Fandi Achmad Ramadhan (17) tengah mengincar beasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair). Modalnya hafalan Al-Qur'an dan hasil olimpiade sains.
Hanya dua modal itu yang bisa ia pertaruhkan. Sebab, Fandi hidup dalam keterbatasan ekonomi namun memiliki cita-cita yang tinggi.
Fandi merupakan anak pertama dari pasangan Achmad Mustanili (44) dan Chlivatur Rosida (37). Mustanili merupakan seorang tukang rongsok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mustanili menceritakan soal keinginan sang anak untuk melanjutkan pendidikan kedokteran usai lulus SMA. Saat ini Fandi duduk di kelas 12 di Ammanatul Umma, Siwalankerto, Surabaya.
Fandi sekolah sambil mondok. Ia berprestasi di bidang akademik. Bahkan ia mengambil program akselerasi dua tahun di SMA tersebut. Selain prestasi dalam akademik, Fandi juga seorang hafiz atau penghafal Al-Qur'an.
"Ingin sekolah di Unair, saya terharu. Kemarin izin ikut olimpiade sains, sempat saya larang, saya kira olahraga, ternyata lomba kepintaran saya izinkan. Alhamdulillah hasilnya maksimal. Olimpiade sains lokal urutan 10 besar, olimpiade sains nasional masuk 5 besar," kata Mustanili saat ditemui detikJatim di rumahnya, Jemursari, Surabaya, Minggu (5/2/2023).
Menurut Mustanili, Fandi mengikuti olimpiade secara online karena pandemi COVID-19. Waktu itu, Fandi menggunakan ponsel gurunya di ponpes.
Mustanili pesimis bisa mewujudkan cita-cita Fandi. Sebagai tukang rongsokan, ia tidak terbayang sang anak bisa sekolah kedokteran.
Bapak dua anak ini harus mengakui, penghasilannya tak menentu. Per hari paling banyak mendapat Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu. Saat sepi rongsokan, ia bahkan tak mendapat satu Rupiah pun. Bila tak ada pemulung yang mengumpulkan rongsokan pada dirinya, maka ia sendiri yang mencari rongsokan.
"Karena memang kondisi saya seperti ini. Masa anak rongsok masuk kedokteran. Saya cuma ikhtiar dan berdoa semoga Allah bisa mengabulkan cita-citanya. Cita-cita anak saya ingin sekolah kedokteran di Unair yang katanya terkenal. Dia mencari beasiswa dari hafal Al-Qur'an 10 juz dan olimpiade sains," papar Mustanili sambil menahan tangis.
Mustanili belum konsultasi dengan pihak sekolah terkait beasiswa sang anak. Sebab, ia mengaku tak memahami hal itu. Namun ia akan selalu mendukung cita-cita Fandi.
Pelajar berprestasi di Surabaya ini ditemukan Wakil Ketua DPRD Surabaya, AH Thony. Usai mendatangi Mustanili dan istri, ia berjanji akan memperjuangkan hak Fandi agar mendapatkan intervensi dan beasiswa dari Pemkot Surabaya.
Terlebih, lanjut AH Thony, Pemkot Surabaya saat ini tengah gencar mendongkrak kualitas SDM pendidikan. Salah satunya menyediakan beasiswa pemuda tangguh untuk siswa berprestasi dari keluarga tidak mampu.
"Secara pribadi dan institusi bangga, Fandi memiliki cita-cita tinggi dan sadar anak orang tidak mampu. Ketika spirit juang dari anak-anak muncul, harus ditangkap sebagai energi positif untuk kebangkitan Surabaya ke depan. Ada kesadaran tinggi dari anak ingin membuat perubahan dan loncatan besar di tengah hidup serba kekurangan. Nampaknya emosi itu yang menjadikan latar belakang anak, latar belakang susah ingin menjadi lebih baik," kata AH Thony.
AH Thony berharap, pemerintah melihat prestasi Fandi. Ia juga menyebut, rumah keluarga Fandi tidak jauh dengan rumah Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
"Ini juga tetangga Gubernur. Saya yakin beliau kenal dengan tetangga dan memfasilitasi. Saya rasa kita tidak tutup mata, Surabaya punya semangat besar dari siswa berprestasi akan dibantu, apa lagi dari kalangan bawah," jelasnya.
Thony berharap pemerintah mengapresiasi Fandi dengan bantuan pendidikan. Sehingga pelajar cerdas di Kota Pahlawan bisa dikembangkan.
"Yang cukup melegakan, si anak selain berprestasi, mondok, masuk program akselerasi, tergambar anak ini punya kelebihan kecerdasan. Otomatis minta Pak Wali Kota, syukur-syukur bisa rawuh melihat langsung. Biasanya beliau dengan hal ini tidak tanggung bisa hadir," pungkasnya.
(sun/iwd)