Komnas Perempuan meminta kasus KDRT yang dilakukan Rizky Billar kepada Lesti Kejora tidak dianggap sebagai settingan. Karena, menjadi korban KDRT itu menyakitkan. Komnas Perempuan mengaku prihatin dengan apa yang dialami Lesti.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengajak perempuan lain mendukung Lesti untuk terus bersuara dan melewati masa sulitnya.
"Kekerasan dalam rumah tangga, tidak boleh dijadikan candaan atau dianggap sebagai settingan. Karena menjadi korban kekerasan itu menyakitkan, dan butuh keberanian pada korban untuk bersuara di tengah nilai-nilai yang masih membenarkan kekerasan terhadap istri. Kita harus mendukung LK untuk melewati masa-masa sulitnya, pulih dan tetap bisa terus berkarya," kata Siti dilansir dari detikNews, Sabtu (1/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, Siti juga mendukung Lesti Kejora untuk memproses hukum suaminya. Menurutnya, kekerasan fisik yang dilakukan Rizky Billar itu menunjukkan adanya ketimpangan kekuasaan dalam relasi perkawinan.
"Komnas Perempuan prihatin atas kekerasan yang menimpa LK dan mendukung LK untuk mengklaim keadilannya. Kekerasan fisik, dan psikis yang dilakukan oleh RB dalam kasus ini merupakan perwujudan ketimpangan hubungan kekuasaan dalam relasi perkawinan, yang menempatkan LK sebagai istri dalam posisi subordinasi di hadapan suami. Dimana hal tersebut bersumber dari diskriminasi terhadap peran perempuan," tuturnya.
Siti juga menekankan, kemesraan yang ditampilkan di depan publik tidak menjamin tidak adanya KDRT. Dia pun menjelaskan mengenai tahapan siklus kekerasan dalam rumah tangga, yang dimulai dengan ketegangan emosi.
"Terkait dengan tampilan ke public bahwa keduanya selalu tampil romantic di depan public, yang harus dipahami dalam KDRT terdapat siklus kekerasan yaitu tahap ketegangan-kekerasan-minta maaf/bulan madu-kondisi membaik. Siklus ini terus berputar, kekerasan yang dialami korban akan meningkat kualitas maupun intensitasnya," ungkap Siti.
"Komunikasi yang buruk menyebabkan komunikasi yang terjadi bersifat saling menyakiti hati," lanjutnya.
Dalam kesempatan ini, Siti mengungkapkan, jika ketegangan tidak berakhir dengan baik, maka muncullah potensi kekerasan fisik dilakukan.
"Ia merasa bahwa dengan jalan ini maka ketegangan dapat berakhir, dan situasi akan kembali terkendali. Dengan cara kekerasan, ia juga sedang menunjukkan siapa yang lebih kuat dan berkuasa," ucapnya.
Sementara itu, siklus selanjutnya adalah tahap penyesalan atau bulan madu. Setelah melakukan kekerasan, menurut Siti, pelaku akan dihantui rasa bersalah dan penyesalan. Namun hati-hati, hal ini mungkin hanya bersifat manipulatif.
"Ia menyesal bukan atas kesadaran, tapi karena takut mengalami konsekuensi yang lebih berat seperti perceraian atau dilaporkan. Tidak heran bila ia menunjukkan penyesalan dengan minta maaf atau berbuat kebaikan. Pada tahap inilah hati pasangan akan luluh, merasa kasihan, dan memaafkannya kembali. Tentu dengan harapan bahwa si pelaku benar-benar bertobat dan tidak melakukan kekerasan lagi," ucapnya.
Lalu tahap keempat adalah tahap stabil. Siti mengatakan, ini adalah tahap ketika relasi kembali diliputi situasi yang relatif stabil, di mana pertengkaran apalagi kekerasan telah mereda. Kendati demikian, menurut Siti, kondisi KDRT akan terus berulang.
"Suatu waktu situasi ini akan kembali terkoyak bila permasalahan muncul dan tenaga kemarahan telah terkumpul. Artinya suatu ketika kedua pihak akan kembali memasuki tahap pertama," katanya.
"Sehingga bisa saja ketika tampil di hadapan public, keduanya ada dalam siklus tahap ketiga atau keempat. Atau keduanya 'mau tidak mau' harus menampilkan diri sebagai pasangan yang harmonis dan romantic karena ada tuntutan public atau penggemarnya," imbuh Siti.
(hil/iwd)