Ketika ada siswi yang hamil di luar nikah, artinya telah melanggar aturan sekolah dan harus menerima konsekuensi untuk dikeluarkan. Namun, konsekuensi itu hanya diterima oleh siswi, sedangkan siswa yang menghamili ada yang masih bisa bersekolah.
Forum Anak Surabaya (FAS) mendorong pemkot untuk mengkaji kebijakan sekolah mengeluarkan siswi perempuan yang hamil di luar nikah. Sebab, aturan itu juga berlaku di Surabaya.
Ketua FAS, Neerzara Syarifah Alfarizi merasa kebijakan tersebut terkesan memberatkan sebelah pihak. Karena, siswa yang menghamili tetap bisa melanjutkan pendidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami melihat selama ini yang dihukum hanya pihak perempuan, sementara yang laki-laki tetap bisa bersekolah," kata Caca sapaan akrabnya kepada wartawan di kantor eks Pemkot Surabaya, Jumat (27/1/2023).
Menurut Neerzara, jika berbicara kesetaraan gender, maka seharusnya keduanya harus mendapatkan sanksi yang sama. Nyatanya, sanksi itu lebih dominan dirasakan oleh perempuan saja.
"Kami memang tidak tahu betul regulasinya akan seperti apa. Kami ingin perempuan dan laki-laki yang terlibat hal tersebut bisa mendapatkan keadilan sama," jelasnya.
Ia ingin FAS dilibatkan bila ada pembahasan terkait kebijakan tersebut. Jika, kebijakan tersebut tidak bisa diubah, setidaknya ada regulasi lain yang menjamin pendidikan anak putus sekolah akibat pergaulan bebas.
"Sehingga mereka yang putus sekolah (karena pergaulan bebas) bisa tetap mendapatkan hak pendidikan," ujarnya.
Hal ini pun disambut baik oleh Kepala DP3A-PPKB Surabaya Tomi Ardiyanto. Tomi mengaspirasi apa yang disampaikan para pelajar tersebut karena mengamati kejadian di sekitarnya dan sudah sadar akan kesetaraan gender.
"Kami akan mendorong aspirasi tersebut untuk disampaikan pada pemangku bijakan hingga DPRD Kota Surabaya. Ini bentuk kepedulian mereka kepada teman-temannya," kata Tomi.
(esw/iwd)