Ledakan petasan yang memakan 4 korban jiwa dan 26 korban terluka, disebut polisi akibat mal prosedur peracikan bahan petasan. Namun, uraian Ahli Kimia ITS ini akan mengungkap lebih detail pemicu ledakan dahsyat terjadi.
Kapolres Blitar, AKBP Argowiyono mengatakan dari penyelidikan sementara, kejadian itu terjadi karena adanya mal prosedur saat dilakukan peracikan (bahan petasan) oleh Arifin dan Widodo.
"Jadi yang tersisa hanya residu atau sisa-sisanya saja. Semua sudah diambil sampel oleh Labfor dan positif. Ada sisa belerang atau sulfur, sisa potasium, dan arang. Jadi diyakini bahwa di situ adalah tempat peracikan bahan petasan," kata Argo usai menyerahkan jenazah korban di RSUD Srengat Blitar, Rabu (21/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Kepala Departemen Kimia ITS, Prof Fredy Kurniawan mengatakan, formula petasan biasanya kalium nitrat, belerang dan arang kayu. Ketiga bahan ini akan meledak jika dalam kondisi wadah tertutup rapat dan ada pemicunya. Bisa karena percikan api, atau adanya tekanan yang sangat kuat.
"Kalau kena percikan api rokok, bubuk mesiunya tercecer gitu saja paling ngeses. Tapi kalau sudah menimbulkan ledakan dahsyat seperti itu, saya khawatir sudah dalam bentuk petasan itu. Ada kemungkinan seperti itu. Sudah dipacking dengan bagus, sehingga menimbulkan tekanan yang sangat kuat," paparnya dihubungi detikJatim, Kamis (23/2/2023).
Sesuai keterangan pihak kepolisian, sumber ledakan di dalam rumah Darman terjadi tiga kali ledakan. Fredy memvisualisasikan, ledakan pertama diduga dari petasan yang sudah jadi. Karena di dalam rumah itu ada banyak bahan petasan, maka memicu ledakan kedua dan ketiga.
Ledakan yang meluluhlantakkan rumah beserta isinya itu, memang masuk kategori low explosive. Karena detonasi kecepatan ledakan mencapai 400 meter hingga 800 meter per detik.
Sedangkan yang tergolong high explosive, jika detonasi kecepatan di atas 1.000 meter sampai 8.500 meter per detik. Namun, Fredy tidak yakin, pihak kepolisian sempat mencatat detonasi kecepatan itu. Mereka biasanya hanya berdasarkan pengalaman empirik menangani kasus ledakan serupa.
Soal jumlah bahan peledak, lanjutnya, ia mengakui memang susah menghitungnya. Karena, volume bahan peledak tidak serta merta memicu timbulnya ledakan besar. Namun, adanya tekanan dalam wadah tertutup lah yang memicu terjadinya ledakan besar.
"Rumahnya itu kan kayak bumbung. Kepercik satu saja akan memicu bahan peledak lain yang tidak sedikit di dalam rumah itu. Berarti ada yang sudah jadi ada yang belum," ulasnya.
Selain itu, Fredy juga mengulas satu tubuh korban yang hancur. Serpihan bagian tubuhnya bahkan terlempar sampai radius 100 meter dari sumber ledakan. Melihat tingkat kehancuran tubuh yang seperti itu, ada dua dugaan kuat yang terjadi di lokasi kejadian.
"Pertama, bahan peledaknya ini ditambah alumunium. Kedua, yang tubuhnya hancur lebur ini lah pemicu terjadinya ledakan dan dia posisi paling dekat dengan sumber ledakan," pungkasnya.
Sebelumnya, ledakan besar terjadi di Dusun Sadeng, Desa Karangbendo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, pada Minggu (19/2/2023) malam. Insiden tersebut mengakibatkan empat orang meninggal dunia dan 26 orang luka-luka.
(hil/iwd)