Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang mencopot salah satu pengurusnya. Pencopotan buntut dari laporan adanya dugaan tindak kekerasan seksual.
Pengurus yang dicopot yakni Menteri Sosial Masyarakat (Sosma) berinisial ADM. Pencopotan itu diumumkan melalui akun Instagram @em_ubofficial.
Dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh ADM dilaporkan pada tanggal 15 September 2022. Sedangkan korban yang melapor ada empat orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pengumuman pencopotan itu, pihak BEM Juga menyertakan surat Pemberhentian Secara Tidak Hormat. Surat itu ditanda tangani oleh Menteri Pembinaan Aparatur Organisasi EM UB, Huzdaifah Hafizh Chairi.
"Terkait untuk ini (dugaan tindak kekerasan seksual) ada 4 korban yang sudah speak up. Dan untuk kronologinya bisa dilihat melalui berita acara yang sudah di-publish," kata Hafizh kepada detikJatim, Sabtu (1/10/2022).
Dalam berita acara yang ditanda tangani Hafizh pada Selasa (27/9/2022), Menteri Sosma berinisial ADM resmi dicopot sesuai surat keputusan Menteri Pembinaan Aparatur Organisasi (PAO) BEM UB dengan alasan diduga kuat melakukan tindak kekerasan seksual terhadap mahasiswa saat kegiatan Abdi Desa Agustus 2022 lalu.
Menteri Pembinaan Aparatur Organisasi (PAO) EM UB 2022, Hudzaifah Hafizh Chairi membenarkan bahwa keempat orang yang melapor tersebut merupakan korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh ADM.
Hafizh menyebut kegiatan Abdi desa dilakukan di Desa Tawangsari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Agustus 2022. Namun, Hafizh menyebutkan bahwa sebagian besar tindakan pelecehan seksual yang dilakukan ADM dalam bentuk verbal dan hanya satu yang berbentuk fisik.
"Sebagian besar tindakan pelaku itu bentuknya verbal, tetapi ada juga bentuknya fisik seperti menarik kain yang dipakai korban ketiga," kata Hafizh.
Dari kronologi yang disampaikan keempat korban serta bukti yang diserahkan kepada pihak BEM UB tak ditemukan sentuhan fisik di bagian sensitif korban.
"Kami berkoordinasi dengan ULTKSP kampus melalui kementerian Pemberdayaan Perempuan Progresif (P3) EM UB," tuturnya.
Sementara Presiden BEM UB, Nurcholis Mahendra mengungkapkan bahwa pihak EM UB dan penyintas atau korban telah sepakat membeberkan kronologi dan sanksi yang sesuai dalam bentuk rilis yang tercantum lengkap di akun resmi EM UB.
Untuk kelanjutan apakah bakal melapor ke pihak kepolisian ia belum bisa memastikan. Karena hal itu merupakan kewenangan korban atau penyintas.
"Tapi tindakan administrasi dan selanjutnya akan kita upayakan. Selanjutnya gimana kita mem-backup, kita juga telah mengadvokasi penyintas sejauh ini," ungkap Nurcholis.
Nurcholis menyebutkan bahwa kejadian pelecehan seksual di lingkungan BEM UB ini belum tentu yang pertama kalinya. BEM UB terbuka dan akan mengadvokasi setelah adanya laporan masuk.
"Apakah ini salah satunya, ya saya bilang tidak. Beberapa tahun kemarin pasti pernah," ujarnya.
Sementara alasan BEM UB menyampaikan secara terbuka melalui media sosial, karena hal ini merupakan tanggungjawabnya sebagai kelembagaan yang harus transparan terhadap publik.
"Sanksi kampus kita coba advokasi dahulu, karena dari korban maunya seperti apa, penyintas maunya seperti apa. Kita masih berupaya komunikasi maksimal dan optimal agar keinginan penyintas bisa terpenuhi dan tindakan apa yang akan kita ambil nanti," pungkasnya.