Khofifah Lakukan Pendekatan Kultural-Spiritual Wujudkan Pemilu yang Tertib

Khofifah Lakukan Pendekatan Kultural-Spiritual Wujudkan Pemilu yang Tertib

Denza Perdana - detikJatim
Selasa, 28 Feb 2023 12:39 WIB
Cangkrukan Mahfud Khofifah
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat Cangkrukan Menko Polhukam di Surabaya. (Foto: Dok. Tangkapan Layar YouTube Kemenko Polhukam)
Surabaya -

Cangkrukan Menko Polhukam 'Tertib Tahun Politik Menuju Indonesia Maju' di Surabaya membahas sejumlah hal, terutama bagaimana membuat Pemilu 2024 berjalan tertib dengan tetap mengedepankan prinsip jujur dan adil (jurdil) serta langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber). Sejumlah tokoh telah menyampaikan pendekatannya, termasuk Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.

Ada sejumlah tokoh yang telah menyampaikan pandangannya, bagaimana agar Pemilu 2024 berlangsung tertib dengan mempertahankan prinsip jurdil dan luber. Mereka antara lain Prof Henry Subiakto Guru Besar Ilmu Komunikasi Unair, Penggagas Drone Emprit sekaligus dosen UII Ismail Fahmi, juga Penggerak Jaringan Gusdurian Alissa Wahid. Mereka menyampaikan sejumlah pendekatan yang perlu dilakukan pada Pemilu 2024.

Prof Henry Subiakto dan Ismail Fahmi saling berkesinambungan menyampaikan tentang situasi yang terjadi di media sosial dan komodifikasi hoaks di media sosial. Bagaimana warganet itu perlu dikendalikan dengan aturan yang mutakhir sehingga muncul sanksi sosial yang dilakukan oleh warganet untuk warganet yang melakukan perbuatan anomali seperti sengaja memproduksi atau menyebar hoaks.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khofifah menyampaikan pendekatan yang berbeda. Bukan dalam hubungan maya, Khofifah menyampaikan pendekatannya sebagai seorang gubernur saat menghadapi masyarakat dengan budaya, pemikiran, dan kearifan lokal yang beragam. Khofifah pun menyampaikan pendekatan kultural spiritual yang telah dia terapkan dalam berbagai dialog dengan masyarakat dari budaya yang berbeda.

"Di Jawa Timur ini saya rasa kearifan lokal terbangun karena masing-masing entitas relatif mereka memiliki soliditas untuk bisa saling menjaga harmoni di antara satu entitas dengan entitas yang lain. Maka harmonious partnership (kemitraan yang harmonis) itu menjadi ruh dari seluruh program yang kami lakukan dan diinisiasi ada di dalam RKPD pemprov jatim," katanya dalam forum yang diinisiasi oleh Menko Polhukam Mahfud Md di Surabaya, Selasa (28/2/2023).

ADVERTISEMENT

Khofifah menegaskan bahwa seluruh sektor yang ada di Jawa Timur harus terpayungi dalam tujuan yang sama, yakni membangun kemitraan yang harmonis. Namun, tidak hanya secara struktural pemerintahan, Khofifah menegaskan bahwa pemerintah perlu menangkap ide dari masyarakat dengan berbagai latar belakang daerah maupun kesukuan yang ada di Jatim.

"Harmonious partnership tidak hanya dengan pendekatan struktural tapi kita harus menangkap ide-ide dari kultur Mataraman, ide-ide dan kearifan lokal dari suku Tengger, ide-ide dan kearifan lokal dari dari suku Samin, ide-ide dan kearifan lokal dari Osing, ide-ide dan kearifan lokal dari seluruh jaringan madura baik yang ada di pulau madura maupun yang ada di tapal kuda. Ide-ide dan seluruh kearifan dari daerah pantura," ujarnya.

"Jadi kami sering melakukan dialog budaya dengan mereka. Dan ketika kemudian mereka bertemu antarbudaya Samin dengan Osing, itu sesuatu yang tidak mereka duga. Dari Samin dengan Tengger, sesuatu yang juga mereka nggak pernah bayangkan. Tapi itu sebetulnya perekat harmonious partnership di Jawa Timur," imbuhnya.

Khofifah pun mencontohkan dialog Presiden Jokowi dengan Mantan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani tentang suku di masing-masing negara. Saat Ashraf bertanya ada berapa suku di Indonesia, Jokowi menjawab 714 suku. Ashraf pun menyampaikan bahwa suku di Afghanistan hanya ada 7 tapi ketujuh suku itu bila mengalami konflik seringkali menajam, meruncing, dan berkepanjangan.

"Apa yang ingin saya sampaikan kepada kita semua, betapa kearifan lokal yang dibangun oleh entitas-entitas, suku-suku bangsa di Indonesia itu memiliki kekuatan kearifan yang luar biasa. Oleh karena itu membangun tertib pada pemilu 2024 saya rasa kita coba bangun kembali pikiran-pikiran dan budaya-budaya lokal yang penuh kearifan yang luar biasa karena merekalah sebetulnya yang menjadi pilar berdirinya NKRI," ujarnya.

Itu, kata Khofifah, baru secara kultural. Secara spiritual Khofifah menyampaikan pentingnya pelibatan seluruh tokoh agama yang ada untuk terus menggaungkan doa tentang kesatuan bangsa, keamanan bangsa, dan agar Indonesia menjadi tetap solid. Dengan demikian, secara psikologis para jemaah, umat, dan secara umum masyarakat akan tergugah untuk turut serta menjaga ketertiban pada Pemilu 2024.

"Spiritualnya, saya rasa sila pertama Pancasila mengingatkan kepada kita semua kalau misalnya ada rekomendasi bahwa setiap Jumat di masjid-masjid itu diseyogyakan para katib sudah menyiapkan doa khusus tentang ketertiban keamanan dan proses yang menjadikan Indonesia tetap solid, dan menjadikan penguat teguhnya NKRI. Di gereja-gereja juga setiap Minggu juga, mungkin Pak Menko atau Menteri Agama memberikan harapan dan referensi kepada semua tokoh-tokoh agama yang pendeta juga memberikan doa di gereja-gereja, di wihara-wihara, kelenteng dan seterusnya," ujarnya.

"Artinya, peran dari tokoh agama secara substantif itu sudah dilibatkan dalam proses untuk tertib di dalam politik, tertib di dalam kehidupan sosial, tertib di dalam keamanan, dan tertib di sektor mana pun. Kalau pun ini bisa dilakukan secara lebih masif, saya rasa barangkali cangkrukan berikutnya pertemuan antartokoh budaya, pertemuan antartokoh-tokoh agama. Tetapi bahwa kehadiran mereka nantinya memang dilibatkan secara rohani, kehadiran mereka itu dilibatkan secara psikologis," lanjutnya.

Melalui dua pendekatan itu Khofifah berharap di kemudian hari muncul sanksi sosial yang terbangun dengan sendirinya, sehingga sikap anomali seperti penyebaran hoaks, paham radikalisme, juga polarisasi politik yang terjadi pada pemilu yang hendak memecah-belah persatuan dan kesatuan akan terkontrol dengan sendirinya. Dengan demikian terjadi penguatan penjagaan ketertiban Pemilu 2024.

"Sehingga kalau ada yang melakukan katakan sikap-sikap anomali atau indisipliner dan seterusnya, maka sesungguhnya ada sosial punishment. Kalau ada social punishment di antara entitas-entitas itu, ini akan lebih memberikan penguatan bagaimana mereka merasa bahwa ada sesuatu yang sudah mereka langgar dan kemudian social punishment yang akan menyadarkan mereka bahwa ini negara kita, harus kita jaga keamanan, ketertiban, suasana yang solid dan seterusnya," tandasnya.




(dpe/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads