Pengadilan Agama (PA) Surabaya mengabulkan 10 izin poligami selama 2022 di tengah maraknya pengajuan perceraian di tahun yang sama. Rata-rata pemohon yang mengajukan poligami ini adalah warga kalangan menengah ke atas dengan alasan supaya memiliki keturunan.
Humas PA Surabaya Tamat Zaifudin yang menyebutkan bahwa mayoritas pemohon poligami berasal dari kalangan menengah ke atas. Sebab mereka merasa mampu secara ekonomi dan telah mendapat persetujuan dari istri pertama.
"Rata-rata (pemohon) orang yang mampu, ya. Rata-rata istrinya juga menyetujui atau dengan persetujuan istri pertama," ujar Tamat kepada detikJatim, Kamis (6/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan untuk faktor pengajuan poligami, Tamat menyebutkan rata-rata ada berbagai macam alasan. Namun mayoritas karena tak mempunyai keturunan.
"Tidak mempunyai keturunan, supaya dapat keturunan kawin lagi," ungkap Tamat.
Meski demikian, Tamat menyebutkan bahwa selama setahun terakhir jumlah pengajuan poligami ini mengalami penurunan. Dua menduga satu penyebabnya karena Pandemi COVID-19.
Dia menyebutkan bila pada 2022 tercatat jumlah pemohon poligami terdapat 10 orang pada 2021 lalu terdapat 13 permohonan poligami yang masuk ke PA Surabaya.
"Jadi untuk tahun 2022 lalu izin poligami rata-rata 1 (permohonan) dalam sebulan. Turun karena sepertinya pengaruh penurunan ekonomi akibat Pandemi COVID-19" ujar Tamat kepada detikJatim, Jumat (6/1/2023).
Pengabulan 10 permohonan poligami selama 2022 itu terjadi di tengah maraknya perceraian. Pada tahun yang sama PA Surabaya telah memutus 5,802 permohonan cerai. Sebanyak 1.631 di antaranya adalah cerai talak (dari pihak suami) sedangkan 4.171 lainnya adalah cerai gugat (dari pihak istri).
Alasan perselisihan terus menerus masih mendominasi permohonan perceraian di Surabaya. Baca di halaman selanjutnya.
Tamat mengatakan selain masalah klasik terkait ekonomi, pengajuan perceraian ke PA Surabaya juga diwarnai alasan perselisihan yang terus menerus yang ternyata menjadi dominan, juga beberapa di antaranya karena alasan salah satu pasangan masuk penjara.
"Perselisihan terus menerus dan ekonomi masih menjadi penyebab dominan terjadinya perceraian. Lalu, disusul pasangan yang dipenjara, meninggalkan salah satu pihak, dan murtad," kata Tamat pada Kamis (5/1/2023).
Lebih lanjut, Tamat menjelaskan bahwa penyebab utama perceraian di Surabaya pada 2022 masih sama. Yakni perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang mencapai 3.668 kasus.
Alasan selanjutnya yang tertera pada 1.975 permohonan cerai adalah karena masalah ekonomi. Kemudian salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya sebanyak 33 permohonan, karena murtad ada 27 permohonan, dihukum penjara ada 29 permohonan, dan ada 1 permohonan karena alasan judi.
Adapun 5.802 perkara telah diputus itu merupakan hasil seleksi yang dilakukan PA Surabaya dari 10.327 permohonan perceraian yang masuk selama 2022.
"Untuk 2022, memang cerai yang diajukan dari pihak istri (cerai gugat) yang meningkat," kata Tamat.
Data perkara perceraian selama 2022 menurut Tamat sebenarnya mengalami penurunan dibandingkan 2021. Hal itu mengacu pada permohonan perceraian yang masuk selama 1 tahun berjalan.
"Perbandingannya tahun 2021 ada 11.119 permohonan yang kami terima. Pada 2022 ada 10.327 permohonan," ujar Tamat.