Orang zaman dulu menyampaikan mitigasi bencana dengan mitologi atau mitos. Sehingga banyak mitologi yang berkembang hingga saat ini.
Seperti mitologi Nyi Roro Kidul, Semar, Damar Wulan, Minak Jinggo hingga Macan Putih yang ditunggangi Prabu Tawang Alun.
"Ada banyak mitologi seperti dijelaskan pada kitab Pararaton. Penjelasannya dibuat tembang, tari agar mudah dipahami oleh masyarakat," ujar Ketua Harian Geopark Ijen, Abdillah Baraas kepada detikJatim, Minggu (13/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Nyi Roro Kidul
Abdillah membahas mitologi Nyi Roro Kidul atau yang biasa disebut Ratu Pantai Selatan. Ia menyebut, mitologi itu lahir pada tahun 1600-an. Pada zaman itu terjadi tsunami dahsyat yang memporak-porandakan sisi selatan Pulau Jawa.
"Salah satu sosok mitologi yang cukup familiar di kalangan masyarakat Jawa khususnya Banyuwangi adalah sosok Nyi Roro Kidul. Padahal sosok itu menjadi sebuah cerita tentang mitigasi bencana tsunami," paparnya.
Dalam kisah yang berkembang di masyarakat, Nyi Roro Kidul digambarkan sebagai sosok perempuan cantik, yang diyakini menjadi Penguasa Pantai Selatan.
Nyi Roro Kidul bergaun hijau pekat, mengenakan mahkota anggun, memiliki banyak prajurit dan suka menaiki kereta kencana khas bangsawan kerajaan.
"Dalam cerita bila terjadi sebuah tragedi atau bencana di laut selatan, sosok ini kerap kali dikait-kaitkan. Biasanya masyarakat menyebut bencana yang terjadi adalah buah dari kemarahan Sang Ratu," terangnya.
Padahal pada kenyataannya, Tanah Air tercinta diapit lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Lempeng itu bisa saja bergeser dan menimbulkan gempa. Kemudian gempa bisa menyebabkan tsunami.
"Makanya kalau dijelaskan secara ilmiah pada saat itu tidak akan masuk ke masyarakat. Karena pada saat itu, SDM dari masyarakat zaman dahulu belum pintar seperti pada saat zaman sekarang," tambahnya.
Terlepas dari itu, mitos Nyi Roro Kidul menjadi mitigasi bencana bagi warga untuk lebih waspada. Agar saat terjadi tsunami, bisa meminimalisir dampaknya.
2. Eyang Semar
Semar merupakan salah satu tokoh dalam pewayangan yang karakternya diteladani masyarakat Jawa. Ia digambarkan memiliki perawakan seperti kakek tua bertubuh tambun, dengan ciri khas rambut yang dikuncir lancip atau kuncung.
Ada banyak versi tentang asal-usul tokoh Semar. Namun semuanya menyebut Semar adalah penjelmaan dari dewa.
Penampakan Semar disebut-sebut pernah terjadi di Banyuwangi. Tepatnya saat erupsi Gunung Raung pada tahun 1593.
Namun, hilangnya pucuk Gunung Raung dan munculnya penampakan Semar itu bisa dijelaskan secara ilmiah.
Abdillah menyebut, itu adalah gugusan awan hasil letusan Plinian. Yang ditandai dengan semburan gas dan abu vulkanik, yang menyembur tinggi hingga stratosfer. Stratosfer adalah lapisan udara di atas troposfer.
Karakteristik utamanya adalah pemancaran batu apung dalam jumlah besar. Juga ada letusan-letusan gas yang kuat dan berlangsung lama.
Letusan pendek dapat berakhir kurang dari sehari. Tetapi letusan panjang dapat mencapai beberapa bulan.
Letusan panjang bermula dari pembentukan awan abu vulkanik, kadang-kadang disertai aliran piroklastik. Jumlah magma yang dikeluarkan sangat banyak sehingga puncak gunung mungkin runtuh, menghasilkan sebuah kaldera. Abu halus dapat menyebar hingga area yang sangat luas.
"Secara visual awan panas yang keluar saat letusan Plinian itu menyerupai Semar. Jumlah magma yang dikeluarkan sangat banyak sehingga puncak gunung mungkin runtuh, itulah yang melahirkan istilah Semar Nendang Pucuk Raung," katanya.
Terlepas dari itu, mitos Semar menjadi mitigasi bencana bagi warga untuk lebih waspada. Agar saat terjadi gunung meletus, bisa meminimalisir dampaknya.
3. Damar Wulan dan Menak Jingga
Mitologi ini muncul karena adanya letusan gunung. Sosok ini dipercaya muncul pada saat Gunung Raung meletus 1593 hingga 1638.
Gunung Raung meletus mengeluarkan lava berwarna jingga. Aktivitas vulkanik itu kerap terjadi bertepatan dengan pasangnya air laut pada saat bulan purnama.
"Gunung Raung adalah menak atau raja di kawasan Tapal Kuda yang merupakan gunung tertinggi di daerah ini. Ketika meletus itu mengeluarkan api berwarna jingga, itu diartikan sebagai Menak Jingga," ujar Abdillah.
"Sementara Damar Wulan itu dipercaya sebagai bulan purnama yang muncul pada saat erupsi terjadi. Karena setiap kali bulan purnama, permukaan air laut pasti naik sehingga yang ada di darat lebih mudah tertekan dan menyebabkan gunungnya erupsi. Dan pada saat ada letusan besar dari beberapa gunung, biasanya itu terjadi pada bulan purnama. Contohnya Gunung Gamalama, Gunung Krakatau. Coba diamati," tambahnya.
Terlepas dari itu, mitos tersebut menjadi mitigasi bencana bagi warga untuk lebih waspada. Agar saat terjadi gunung meletus, bisa meminimalisir dampaknya.
4. Tawang Alun Tunggangi Macan Putih
Mitologi ini muncul di Banyuwangi pada abad ke-16, yakni saat Gunung Raung meletus pada 1593. Cerita Prabu Tawang Alun menunggangi macan putih dipercaya terjadi saat kepindahan pusat Kerajaan Blambangan. Yang sebelumnya di kaki Gunung Raung berpindah atau turun sekitar 50 kilometer.
Pemindahan kerajaan itu terjadi karena letusan Gunung Raung. Kerajaan pun tertimbun material letusan dan membuat Prabu Tawang Alun memindahkan pusat pemerintahan.
"Diceritakan pada saat itu Prabu Tawang Alun turun dari Gunung Raung naik macan putih. Kalau bisa analogikan itu adalah saat Gunung Raung meletus mengeluarkan awan panas, atau biasanya disebut wedus gembel. Hingga akhirnya saat pemindahan itu dianggap sebagai Prabu Tawang Alun naik macan putih dan turun di wilayah sekitar Kabat. Akhirnya dikasih nama Kerajaan Macan Putih waktu itu," jelasnya.
Tak hanya itu, cerita itu juga mirip dengan fenomena saat gunung api akan meletus. Di mana binatang-binatang yang hidup di wilayah sekitar gunung akan turun menyelamatkan diri dari letusan.
Salah satunya adalah macan atau harimau. Oleh karena itu, banyak wilayah yang ada di lereng Gunung Raung memiliki nama dengan kata macan ataupun singa.
"Banyuwangi dikelilingi oleh 4 kawasan konservasi( taman nasional dan cagar alam) sehingga macan atau harimau pada saat itu melimpah. Sehingga penamaan daerah sesuai dengan adanya tanda bahaya gunung meletus. Bisa jadi macan turun di Kabat menjadi nama Macan Putih. Ada nama Singojuruh, Macan Putih dan masih banyak lagi," tutupnya.
Simak Video "Video Mitos atau Fakta: Tidur Miring Solusi Bagi Kaum Mendengkur"
[Gambas:Video 20detik]
(sun/iwd)