Tanda-tanda Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pecah semakin kentara. Partai-partai di KIB mulai bermanuver sendiri-sendiri.
Dimulai dari PAN yang memberi sinyal mendukung Ganjar Pranowo-Erick Thohir. Kemudian, PPP yang melakukan manuver dengan bertemu dengan elite PBB serta dengan elite PDIP. Golkar sendiri masih berkomitmen mengusung Airlangga Hartarto sebagai calon presiden (capres), meski beberapa kali bertemu dengan parpol lain di luar KIB.
Pengamat Politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surokim Abdussalam menyatakan perlunya KIB kembali menguatkan soliditas antar masing-masing parpol. Menurutnya, memang banyak godaan bagi parpol KIB untuk bermanuver di luar koalisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KIB butuh menguatkan barisan lagi, karena godaan untuk jalan sendiri-sendiri cukup terbuka dan saya pikir itu akan membahayakan soliditas KIB. Agar masing-masing anggota tidak bermanuver, saya pikir KIB harus menguatkan barisan lagi, intens bertemu dan terus menyamakan frekuensi dalam pilpres," kata Surokim saat dikonfirmasi detikJatim, Kamis (16/3/2023).
Surokim melihat jalur menuju kontestasi Pilpres 2024 mulai menemui hambatan, khususnya untuk KIB. Sebab, masing-masing parpol mulai bermanuver di luar koalisi.
"Menurut saya mulai banyak tikungan-tikungan berbahaya yang memungkinkan masing-masing partai manuver sendiri-sendiri," katanya.
"Jika tidak berhati-hati, potensi jalan sendiri-sendiri dengan manuver-manuver politik yang menggemaskan akan terbuka lebar dan KIB akan kesulitan lagi mengumpulkan energi koalisi kembali," sambungnya.
Menurut Surokim, sebagai koalisi pertama yang dibentuk menuju Pilpres 2024, KIB merupakan koalisi yang paling rawan pecah. Apalagi komunikasi antar parpol di KIB tidak intens
"KIB ini memang rawan pecah kalau komunikasinya tidak intens. Apalagi sejauh ini juga belum ada agenda kumpul-kumpul untuk menjaga dan menguatkan kesepakatan-kesepakatan sebelumnya," ungkapnya.
"Hati-hati KIB, banyak jalan tikungan menuju 2024," lanjutnya.
Peneliti Senior SSC ini juga mengingatkan soal ego masing-masing parpol di KIB yang belum satu frekuensi, khususnya dalam mengusung figur capres-cawapres.
"Ya, memang partai kan pada dasarnya ingin mendapat posisi terbaik dan yang paling menguntungkan untuk partainya. Semua itu menurut saya bagian dari politik interplay untuk menguatkan daya tawar masing-masing partai," tandasnya.
(hil/dte)