Hingga Maret 2023, 1.691 Kasus TBC Ditemukan di Surabaya

Hingga Maret 2023, 1.691 Kasus TBC Ditemukan di Surabaya

Esti Widiyana - detikJatim
Selasa, 04 Apr 2023 21:31 WIB
Lungs made of white and black pills on pink background. World Tuberculosis Day concept
Ilustrasi TBC. (Foto: Getty Images/iStockphoto/Liliia Lysenko)
Surabaya -

Surabaya menjadi lokasi terbanyak kasus Tuberkulosis (TBC) ditemukan di Jawa Timur. Totalnya mencapai angka 10.741 kasus pada 2022. Sedangkan hingga Maret 2023 sudah ditemukan sebanyak 1.691 kasus TBC dari target penemuan kasus 11.863.

Kepala Dinkes Surabaya Nanik Sukristina mengatakan bahwa dari 10.741 kasus TBC pada 2022 sebanyak 8.218 kasus sudah dilakukan pengobatan. Sedangkan 2.523 kasus lainnya dikoordinasikan ke kabupaten/kota asal untuk segera dilakukan pengobatan berdasarkan riwayatnya.

"Hal ini disebabkan oleh Kota Surabaya merupakan pusat rujukan terbesar di Jatim. Deteksi dan penemuan kasus secara dini terus dilakukan secara aktif maupun pasif melibatkan seluruh unsur (lintas program, lintas sektor pemerintah, swasta, LSM, akademisi dan masyarakat)," kata Nanik kepada wartawan, Selasa (4/4/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan banyaknya pencarian kasus TBC, maka akan semakin cepat pasien ditemukan. Ketika sudah ditemukan, akan semakin cepat diobati dan cepat juga menurunkan risiko penularan di masyarakat.

Nanik menegaskan, jika penemuan kasus TBC ini bukan berarti Surabaya terjelek. Melainkan semakin banyak ditemukan kasus TBC baru, maka akan lebih cepat untuk upaya penanganannya.

ADVERTISEMENT

"Sehingga, segera pasien penderita terobati dengan tepat. Karena misalkan daerah lain penemuan kasusnya rendah, Surabaya tinggi, bukan berarti kasus TBC di Surabaya lebih banyak dari pada mereka, karena kita jalan untuk menemukan kasus dan mempercepat pengobatan untuk sembuh," ujarnya.

Pengobatan TBC sendiri dilakukan selama 6 bulan dan tidak boleh putus. Obat diberikan secara gratis oleh pemerintah.

Di Surabaya, ada beberapa penderita TBC yang putus obat di tengah jalan. Oleh karena itu, hal ini menjadi PR bagi Dinkes untuk mendampingi penderita untuk rutin mengkonsumsi obat agar tidak mengulangi pengobatan yang lebih lama, yakni 12 bulan.

"Kita ada juga untuk pendamping minum obat, di masing-masing puskesmas kita ada pendamping minum obat, di puskesmas ada. Itu membuat nyaman pasien yang datang ke puskesmas didampingi bahwa mereka benar-benar minum obat dengan tepat. Jangan sampai mereka drop out. Nanti tidak efektif lagi jadi harus mengulang kembali," pungkasnya.




(dpe/fat)


Hide Ads