Bukan karena Kanopi, Penembokan Jalan di Tulungagung Dipicu Persoalan Tanah

Bukan karena Kanopi, Penembokan Jalan di Tulungagung Dipicu Persoalan Tanah

Adhar Muttaqin - detikJatim
Selasa, 20 Des 2022 10:36 WIB
Penembokan akses jalan rumah di Tulungagung
Penembokan akses jalan rumah di Tulungagung (Foto: Adhar Muttaqin/detikJatim)
Tulungagung -

Aksi pendirian tembok berbahan bata putih setinggi 2,5 meter di akses jalan di Desa Beji, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung menyebabkan 2 keluarga terjebak. Pemerintah Desa menyebut penembokan itu dipicu pendirian kanopi di mulut gang oleh keluarga yang terjebak tembok.

Kepala Desa Beji Khoiruddin menyebutkan bahwa penembokan itu bermula saat keluarga Haryono membangun kanopi di mulut gang dan memasang meja untuk berjualan soto sehingga akses warga terganggu. Hal itu kemudian yang memicu penembokan jalan oleh keluarga Riyanto.

"Saat disuruh membuktikan kepemilikan tidak bisa," ujar Khoiruddin, Senin (19/12/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konflik pun berkepanjangan. Meski sebelumnya sudah dilakukan mediasi hingga 5 kali, ujung-ujungnya pada Senin pagi keluarga Riyanto menutup akses jalan dengan tembok berbahan bata putih setinggi 2,5 meter. Hal ini membuat 2 rumah milik keluarga Haryono terisolasi di balik tembok.

Namun, pemasangan kanopi tersebut, salah satu anak Riyanto bernama Joni menegaskan bahwa konflik antara keluarganya dengan keluarga Haryono tidak ada sangkut pautnya dengan pemasangan kanopi di mulut gang.

ADVERTISEMENT

Persoalan pemasangan kanopi tersebut, kata Joni, murni persoalan keluarga Haryono dengan masyarakat setempat yang aksesnya terganggu. "Enggak ada kaitannya dengan (Kanopi) itu," kata Joni.

Joni mengatakan bahwa konflik antara keluarganya dengan keluarga Haryono telah berulang kali terjadi. Bahkan saat berkonflik terkait kepemilikan tanah sempat dilakukan pembuktian melalui sertifikat tanah.

"Setelah itu dicek di sertifikat, tidak bisa membuktikan kepemilikan," ujarnya.

Sementara itu perwakilan keluarga Haryono, Widiastuti mengakui bahwa sebelum terjadi penembokan itu pihaknya membenarkan sempat terjadi konflik dengan keluarga Riyanto.

"Sebelumnya memang ada konflik. Ya itu masalah tanah itu. Dari dulu kayaknya mau dibuntu," kata Widiastuti.

Pihaknya mengaku sempat mengajukan ke pemerintah agar akses jalan itu menjadi jalan umum. Namun tidak terwujud.

"Tanah itu dulunya yang beli Marsinah, Mbah saya. Dari resume desa mau dijadikan jalan umum, tapi resume-nya itu belum bisa membuktikan, karena kalau mau jadi jalan umum harus dikeluarkan dari sertifikat. Saya sudah ke BPN, tapi tidak ditanggapi," jelasnya.

Saat terjadi pembangunan tembok, Widiastuti tidak berani menanyakan ke pihak Riyanto, karena pasti akan menimbulkan konflik terbuka. Pihaknya memilih untuk menghubungi kepala desa.

"Saya langsung lapor Pak Lurah, soalnya kalau ditegur nggak bisa, karena memang cita-citanya mau menembok," imbuhnya.




(dpe/iwd)


Hide Ads