Tiga balita terpaksa tumbuh kembang di lingkungan Lapas Perempuan Klas IIA Malang. Mereka harus tinggal di lapas karena ibunya tengah menjalani masa penahanan.
Sebelumnya ada belasan balita tinggal di lapas yang berada di Jalan Kebonsari, Sukun, Kota Malang, itu. Sekarang hanya ada tiga anak, satu perempuan dan dua laki-laki. Salah satunya bahkan bayi prematur yang masih berusia satu bulan.
Sang ibu masuk bui dalam kondisi hamil besar. Terlahir dengan berat badan 1,7 kilogram, kini di usia satu bulan, sang bayi berat badannya bertambah menjadi 2,7 kilogram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Pilhan cukup berat bagi seorang ibu untuk membawa anaknya hidup di balik jeruji penjara.
"Fasilitas untuk anak di sini juga memadai, susu, popok juga dapat bantuan dari sini (Lapas). Tapi di sini kan banyak orang jadi harus hati-hati," cerita AS kepada wartawan, Kamis (8/9/2022).
AS adalah salah satu warga binaan yang harus menjalani hukuman 9 tahun karena perbuatannya melanggar hukum.
PT, warga binaan lain juga membawa serta anaknya berusia satu bulan mengaku bersyukur bisa tetap membesarkan sang anak meski di dalam lapas. Ia menyebut kondisi kesehatan anaknya juga mendapat pantauan dari tim medis.
"Karena saya masuk juga hamil besar, terus anak lahir prematur. Biar saya bisa tetap menyusui anak saya karena prematur itu. Jadi saya bawa serta di sini," ujarnya.
![]() |
Tiga balita itu menempati blok khusus bersama ibunya dengan kapasitas lima orang. Dalam kamar juga dilengkapi fasilitas layak, Seperti tempat tidur, kamar mandi, pojok bermain berisikan boneka dan sejumlah mainan.
Sementara Kalapas Perempuan Klas IIA Malang, Tria Anna mengatakan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022, anak diperbolehkan tinggal di lapas bersama ibunya hingga berusia tiga tahun.
"Sekarang ada tiga balita, terdiri dari satu bayi baru lahir, satu lagi usia 8 bulan, dan satu lagi berusia 1 tahun 8 bulan," kata Tria.
Tidak dipungkiri ada sejumlah kesulitan jika balita tinggal di lapas. Yakni menyangkut alokasi anggaran yang dibutuhkan oleh para balita itu. Karena negara tak mengalokasikan anggaran bagi mereka.
"Contohnya kita ada bayi, tidak dianggarkan untuk bayi. Jadi susu, popok, makanan ikut orang tuanya. Karena kebutuhan makan anak berbeda. Kita harap ke depan ada anggaran jika ada anak tinggal di lapas," tandas Tria.
(iwd/iwd)