tiba di Sengkan Gandrung, Yahya mengalaminya. Tiba-tiba ia mendengar suara alunan gending yang cukup keras saat menuruni jalur dengan kemiringan cukup tajam.

Peristiwa tak wajar itu sontak membuat bulu kuduknya berdiri. Apalagi dia tahu bahwa kawasan sekitar di jalur itu adalah hutan belantara.

"Jelas kaget. Siapa coba yang tidak merinding, di tengah hutan yang sepi tiba-tiba terdengar suara musik (gending jawa dengan gamelan). Suaranya jelas sekali," ceritanya.

Tanpa berpikir panjang, Yahya memacu motornya di jalanan yang menurun dan berkelok. Di dalam benaknya saat itu, ia ingin segera keluar dari hutan.

"Alhamdulillah masih diberi keselamatan. Waktu itu saya ngebut sudah. Padahal jalanan menurun dan banyak belokan tajam. Namanya juga orang sedang takut," ujarnya.

Cerita di balik angkernya Sengkan Gandrung. Baca di halaman selanjutnya.

Apa yang dialami oleh Yahya itu ternyata kerap dialami oleh wisatawan lainnya dan berkembang menjadi semacam bukti keangkeran Sengkan Gandrung.

Tanjakan sekaligus turunan tajam itu berada 9 kilometer dari Jambu, pintu masuk atau gerbang menuju ke Ijen via Banyuwangi. Jalur turunan dan berkelok menambah angker lokasi itu.

Sukisman (60), warga lereng Gunung Ijen mengatakan bahwa tanjakan itu dinamai Sengkan Gandrung karena pernah terjadi kecelakaan rombongan gandrung di era penjajahan Belanda.

Kisah yang dipercaya warga setempat secara turun temurun, rombongan gandrung yang hendak tampil di daerah Sempol Bondowoso itu melalui jalur tanjakan itu naik kereta kuda.

"Cerita orang dulu, masih zaman Belanda. Waktu itu masih jalan setapak. Pas di Sengkan Gandrung ini kuda yang dinaiki salah satu penari mati mendadak. Akhirnya dinamai Sengkan Gandrung," katanya.

Menurut cerita lisan itu, rombongan Gandrung itu selamat tetapi harus meninggalkan kereta kuda yang tak bisa digunakan lagi karena kuda penarik kereta mati di lokasi itu.

"Ini cerita masyarakat. Bisa dipercaya atau tidak. Karena memang lokasi itu sejak zaman Belanda sudah berbahaya. Meski saat ini sudah dikepras beberapa meter, tidak setinggi dulu," ujarnya.

Sukisman mengaku belum pernah mengalami peristiwa mistis di jalur itu padahal sedari muda ia sering melintasi jalur itu untuk bekerja sebagai penambang belerang.

"Kalau saya sendiri tidak pernah. Kalau cerita-cerita orang katanya sering. Saya sendiri waktu muda dulu bekerja mikul belerang. Mulai masih jalan setapak sampai ada aspal," katanya.

"Kalau ngomong angker, namanya hutan, namanya gunung pasti ada. Di sana juga sering terjadi kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa," ujar Sukisman.

Dia pun mengingatkan, sudah semestinya saat berada di gunung atau hutan seseorang harus menjaga sikap dan memperbanyak doa. Ada norma-norma yang pantang dilanggar, terutama norma susila.

"Jangan takut, tapi jangan nantang juga. Banyak berdoa saja agar diberikan keselamatan saat berada di hutan atau di gunung. Karena bagaimana pun dalam Agama Islam, hal gaib itu ada dan hidup berdampingan dengan kita," katanya.

Jatim Flashback adalah rubrik spesial detikJatim yang mengulas peristiwa-peristiwa di Jawa Timur serta menjadi perhatian besar pada masa lalu. Jatim Flashback diharapkan bisa memutar kembali memori pembaca setia detikJatim. Jatim Flashback tayang setiap hari Sabtu. Ingin mencari artikel-artikel lain di rubrik Jatim Flashback? Klik di sini.

Halaman 2 dari 2
(dpe/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads