Kasus Tuberkulosis (TBC) yang ditemukan sepanjang tahun 2022 ada 81.753 atau 74% dari estimasi 107.547 yang ditemukan di Jawa Timur. Kasus terbanyak di Jawa Timur, ada di Kota Surabaya dengan jumlah kasus sebanyak 10.741.
"Untuk estimasi kasus TBC 107.547, beban dari pusat ke Jatim harus menemukan ini. Yang ketemu 81.753 atau 74%. Sisanya PR," kata Kadinkes Jatim Erwin Ashta Triyono kepada wartawan, Minggu (2/4/2023).
Erwin mengatakan, dari 81.753 kasus TBC, paling banyak TBC sensitif obat. Sedangkan daerah yang paling tinggi ditemukan kasus TBC adalah Kota Surabaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang Kemenkes mendorong penemuan kasus TBC. Eliminasi 2030 nggak akan selesai kalau pasien nggak ditemukan. Hingga kini penemuan kasus jadi kinerja terbaik dinkes kabupaten, kota masing-masing. Sehingga Surabaya nomor 1, ini kinerja dinkes yang harus kita apresiasi, karena berhasil menemukan," jelasnya.
Adapun 5 besar daerah dengan kasus TBC terbanyak. Yakni Surabaya sebanyak 10.741, Kabupaten Jember 5.481, Kabupaten Sidoarjo 5.229, Kabupaten Pasuruan 3.486 dan Kabupaten Gresik ada 3.215 kasus. Sementara untuk kasus TBC pada anak menyumbang 7.712
Menurut Erwin, yang terpenting setelah ditemukan kasus ialah dilakukan intervensi. Seperti pengobatan dini yang bisa memberi kontribusi kesembuhan, dan intervensi perilaku supaya tidak menularkan ke lainnya.
"Jadi Surabaya kalau sekarang rangking 1, harapan kami segera diintervensi pasiennya. Sehingga beberapa tahun ke depan selesai lebih awal untuk eliminasi TBC," ujarnya.
Justru yang dikhawatirkan bila kabupaten, kota laporannya rendah. Karena ada kasus TBC, namun tidak mampu menemukan. Sehingga, kini saat menemukan kasus artinya baik.
Sebab, untuk mencapai target eliminasi pilihan pertamanya adalah menemukan kasus.
Sementara PR yang harus dilakukan setiap daerah, yakni menghindari stigma dan diskriminasi. Justru harus memastikan pasien yang ditemukan tidak dikucilkan dan didampingi pengobatan hingga tuntas.
Sebab, penanganan TBC sendiri temukan-obati sampai sembuh. Hal itu akan efektif dilakukan, terlebih menemukan sejak stadium awal. Sebab, tidak sedikit pula pasien TBC yang putus obat dan akan lebih memperburuk keadaan.
"Jadi belum sampai berat, ada faktor risiko tertular segera cek, ternyata positif, diobati . (Putus obat banyak) karena proses pendampingan nggak bagus dan stigma. Ayolah, kalau sakit TBC diobati sembuh 6 bulan pengobatan. Putus obat malah bahaya, risiko resisten obat, jumlah pil lebih banyak, lama pengobatan lebih panjang (12 bulan)," pungkasnya.
(fat/fat)