Menkopolhukam Mahfud Md buka suara terkait aksi wanita menerobos istana sambil menodongkan pistol jenis FN ke Paspampres pada Selasa (25/10). Mahfud menyebut bahwa paham radikalisme masih ada.
"Bahwa kemarin ada seorang perempuan yang menerobos istana negara dengan membawa pistol FN, Itu sebagai bukti bahwa radikalisme itu masih ada," kata Mahfud kepada wartawan usai mengisi kuliah umum di Universitas Jember (Unej), Jumat (28/10/2022).
Dengan masih adanya faham radikalisme ini, lanjut Mahfud, maka perlu adanya penguatan di masyarakat. Khususnya kalangan pelajar dan mahasiswa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka dimulai dari berbagai lembaga pendidikan dan juga di rumah. Bahwa negara ini adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kepada kita kesempatan untuk maju seperti sekarang. Nilai dasarnya adalah Pancasila sebagai kesepakatan bersama. Kalau dalam bahasa agama itu Pancasila itu janji suci untuk hidup bersama. Itu nilai dasarnya," terangnys.
Kemudian, sambung Mahfud, perlu secara kontinyu digalakkan kampanye bahwa Negara Indonesia dengan dasar Pancasila merupakan kesepakatan yang utuh. Jika kesepakatan itu diingkari, maka akan membahayakan.
"Kita kampanyekan bahwa Indonesia tanpa kesepakatan yang sudah ada sekarang itu, maka akan membahayakan bagi masa depan kita semuanya," jelasnya.
Mahfud menilai akar faham radikalisme adalah ketidakmauan menerima kesepakatan hidup bernegara. Lalu diwujudkan dengan berbagai macam bentuk tindakan.
"Bentuknya ada yang suka mencibir orang lain yang berbeda, ada yang masuk ke kurikulum menyusup ke lembaga pendidikan. Ada juga yang masuk ke tindakan kekerasan mengancam, mengebom dan sebagainya," terangnya.
Sedangkan terkait aksi wanita yang mencoba menerobos istana negara, menurut Mahfud masih perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Agar bisa diungkap motif atau pun alasan si wanita atas tindakannya tersebut.
"Nah yang kemarin ini kita tunggu dulu. Tapi ini ada bukti untuk mewaspadai radikalisme dengan berbagai cabang. Meskipun itu kecil tapi radikalisme harus diartikan. Suatu sikap penolakan, bahwa yang benar itu hanya ideologinya sendiri. Sehingga paham (ideologi) yang telah disepakati hendak dibongkar dengan berbagai cara," pungkasnya.
(abq/iwd)