Menko Polhukam Mahfud Md berdialog dengan para kiai asal Jatim dan PBNU. Mahfud datang bersama Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM) yang dipimpin mantan Dubes RI untuk PBB, Makarim Wibisono.
"Pemerintah berpandangan bahwa harus segera diambil tindakan cepat untuk memulihkan hak korban. Tim ini bekerja atas nama bangsa dan untuk membebaskan negara dari sandera masa lalu. Selain itu, pengakuan dan upaya pemulihan dari negara merupakan hal yang sangat penting bagi para korban pelanggaran HAM yang berat," ujar Mahfud dalam forum audiensi Tim PPHAM di Pondok Pesantren Miftachussunnah Surabaya, Selasa (27/12/2022).
Mahfud menegaskan tim telah bekerja untuk menyusun rekomendasi pemulihan hak-hak korban yang berkaitan dengan rehabilitasi fisik, hak sosial, jaminan kesehatan, pendidikan atau hal lainnya untuk kepentingan korban atau keluarganya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Ponpes asuhan Rais Syuriah PBNU KH Miftahul Akhyar tersebut, Mahfud menjelaskan, setelah Tim PPHAM dibentuk, ada masyarakat tertentu yang berpandangan bahwa pemerintah tidak berniat menyelesaikan secara yudisial. Langkah tersebut dinilai menjadi bagian untuk menghidupkan kembali ajaran komunisme.
"Dalam forum ini saya tegaskan bahwa penyelesaian melalui jalur yudisial tetap dilakukan dan itu tugas penegak hukum, penyelidikannya dilakukan oleh Komnas HAM, penyidikan dan penuntutan oleh Kejaksaan Agung, serta disidangkan di pengadilan HAM. Pemerintah tidak bisa mengintervensi penegakan hukumnya. Sedangkan larangan penyebaran ideologi komunisme, marxisme, dan lenimisme sebagaimana diatur dalam TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 sudah final dan tidak dapat diganggu gugat kembali," tegas Mahfud.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengapresiasi langkah pemerintah dan Tim PPHAM yang telah bekerja untuk menuntaskan masalah pelanggaran HAM Berat dari jalur nonyudisial.
"NU tidak ada kekhawatiran apa-apa lagi, apalagi peristiwa tahun 1965 ini sudah sangat jauh dan yang terlibat juga sudah tidak ada orangnya, mau diapakan lagi" ujar Gus Yahya.
Apa yang dilakukan pemerintah dengan Tim PPHAM ini, lanjut Gus Yahya, perlu diapresiasi karena inisiatif ini dilakukan tidak karena ada tekanan-tekanan politik dari pihak manapun.
"Maka apa yang disampaikan pak Mahfud tadi yakni keinginan untuk memberi korban siapapun itu tanpa mempersoalkan apa yang pernah terjadi, itu merupakan stand point yang sangat bagus dan harus diapresiasi" tegas mantan Juru Bicara Presiden Gus Dur tersebut.
Di forum yang sama, Wakil Rais Aam PBNU KH. Anwar Iskandar meyakini keputusan dan rekomendasi Tim PPHAM yang diisi oleh orang-orang berkualitas dan independen pasti akan melahirkan putusan yang kuat serta netral.
"Kita tidak ada alasan untuk tidak menerima hasil PPHAM ini nanti, dengan catatan tentunya bahwa bangsa ini tidak boleh tersandera oleh kasus-kasus masa lalu yang bisa menyebakan kita ini terjebak dalam disintegrasi," papar Kiai Anwar.
Menurut Kiai Anwar, luka masa lalu memang berat sekali, di mana menurutnya tahun 1948 para kiai dibantai di Madiun. Bahkan tahun 1965, lanjut Anwar, rekan-rekannya dari Ansor Muncar mati diracun.
"Itu luka lama. Oleh karena itu, jangan ada diksi yang bisa membuka luka lama. Harus dijamin oleh tim PPHAM agar persatuan dan integritas bangsa, tercipta setelah ini semua," tambahnya.
"Terakhir kita terima kasih kepada Menko Polhukam yang NU ini, yang dari amaliah, ubudiah, firkah, harakah, ke-NU-an beliau tidak kita ragukan lagi. Terima kasih Pak Mahfud sudah datang mengajak orang hebat untuk sebuah solusi bagi masalah bangsa," tukas Kiai Anwar Iskandar.
Mahfud MD mengatakan, pembahasan dengan PBNU dan para kiai ini adalah rangkaian terakhir kerja Tim PPHAM. Tim sebelumnya telah bertemu dan berdialog dengan para korban, pendamping korban, para pakar, pihak gereja, MUI, Muhammadiyah, dan mendatangi semua lokasi pelanggaran HAM berat masa lalu. Setelah ini, tim akan menyempurnakan hasil kerja dan rekomendasi, kemudian akan dilaporkan kepada Presiden Jokowi pada awal tahun 2023.
(dpe/dte)